18

104 23 7
                                    

#DAY: 18
#CLUE: BENALU

.
.
.

Pagi-pagi sekali, Meta sudah terlihat sibuk di dapur. Membuat beberapa makanan yang akan ia bawa untuk makan siang ayahnya. Suasana hatinya benar-benar sedang dalam keadaan baik-baik saja, bukan karena cerahnya langit pagi ini.

Alasan dari senyumnya yang tidak pernah surut adalah sosok Abrian. Tadi pagi-pagi sekali, Meta memberanikan diri menghubungi pria itu sebelum pergi ke kantor.

Dan beruntungnya ia, karena pria itu terlihat senang ketika mendapati dirinya menghubunginya terlebih dulu. Kata semangat juga cinta menjadi pesan penutup dari telepon pagi mereka. Tidak lupa mengutarakan kerinduan yang begitu menggelayuti dada.

Dengan wajah berbinar, gadis itu mengeluarkan rantang dari dalam lemari. Jika biasanya Meta akan membuatkan bekal untuk makan siang sang ayah, kali ini Meta berencana untuk makan siang di tempat ayahnya bekerja.

ia akan pergi ke rumah Khao untuk menengok neneknya yang sedang sakit, sebelum ke tempat ayahnya.

Tiga hari tidak bertemu, membuat Meta merindukan sahabatnya itu. Senyum lebar terpatri di bibir ranumnya kala ia selesai menata semua makanan yang di buatnya.

Khao pasti sangat senang melihatnya membawa makanan kesukaannya. Sejenak wajahnya terlihat sedih, ketika mengingat sahabatnya itu beradu mulut dengan neneknya. Wanita tua itu mengatakan jika Khao adalah Benalu di rumahnya, karena tidak ingat pulang sama sekali.

Tapi, sahabatnya itu hanya menanggapi Omelan neneknya dengan senyuman tipis. Seakan sudah memaklumi setiap ucapan pedas yang keluar dari mulut neneknya.

Meta menatap kembali rantang
untuk Khao dan neneknya, dan satu rantang lagi untuk ia dan ayahnya. Meletakkannya di atas meja di ruang tamu, Meta berganti pakaian terlebih dulu.

Senandung pelan nan merdu yang keluar dari ranumnya, menemani setiap pergerakan tubuhnya. Meletakkan kedua rantang ke dalam keranjang sepeda ontel miliknya, setelah yakin pintu rumahnya terkunci.

Tungkainya melangkah menyusuri jalanan yang berbatu dan berlumpur. Gadis itu menyapa senyum pada setiap warga yang berpapasan dengannya, bahkan ia tidak segan untuk sekedar membantu setiap yang ia lewati membutuhkan pertolongan.

Warga desa Cikadu cukup mengenal sosok Meta, gadis periang yang baik hati dan suka menolong. Ketulusannya membuat siapa pun yang mengenalnya begitu menyayangi sosok Meta. Bukan hanya karena pribadi yang baik, tapi juga karena parasnya yang cantik. Tidak sedikit pemuda kampung yang menaruh hati padanya.

Senyum Meta semakin terlihat sumringah ketika binarnya melihat Khao, sahabatnya itu sedang menjemur gendar di depan rumahnya.

"Khao!!" Pria kurus itu mengalihkan pandangannya pada arah suara. Kedua netranya terbelalak ketika melihat sahabatnya, Meta.

"Aku merindukanmu.." ucap Meta, merengkuh tubuh Khao. Mengabaikan bau keringat yang mengucur dari tubuh sahabatnya itu.

"Aku juga merindukanmu, kau mau kemana?" Balas Khao seraya bertanya pada gadis yang terlihat sedih itu.

"Aku mau ke tempat ayah, bawa makan siang. Sekalian ke sini. Aku juga buatkan makanan untukmu dan juga nenek." Khaosar tersenyum hangat.

"Terima kasih, nenek pasti senang bisa makan makanan buatanmu." Ucap Khao. Keduanya pun masuk ke dalam rumah yang tidak terlalu besar itu. Keadaan rumah nenek Khao sebenarnya tidak jauh berbeda dengan rumahnya, tapi peralatan yang ada di dalam rumah Khao lebih terlihat lengkap dan berada. Mungkin karena orang tua Khao berasal dari golongan menengah ke atas.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang