#DAY: 20
#CLUE: ARUNIKACahaya matahari sesudah terbit
.
.
.
.
.
.Mananta terlihat serius menerima telepon, wajah itu menunjukkan ekspresi seperti sedang mendengarkan penjelasan yang tengah di sampaikan oleh seseorang di seberang sana.
"Oke, nanti gue sampaikan sama si bos. Gue yakin si bos bakal senang sih denger kabar beginian." Ucap Mananta dengan senyum tipis yang hadir di kedua belah bibirnya.
Setelah selesai melakukan percakapan, pria berkumis tipis itu menutup sambungan teleponnya kemudian bangkit dari duduknya.
Membawa tungkai panjangnya menuju pintu besar yang ada di depannya. Mengetuknya pelan, menunggu seseorang di dalam sana memperbolehkannya untuk masuk.
Setelah mendapat izin dari pemilik ruangan, Mananta membuka pintu yang terbuat dari kayu jati itu, dan menemukan sosok Abrian yang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon.
Wajah westernnya terlihat lebih tampan karena terpaan Arunika yang menembus kaca besar di ruangan besar itu.
Obsidian hitamnya memberi isyarat pada sekretarisnya itu untuk duduk, sedangkan dirinya masih sibuk berbicara dengan seseorang di seberang sana.
Setelah beberapa menit menunggu, Abrian terlihat mengakhiri percakapannya di telepon. Kini atensinya beralih pada sekretarisnya yang duduk di depannya.
"Sekretaris papi ada telepon nggak?" Mananta yang mendapat pertanyaan dari atasannya itu menyeringai.
"Justru kedatangan gue ke sini mau ngasih tahu Lo, om Mario nyuruh Lo ke pulau Panaitan buat wakilin dia menghadiri acara peletakan batu pertama." Jelas pria berkumis itu dengan kedua alis yang di naik turunkan.
Sedangkan Abrian terlihat bingung ketika mendengarnya.
"Memangnya papi kenapa nggak ikut hadir?" Tanyanya penasaran.Kedikkan bahu yang di Mananta menjadi balasan atas pertanyaan Abrian. "Kata mbak Jessie om Mario lusa harus terbang ke German. Emang Lo nggak tahu?" Pria berwajah western itu menggeleng pelan. Papinya sama sekali tidak memberi tahu apa-apa soal keberangkatan ke German.
"Lo pasti senang kan? Secara kemarin-kemarin Lo selalu nanyain perihal kunjungan ke sana." Abrian tentu saja membenarkan apa yang dikatakan oleh sekretarisnya itu.
"Kapan keberangkatannya?" Tanya Abrian, Mananta membuka pesan pada ponselnya. Melihat jadwal keberangkatan yang sudah di tentukan.
"Minggu depan, selama empat hari." Abrian mengangguk pelan, rautnya terlihat seperti tengah berpikir.
" Apa Minggu ini jadwal gue padat?" Tanya Abrian lagi, sekretaris sekaligus sepupunya itu tengah mengingat-ingat kemudian menggeleng.
"Kagak ada, seminggu ke depan kerjaan Lo bisa di bilang cukup santai. Kan Lo udah kebut tuh kerjaan." Senyum sumringah terbit di kedua belah bibir kissablenya.
" Hari Kamis kita berangkat, gue bakal hubungi pak Raffi buat reservasi hotel di pulau Peucang." Mendengar ucapan Abrian, tentu saja membuat pria yang ada di ruangan itu mengernyit tidak mengerti.
Abrian berdecak pelan ketika mendapati wajah sepupunya yang kebingungan.
"Lo ikut gue ke pulau Panaitan, tapi sebelum itu kita bisa sambil liburan. Sekalian gue kenalin Lo sama Meta." Mendengar kata liburan tentu menjadi hal yang cukup mengejutkan bagi Mananta, setelah sekian lama dirinya belum pernah menggunakan jatah cutinya karena pekerjaannya yang menumpuk, kini atasan yang merangkap sepupunya itu dengan berbesar hati mengajaknya pergi berlibur ke pulau Peucang.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
RomanceMeta Anggraini, yang menganggap Abrian adalah pria yang sempurna. Namun, kenyataan lain harus diterimanya ketika Meta menyadari satu hal. Dirinya belum mengenal baik sosok Abrian dengan baik. Ketidak setaraan kasta keduanya menjadi rintangan terbesa...