# DAY: 14
#CLUE: CANDALAmerasa hina, merasa rendah diri.
.
.
.
.Sudah terhitung dua Minggu lamanya semenjak kepulangannya dari Jakarta, Meta dan Abrian sering bertukar kabar, mengobrol entah itu melalui chat atau pun video call.
Saling berbagi cerita apa saja yang mereka lakukan. Bahkan Abrian tidak pernah absen membuat gadis cantik itu tersipu malu karena godaannya.
Tak ayal, Meta selalu menjerit kegirangan dengan menutup wajahnya dengan menggunakan bantal, jika telah selesai melakukan video call dengan pria itu.
Bagaimana tidak? Setiap akan mengakhiri panggilan atau chat, Abrian selalu mengucapkan kata
'aku kangen' atau 'i love you'.
Membuatnya tak berkutik, harus menjawab apa.Ah, soal jawaban atas pernyataan yang Abrian berikan. Meta masih belum memberikan kepastian, masih banyak pertimbangan yang harus dia pikirkan. Bukan hanya itu saja, meta juga masih harus memastikan bagaimana perasaannya sekarang pada Pria bernama Awan. Karena ia tidak ingin, menjalani sebuah hubungan dengan perasaan yang memang belum selesai.
Meskipun perasaannya itu tidak pernah ia utarakan pada pria bernama Setiawan itu.
Perasaan yang tumbuh sejak dirinya masuk sekolah menengah atas (SMA), Awan yang saat itu datang membantunya tanpa di minta. Mengobati luka pada lututnya yang saat itu jatuh tersungkur ketika mengikuti MOS.
Sejak saat itu, Awan selalu ada di setiap kesulitannya.
Cinta bisa hadir karena terbiasa
Mungkin itu peribahasa yang tepat untuknya, tanpa di sadari perasaan itu telah bersemayam di hatinya. Tapi, semua rasanya harus ia kubur dalam-dalam ketika mengetahui, jika Awan adalah putra pemilik tempat ayahnya bekerja. Seketika itu juga, dirinya merasa Candala.
Karena ia sadar, dirinya hanya gadis biasa..
.
.
.Deburan ombak terdengar bagai irama pantai yang syahdu, saling berkejaran menghempas pasir putih di bibir pantai.
Dua anak manusia terlihat sedang duduk-duduk beristirahat, di sisi kanan ada ember hitam yang berisi karang-karang yang sejak pagi mereka kumpulkan.
Dengan berbagai bentuk dan berbagai corak yang cantik. Meta terlihat menikmati Sepoi angin laut yang disertai deburan ombak, menciptakan gerakan tarik ulur pada benda yang ada di bibir pantai. Di hempaskan tapi ia tarik lagi untuk kembali mengarungi luasnya lautan. Begitu seterusnya.
"Khao, menurutmu apa aku harus menerima pernyataan mas Brian?" Pria kurus yang sedang merebahkan tubuhnya di atas tikar yang selalu mereka bawa ketika menyusuri bibir pantai itu melirik sekilas sahabatnya, dan kembali menikmati langit yang terlihat lebih luas jika kau memandangnya di alam terbuka seperti ini.
"Apa kamu sudah yakin?" Tarikan napas panjang menjadi respon atas pertanyaan yang justru Khao berikan, alih-alih menjawab pertanyaannya.
Meta memperhatikan kelomang yang sejak tadi ia mainkan di atas telapak tangannya, hewan laut yang selalu bersembunyi di dalam cangkangnya kala merasakan pergerakan di sekitarnya.
Khao bangkit dari rebahannya, kemudian menatap sepenuhnya pada sahabatnya yang sedang di landa kebimbangan.
"Ikuti apa kata hatimu?"tanya Khao lagi. Meta melepas hewan kecil laut itu di atas pasir, berlari menjauh dan berakhir di bawa ombak.
"Tapi... Aku harus menyelesaikan perasaanku pada mas Awan."pria kurus itu mengernyit kala mendengar pengakuan sahabatnya itu.
"Kamu... Beneran suka sama mas Awan?" Tanyanya dengan wajah yang terkejut. Walaupun pria itu sudah tahu jika sahabatnya ada hati pada pria yang pernah membantu mereka di masa MOS dulu, tapi mendengar pengakuannya secara langsung, tentu saja masih membuatnya sedikit kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
RomanceMeta Anggraini, yang menganggap Abrian adalah pria yang sempurna. Namun, kenyataan lain harus diterimanya ketika Meta menyadari satu hal. Dirinya belum mengenal baik sosok Abrian dengan baik. Ketidak setaraan kasta keduanya menjadi rintangan terbesa...