3

198 36 18
                                    

#DAY : 3
# CLUE : MOZART
( Mozart  adalah salah satu nama dari seorang komponis legenda yang memiliki 600+ karya musik zaman klasik pada tahun 1700)

Langit masih terlalu gelap, hujan sudah reda sejak malam tadi. Menyisakan hawa dingin yang menusuk tulang, juga tanaman serta jalanan yang basah.

Pukul 04.30 Metawin sudah mulai menyibukkan dirinya di dapur, kedua tangannya begitu lihai dalam memainkan peralatan dapur. Bunyi kompor gas, pisau yang beradu dengan talenan yang tengah memotong cabai dan bawang, kocokan telur. Suaranya seakan menjadi irama indah bagi sosok Abrian. Pria itu terbangun ketika mendengar pintu dapur yang di buka karena mengeluarkan suara rapuh.

Kedua obsidiannya terus memperhatikan tubuh yang sibuk berkutat di depan kompor dengan sesekali bersenandung kecil. Bibirnya naik ke atas, menunjukkan senyum tipis.

" Eh? Mas Bri sudah bangun? Terganggu sama suara saya ya?" Abrian terdiam ketika mendengar pertanyaan yang di ajukan Metawin. Kedua tungkai jenjangnya melangkah mendekati gadis yang sedang meletakkan piring ke meja.

" Kamu buat apa, Ta?" Bukan menjawab pertanyaan yang di ajukan Metawin, Brian justru berjalan mendekati sosok yang kini sedang terdiam kaku di tempatnya. Pria yang masih terlihat tampan walaupun bangun tidur itu mengintip ke arah wajan yang ada di atas kompor. Abrian menarik nafas, mencium aroma dari nasi goreng yang baru saja di buat oleh Metawin.

" Baunya harum." Ucap Brian lirih, sorot mata sebiru samudera itu menatap tajam sosok di sampingnya. Seakan kedua manik tersebut menyeretnya masuk dalam pusaran rasa, yang begitu sulit untuk di tolak. Tanpa mau peduli bagaimana Meta yang menahan nafasnya, karena jarak keduanya yang begitu dekat.

Deg

Deg

Deg

" M-mas Bri, lebih baik mandi dulu saja. Biar Meta siapkan air hangatnya." Ucap Meta tergagap, gadis manis yang sedang menahan nafas itu, susah payah menetralkan dadanya yang meletup-letup tidak karuan. Tanpa menunggu balasan dari Brian, Metawin melangkah menuju kamar mandi.

Mengangkat sebuah panci berukuran besar, Abrian bisa melihat uap panas yang keluar dari panci tersebut. Keningnya mengernyit penuh tanya.

" Ta? Itu apa?" Metawin, menoleh sekilas ke arah Abrian sebelum menaburkan air panas ke dalam ember berukuran besar. " Air panas buat mas Bri mandi." Jawab Metawin, kemudian menggantungkan panci tersebut ke paku yang tertancap di dinding luar bagian kamar mandi.

Abrian melihat Metawin menyodorkan satu handuk yang terlihat masih baru ke hadapannya. " Ini handuknya, masih baru juga." Ucap Metawin tak lupa senyum manis yang selalu di suguhkannya. Abrian tersenyum dan menerimanya.

" Terimakasih, kalau begitu saya mandi dulu." Meta mengangguk, mempersilahkan pria tampan itu masuk ke kamar mandi, sedangkan dirinya kembali sibuk menyiapkan sarapan pagi dengan menu nasi goreng, telur ceplok dan satu toples kerupuk.
Tak lupa tiga gelas teh manis hangat dan satu gelas kopi untuk pak Imron.

Tepat pukul 05.30, semuanya sudah duduk di meja makan. Ke empatnya begitu menikmati nasi goreng buatan Meta. Terdengar pujian pak Imron pada masakan Meta yang memang memiliki rasa khas Sunda. Bukan hanya pak Imron, Abrian pun ikut memuji masakannya. Membuat Meta lagi-lagi salah tingkah.
Obrolan ringan pun turut menemani sarapan pagi itu.

.
.

Berbeda dengan suasana sarapan di kediaman Mario. Ketiganya tampak hening, tak ada seorang pun yang bersuara. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring. Anggota keluarga Koesoema itu begitu hikmat menikmati sarapan pagi yang disediakan, di temani alunan musik klasik  Mozart yang berasal dari piano. Tuts demi tuts dimainkan oleh salah satu pelayan khusus yang di sewa oleh Davikah, untuk memainkan musik kesukaannya di waktu tertentu.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang