22

89 20 16
                                    

#DAY: 22
#CLUE: DUPA

.
.
.
.

Sudah pukul 15.00, kini laju mobilnya sudah memasuki daerah Cikadueun. Salah satu tempat yang menjadi tujuan para wisatawan religi yang datang dari berbagai kota.

Terbukti, jalanan di area parkir yang letaknya berada di samping jalan raya terlihat macet, karena beberapa jama'ah peziarah yang tengah menyeberang jalan atau bus-bus pariwisata yang sedang memutar arah hendak keluar.

"Di sini rame banget kak, emang ada tempat wisata juga ya di sini?" Tanya Prilly dengan rasa penasarannya. Kedua netranya memperhatikan suasana di luar sana, terlihat rombongan ibu-ibu juga bapak yang mengenakan pakaian muslim sedang membeli beberapa oleh-oleh yang di jual di warung-warung di sekitarnya.

"Bukan non, kalau nggak salah ini tuh tempat Ziarah. Semacam makam para wali." Jawab pak Imron, mewakili Abrian yang juga kurang tahu. Perempuan muda itu mengangguk mengerti.

Setelah berhasil melewati kemacetan yang tidak terlalu parah, kini mobil SUV hitam milik Abrian kembali melaju dengan kecepatan normal. Membelah jalanan yang memiliki beberapa belokan.

Pinggir jalanan yang mayoritas berupa rumah-rumah warga dan beberapa kebun juga pesawahan, menjadi pemandangan yang di nikmati Prilly dan Mananta sore itu.

Di belakang mobil milik Tama masih setia mengikuti, menyalip beberapa kendaraan yang melewatinya.

"Lo kalau mau nyalip jangan pas belokan bego, nyium mobil lain tahu rasa Lo!" Gerutu Michelle yang sejak tadi cerewet, karena cara Tama yang membawa mobilnya seperti di arena balap. Bahkan pria itu tidak segan-segan menyalip bus yang ada di depannya.

"Dari pada ketinggalan sama Brian." Balas Tama terlihat santai.

"Bener, Tam. Hati-hati aja bawanya, gila aja dari tadi banyak banget bus yang lewat. Mana pada kencang pula." Nancy ikut menimpali. Tidak bisa di sembunyikan jika raut wajahnya juga terlihat tegang.

"Tahu nih, si Brian juga kagak bakal ninggalin." Cinta pun tidak tinggal diam, ikut menasehati sahabatnya itu. Akhirnya mau tidak mau, Tama pun menuruti apa yang di ucapkan oleh ketiga sahabatnya itu.

"Oke, gue pelan deh bawanya." Akhirnya Tama mengalah dan mengurangi kecepatan laju mobilnya. Namun tetap berusaha agar mobil hitam di depannya dalam pandangannya.

"Kayanya kita bakal kemalaman deh, kira-kira Brian bakal ngajak nginep di mana ya?" Tanya Michelle, membuat ke tiga sahabatnya itu ikut berpikir.

"Di mana ajalah, yang penting kita bisa istirahat." Jawab Nancy, wanita itu memilih untuk mendengarkan lagu lewat airpond yang di pasangkan ke dalam ponsel miliknya. Menyandarkan punggungnya ke kursi penumpang seraya memejamkan kedua netranya.

Cinta hanya menggeleng pelan ketika melihat sahabatnya itu memilih untuk tidur dari pada melihat suasana jalanan.

Kedua mobil mewah tersebut kini sudah memasuki Daerah Labuan. Bau khas yang berasal dari pasar tradisional sedikit tercium ketika Abrian membuka kaca jendela mobilnya. Karena waktu sudah beranjak sore, membuat suasana pinggiran jalan di penuhi beberapa warung tenda juga beberapa gerobak besar. Bahkan asap dari pedagang sate menyapa indera penciumannya, bukan hanya itu saja.

Aroma dari berbagai makanan pinggir jalan tercium dengan aroma yang berbeda-beda.

"Kak, pengen martabak keju dong. Bosen nih pengen ngemil." Pinta Prilly ketika mobil hitam tersebut melewati gerobak pedagang dengan tulisan Martabak Bangka. Abrian pun meminta pada pak Imron untuk berhenti sebentar di depan salah satu gerobak yang menjual makanan manis itu.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang