18

97 16 3
                                    

"Bora!"

"Bora!"

Dino menjambak rambutnya frustasi melihat Bora tidak kunjung mendengar panggilannya. Daritadi gadis itu diam di depan pantri, menatap layar ponsel, sesekali mengetik sesuatu di sana. Entah apa yang terjadi tapi Bora fokus sekali. Raut wajahnya seperti orang yang tengah meneliti sesuatu, keningnya berkerut dan tidak ada senyum tampak di sana. Wajah yang membuat Dino gemas tapi malah berujung kesal karena Bora sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

"Bora?"

"DINO!!"

Bora terperanjat, refleks memundurkan langkah hingga punggungnya menabrak dada bidang Dino yang kini berdiri di belakangnya. Pria itu baru saja berbisik tepat di samping telingnya dan kini refleks memegang pinggang Bora.

"Dino!? Apa yang kau lakukan!?" Bora buru-buru menarik diri hingga ia bisa berdiri tepat di hadapan Dino yang menatap kedua tangannya kebingungan.

"Sorry sorry... maaf... aku nggak sengaja." Kata Dino kikuk. Bora ikut kikuk, ia menggaruk tengkuknya menggunakan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya masih menggenggam ponsel dengan erat.

"Kau ngapain, sih!? Aku memanggilmu daritadi." Keluh Dino kemudian, menyembunyikan tangannya di belakang tubuh.

"Hyewon." Bora menjawab cepat.

"Kenapa lagi dengannya?"

"Hyewon nggak ada kabar."

Dino menyipitkan mata. "Mungkin dia sibuk?"

Bora menggelengkan kepala, wajahnya kembali menunjukkan raut khawatir dan bingung. "Akun media sosialnya menghilang. Chatku tidak dibalas dari kemarin. Daritadi aku bertanya kepada teman-temanku yang lain, ternyata mereka juga bingung, tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengannya."

"Tidak ada yang mau ke rumahnya? Mengecek keadaannya?"

"Besok aku akan ke apartemennya." Jawab Bora lalu menghela napas. "Dia selalu begini kalau sudah stress. Aku bingung harus bagaimana. Kadang, egoisnya, aku membandingkan masalahku dengannya."

"Memangnya dia kenapa?"

Oksigen di paru-paru Bora terasa menipis. Ia menarik napas panjang lalu menyandarkan tubuh di meja pantri sambil menatap ujung kakinya. "Terakhir kali dia curhat kepadaku soal kerjaannya dan keluarganya. Sebenarnya masalahnya tidak cukup pelik, tapi dia memang suka overthinking. Dia sering sekali stress dan depresi karena hal-hal yang diciptakan kepalanya sendiri, Dino."

"Maksudmu?"

Bora membasahi bibir. Ia tampak berat menceritakan pemikirannya soal Hyewon yang kadang tampak kompleks. Sahabatnya itu suka sekali memikirkan hal negatif--yang tidak mungkin terjadi--juga suka memimpikan hal-hal mengerikan saat stress.

"Aku tidak tahu apa istilahnya, tapi dia suka memikirkan hal-hal mengerikan sebelum dia tidur saat stress. Bahkan hal itu ikut ke mimpinya."

"Penyebabnya?"

"Aku tidak tahu tapi kemungkinan besar karena kekhawatirannya sendiri soal banyak hal."

Dino menyipitkan mata. Ia tampak masih tidak paham dengan apa yang dijelaskan Bora hingga gadis itu menghela napas.

"Saat mentalnya tidak stabil, Hyewon suka sekali terbayang kalau dirinya mati dalam keadaan yang mengerikan, Dino. Bukan hanya kematian, ia sering berpikir tentang hal-hal buruk lainnya. Seperti terhisap lingkaran hitam, berada di ruang kosong yang gelap... dikejar makhluk tak berbentuk, suara bising..." Bahkan Bora meringis saat menjelaskannya. Ia tidak bisa membayangkan hal-hal itu di kepalanya.

"Bukannya itu gangguan kecemasan?"

"Aku juga berpikir demikian." Jawab Bora gusar. "Aku takut dia melakukan hal yang tidak-tidak."

Mendengar penuturan itu membuat Dino ikut khawatir. Ia bersandar di meja pantri, bersebelahan dengan Bora sambil melipat tangan di depan dada. Ikut memikirkan jalan apa yang bisa ditempuh Bora untuk bisa berkomunikasi dengan Hyewon secepatnya.

"Kau tidak mau menemuinya sekarang?"

Bora menggeleng, menunjuk laptop yang tengah menyala di meja depan TV. "Ada iklan masuk, aku harus mengurusnya."

"Memangnya ada apa dengan pekerjaan Hyewon?"

"Dia salah ngerjain laporan, dimarahi oleh bosnya." Jawab Bora sekenanya. "Biasanya dia masa bodoh, tapi mungkin karena dia lagi kepikiran sama orangtuanya di Busan jadi kepikiran."

"Orangtuanya di Busan?"

"Ya." Bora menganggukkan kepala. "Mereka memutuskan untuk kembali ke Busan sejak beberapa tahun lalu. Dan Hyewon pusing karena kedua orangtuanya itu sudah tua tapi masih suka ikut perkumpulan warga di saat pandemi begini."

"Ya ampun! Di saat pandemi!?"

Kepala Bora kembali bergerak ke atas dan ke bawah. Ia memandang Dino yang kedua alisnya naik, tampak tidak percaya.

"Beberapa hari yang lalu dia curhat kepadaku, katanya dia sedang marah-marahan dengan kedua orangtuanya."

Dino meringis. "Tapi tidak heran, sih. Aku lihat keadaan sekarang lebih banyak orangtua yang bandel daripada anak-anak mudanya."

Bora menjentikkan jari. "Betul. Ada yang percaya konspirasi, ada juga yang merasa kalau virus ini sama seperti virus-virus lain yang mudah diatasi. Anak mudanya juga sama, sih... banyak yang merasa sehat dan percaya diri punya imun yang kuat."

Lalu Dino dan Bora sama-sama menghela napas. Keduanya punya kekhawatiran yang sama sekarang. Entah akan sampai kapan permasalahan di tengah pandemi bisa berakhir. Bora sendiri jadi bersyukur karena kedua orangtuanya lebih mawas diri soal pandemi--bahkan mereka sudah vaksin terlebih dahulu dibandingkan dirinya yang tinggal di Seoul.

"Terus? Hyewon akan baik-baik saja, kan?"

"Aku harap begitu." Kata Bora lirih, melihat layar ponselnya--berharap ada balasan chat dari Hyewon yang sayangnya nihil.

Melihat kekhawatiran itu membuat Dino simpati. Tangannya bergerak menyentuh pundak Bora, menepuk-nepuknya pelan. "Dia pasti akan baik-baik saja."

"Semoga begitu."

Bora menghela napas, ia memandang ujung kakinya kosong, membiarkan tangan Dino mengelus pundaknya. Dari elusan itu, ia sedikit merasa lebih tenang meski tidak bisa menghilangkan bayangan kalau-kalau Hyewon melakukan hal buruk kepada dirinya sendiri. Masalahnya, sahabatnya itu sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri beberapa tahun lalu karena gangguan kecemasan yang dideritanya.

Sekarang, di tengah pandemi, Bora bingung harus melakukan apa untuk membuat sahabatnya pulih kembali.

P.s

Kalau kamu merasa pusing, cemas, sesak napas, susah tidur dan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman, jangan lupa untuk bernapas dengan tenang dan pikirkan hal-hal yang kamu suka, ya.

Jangan lupa hubungi orang terdekat atau psikiater juga.

You are great!

Terima kasih sudah bertahan sampai sejauh ini. Kalau tidak ada kamu, tulisan ini pasti nggak ada yang baca hehe.

 Kalau tidak ada kamu, tulisan ini pasti nggak ada yang baca hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Symptom [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang