29

82 16 8
                                    

#DAY: 29
#CLUE: Petrichor

Petrichor adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, petra yang berarti batu, dan ichor, cairan yang mengalir di pembuluh para dewa dalam mitologi Yunani. Istilah ini dicetuskan tahun 1964 oleh dua peneliti CSIRO, Isabel Joy Bear dan Roderick G.
.
.
.
.

Setelah tiga hari berada di pulau Peucang, kini Abrian beserta rombongan menyebrangi lautan untuk kembali ke dermaga untuk melakukan perjalanan menuju tujuan utama mereka, yaitu pulau Panaitan.

Sebenarnya bisa saja menyeberangi dari dermaga Sumur, tapi jarak yang ditempuh memakan waktu lebih lama.

Untuk Abrian dan yang lain sih, tidak apa-apa. Tapi Abrian tidak Setega itu membiarkan Michelle  menderita akibat mabuk laut, juga kondisi ombak di bagian pulau Panaitan terbilang besar.

Jadi Abrian tidak mau mengambil resiko buruk apapun,  tapi alasan yang sesungguhnya adalah karena Meta. Setelah kemarin ia menyatakan keseriusannya tentang hubungan mereka, sejak saat itu, keduanya berbicara dari hati ke hati. Abrian yang mengatakan apa-apa saja yang disukainya dan apa saja yang tidak disukainya.

Begitu juga dengan Meta, gadis cantik itu mengatakan jika sebenarnya ia kurang menyukai laut. Mendengar hal itu tentu saja membuat Abrian sedikit terkejut, jika Meta tidak menyukai laut, kenapa kekasih cantiknya itu mau menerima ajakannya? Dan sejak saat itu pula Abrian semakin mantap untuk membawa hubungannya ke jenjang yang lebih serius.

Masa bodoh dengan penolakan yang akan maminya layangkan pada jalinan asmara mereka, Abrian sudah memilih Meta, maka selamanya akan tetap Meta.

Setelah tiba di dermaga, para penumpang mulai turun dengan hati-hati. Meta yang dibantu oleh Abrian dengan menggenggam tangannya, membuat Nancy yang berdiri di belakang Meta merasa iri.

Ingin sekali ia mendorong tubuh gadis kampungan itu ke laut, agar tidak bisa mengganggunya untuk mendapatkan cinta Abrian.

Kebencian Nancy semakin menjadi, kala Abrian membawa Meta pergi lebih dulu. Tanpa mau membantunya untuk turun dari kapal.

Kedua tangannya mengepal kencang, menahan emosi yang sudah berkecamuk dalam dadanya.

"Nan? Buruan turun dong, kok malah ngelamun sih." Gerutu Mananta yang berdiri di belakang tubuhnya, menunggu gilirannya untuk turun dari kapal.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Nancy berdecak kesal dan turun dari kapal kebencian yang ia bawa.

Saat semuanya sudah berada di daratan, semua ponsel yang mereka kantongi berbunyi. Terkecuali pak Imron, pria bertubuh tambun itu memilih untuk melangkah ke arah mobil.

Memasukkan beberapa barang bawaan majikannya ke dalam bagasi.

Abrian membuka room chat di ponselnya, dan pria tampan itu memiliki banyak pesan, panggilan tak terjawab, juga beberapa email dari kantor.

Abrian menghubungi salah satu nomor yang sejak satu hari lalu menghubunginya.

Begitu juga dengan Mananta, sebagai sekretaris seorang direktur utama. Pria itu juga memiliki banyak pesan yang masuk ke room chatnya yang berasal dari beberapa klien bosnya itu.

Semua terlihat sibuk menjawab pesan-pesan yang selama tiga hari terabaikan karena tidak ada sinyal seluler sewaktu di pulau.

Maklum saja, semuanya memiliki karir dan termasuk orang-orang sibuk. Berbeda dengan Meta juga Khao, keduanya juga memiliki pesan masuk. Tapi bukan dari rekan bisnis seperti yang lainnya.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang