#DAY: 22
#CLUE: BALADA.
.
.
.Setelah dua jam melihat aksi-aksi dari para pemain Jaran Kepang, kini rombongan para pemuda-pemudi ini kembali pulang, Khao yang terlihat asyik mengobrol tentang Balada yang pernah diceritakan oleh neneknya saat kecil, tentang asal muasal kesenian Debus pada Michelle dan Tama juga Mananta, ketiganya berjalan lebih dulu.
Di belakangnya ada Meta yang berdiri di antara Awan dan Abrian, sedang di belakangnya lagi ada Prilly, Cinta juga Nancy yang terlihat kelelahan tapi tidak menutupi raut bahagianya setelah melihat acara tadi.
Karena bagi keduanya ini adalah tontonan pertama seumur hidup mereka. Yah, hanya Prilly dan Cinta yang terlihat menikmati terkecuali Nancy.
Kedua binar tajamnya menatap lurus dua manusia yang berjalan di depannya, ada rasa dengki yang menyelimuti hatinya kala melihat sosok Meta yang beberapa hari lalu mengganggu pikirannya.
Kini, ia bisa melihat seperti sosok Meta yang bisa menarik perhatian Abrian dengan begitu mudahnya.
"Lo kok diam aja sih, Nan? Ngantuk ya?" Tanya Cinta, melirik sahabatnya yang sejak kedatangan mereka ke Desa ini hanya diam kaku, tidak ada antusiasme yang di tunjukkannya seperti saat di perjalanan tadi siang.
"Malam ini kita beneran tidur di rumah tuh cewek?" Bukannya menjawab, Nancy justru memberikan pertanyaan dengan wajah kesalnya. Prilly yang sejak tadi memperhatikan wajah sahabat kakaknya itu, terlihat kebingungan dan bertanya-tanya.
Wanita dengan gaya dewasanya itu terlihat seperti seseorang yang sedang menahan rasa cemburu. Langkahnya sempat terhenti, ketika melihat tiga orang di depannya yang juga berhenti.
"Kalian masuk saja duluan." Ucapan Abrian membuat Cinta dan Prilly mengangguk pelan, keduanya berjalan melewati ketiga anak manusia yang sepertinya akan berbicara sedikit penting.
Nancy memicingkan matanya kala melihat wajah Meta yang sejak tadi berusaha untuk bersikap ramah padanya. Abrian hanya menghela napas pendek ketika melihat bagaimana sikap wanita itu sejak tadi.
Bukannya ia tidak tahu, Abrian tahu dengan pasti. Jika salah satu sahabatnya sedang menahan emosinya, apalagi sejak Abrian tahu jika Nancylah yang mengatakan pada maminya tentang Meta.
"Mas Awan, Meta... Meta mau minta maaf sebelumnya." Gadis itu terlihat merasa bersalah pada sosok pria yang kini tengah menatapnya dengan intens. Menunggu penjelasan yang selama ini selalu mengganggu pikirannya.
"Mas, Meta sama mas Brian..." Belum sempat Meta menyelesaikan kalimatnya, Awan memberinya isyarat untuk tidak meneruskannya. Kemudian pria itu mengalihkan perhatiannya pada sosok Abrian yang sejak tadi begitu setia berdiri di samping Meta.
"Maaf Bri, bisakah saya berbicara empat mata dengan Meta?" Terdengar seperti sebuah permintaan, Awan ingin sekali menertawakan dirinya. Lagi-lagi ia harus mengakui kekalahannya, jika dirinya tidak pernah bisa memiliki hati gadis yang berdiri di depannya. Ya, tepat berdiri di depan matanya namun terasa begitu jauh.
"Silahkan, mas masuk duluan ya, Ta." Abrian mengusap pundak wanitanya sebelum pergi meninggalkan dua orang yang mungkin memang membutuhkan waktu untuk berbicara.
Khao yang sejak tadi sudah berada di rumah Meta pun, melihat dari kejauhan. Ada rasa kasihan yang timbul di hatinya ketika melihat Awan.
Pria kurus itu memaksa senyumnya ketika Abrian masuk dan bergabung bersama kami, pak Juan yang sebelumnya sudah datang lebih dulu karena sehabis membantu tetangga yang sedang mengadakan acara tadi, membereskan kursi-kursi yang ada di ruang tamu dan meletakkannya di teras rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
RomanceMeta Anggraini, yang menganggap Abrian adalah pria yang sempurna. Namun, kenyataan lain harus diterimanya ketika Meta menyadari satu hal. Dirinya belum mengenal baik sosok Abrian dengan baik. Ketidak setaraan kasta keduanya menjadi rintangan terbesa...