3

314 41 9
                                    

Bora bersandar di kaki sofa, memandang laptopnya dengan kosong. Ia sedang bekerja, menunggu konfirmasi dari atasannya yang menyuruhnya untuk membuat laporan bulanan iklan yang masuk di kantornya. Sebagai admin di sebuah radio swasta, pekerjaannya bisa dibawa ke rumah, sehingga ia bisa WFH selama pandemi berlangsung. Berbeda dengan beberapa temannya yang harus bekerja ke kantor dengan mengikuti berbagai protokol kesehatan yang berlaku. 

"Masih menunggu?" Tanya Dino yang sedang duduk di sofa, ia sedikit membungkukkan badan untuk melihat layar laptop perempuan yang kini tengah menganggukkan kepala itu.

"Bosmu selalu begitu. Kalau menyuruh inginnya cepat diselesaikan, begitu kau minta konfirmasi, lamaa sekali balasannya." Dino mengeluh, ia melipat kedua tangannya di depan dada, menggelengkan kepala mengingat sikap bos Bora yang dianggapnya menyebalkan. 

"Ya... namanya juga atasan. Mungkin dia sibuk karena beberapa karyawannya bekerja di rumah."

"Konsikuensi." Kata Dino. "Aku tahu kau sebenarnya kesal, tapi kau masih berusaha memahaminya."

"Kalau tidak ada yang mengalah nanti malah ribet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau tidak ada yang mengalah nanti malah ribet." Ujar Bora lirih. Ia menghela napas panjang lalu menaruh kepalanya di sofa, kedua matanya menatap plafon dengan kosong. Pikirannya sedang ruwet. Ia bosan menunggu tapi tidak ada pula yang bisa dilakukannya sembari menunggu.

Dino tertawa mencemooh kemudian menjentikkan jari ke dahi Bora. "Kau tidak boleh begitu terus, Bora. Itulah kenapa kau selalu disusahkan oleh orang lain."

"Aku tahu. Tapi aku juga dapat manfaatnya, kok." Kata Bora sambil mengelus jidatnya yang memerah.

"Apa?" Tanya Dino sambil menatap Bora yang tengah menerawang entah ke mana.

"Ilmu?"

Meski selalu mengajaknya berbicara di kala senggang selama pandemi, bagi Bora, Dino sangat menyebalkan. Tukang omel. Selalu menertawainya, mendecakkan lidah dan mendengus seperti yang pria itu lakukan sekarang. "Ilmu apa? Ilmu sabar?"

"Aku tahu cara membuat laporan, aku tahu caranya berhubungan langsung dengan klien, menghitung pajak iklan, membuat logbook... apa lagi? Pemasukan perusahaan juga aku bisa." 

"Semua juga bisa kalau mau belajar tanpa harus disusahkan orang lain." Ujar Dino nyinyir. Bora hanya bisa menghela napas. Sebenarnya Dino tidak salah dan daritadi ia berusaha mengelak dengan mengemukakan hal-hal positif yang 'sepertinya' ia dapatkan dari kesulitan itu.

"Apa aku harus resign?" Tanya Bora setelah diam beberapa saat.

Dino mendengus. "Seperti kau bisa saja."

"Bisa, sih."

"Tapi?"

"Belum sekarang?"

Lantas Dino tertawa. Kembali mencemoohnya. "Dan sampai kapan pun."

Symptom [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang