17

75 20 1
                                    

Langkah Bora terhenti saat ia ingin membuka pintu dan keluar dari kamarnya. Ponselnya yang tergeletak di nakas samping kasur berbunyi, ia pun segera berbalik untuk mengambilnya. Melihat pemberitahuan yang berbunyi cukup keras itu. Pemberitahuan postingan video terbaru dari sebuah akun Youtube yang diikutinya. Dahi Bora berkerut, ia membaca judul video yang thumbnail-nya menampilkan beberapa orang bercaping di sebuah persawahan.

Bora jadi terduduk di sisi kasur, urung untuk keluar kamar dan mulai menonton video itu.

Baru saja dimulai beberapa detik, Bora sudah cekikikan melihat beberapa pria berjalan di area persawahan yang dipenuhi dengan lumpur. Ia beringsut membaringkan badan di kasur, asyik menonton video salah satu boyband kesukaannya itu. Video yang memang selalu muncul di Hari Rabu malam.

Saking asyiknya, Bora sampai tidak mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Ia terus saja menonton, melupakan tujuannya keluar kamar untuk bertemu dengan seseorang yang selalu menemaninya akhir-akhir ini. Hingga suara itu benar-benar menghilang dari sana.

"Lucuuu..." Ujar Bora gemas begitu video selesai ia tonton. Ia menghela napas panjang, mematikan layar ponsel lalu menatap plafon kamarnya kosong.

Tadi ia merasa hidupnya ramai, tiba-tiba jadi sepi hingga ia hanya bisa diam selama beberapa saat. Tidak memikirkan apa-apa. Kosong.

Tok Tok Tok

Ketukan itu muncul lagi dan kini Bora bisa mendengarnya dengan jelas. Ia memandang pintu selama beberapa saat kemudian turun dari kasur dan berjalan ringan untuk melihat siapa yang mengetuk pintunya.

"Kau lagi apa, sih?"

Dino.

Bora menggulum bibir, menahan senyum melihat Dino yang mengerucutkan bibir sambil menatapnya tajam. Pria itu kelihatan kesal dan Bora gemas karenanya.

"Menonton cowok-cowok tampanku hehe."

"Memang mereka tampan." Puji Dino. "Tapi kau keterlaluan sampai tidak mendengarku mengetuk pintumu."

"Sorry." Bora tersenyum simpul lalu mendorong bahu Dino agar ia bisa melangkah keluar kamar dan duduk di atas sofa. Dino pun mengekorinya dari belakang, turut duduk di samping Bora.

"Asyik, ya, bisa punya teman yang banyak. Yang ramai, yang bisa mengerti satu sama lain... yang punya brain cell selaras..."

"Katanya kau tidak mau punya teman?" Dino menggerutu, memotong omongan Bora yang tiba-tiba memuji sebuah pertemanan. Masih jelas di ingatan Dino bagaimana Bora dengan sombongnya berkata kalau ia tidak suka berteman--memang menjilat ludah sendiri itu enak.

Napas Bora terhela panjang. Ia mendorong bahu Dino sesaat sambil mengerucutkan bibir. "Oke. Aku salah. Pertemanan itu memang asyik--kalau dapat yang sesuai dengan sifat kita."

"Hah! Menjilat ludah sendiri memang enak." Sindir Dino makin membuat hati Bora memanas.

"IYA ENAK!" Seru Bora kesal lalu mendesis, "menyebalkan."

"Aku hanya mengingatkanmu, ya. Lagian kenapa, sih, jadi kepikiran dengan teman? Pasti ada yang membuat pemikiranmu berubah seperti ini?" Seloroh Dino sambil melipat kaki di atas sofa, kini badannya menghadap ke arah Bora sepenuhnya, siap mendengarkan penjelasan gadis itu.

"Itu. Ngelihat idol yang hidup sama-sama, syuting reality show sambil bermain... tampak menyenangkan. Mereka juga seperti bisa saling memahami, makanya aku jadi kepikiran kalau pertemanan mereka asyik. Bikin iri."

"Tapi tidak setiap hari mereka begitu. Kau hanya melihat tayangan yang sudah diedit sedemikian rupa, Bora."

"Aku tahu." Bora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tapi... mereka pasti punya ikatan yang spesial sampai bisa kompak seperti itu."

"Ya, pasti."

"Kekompakan itu tidak muncul dalam sekali jentikan jari. Mereka pasti sudah melewati banyak hal bersama. Aku iri mereka bisa melewatinya dengan baik karena aku pasti tidak bisa melakukannya." Aku Bora lirih membuat Dino menyeringai. Mendengar Bora iri tentang kehidupan pertemanan membuatnya senang meski gadis itu hanya iri melihat tayangan yang belum tentu benar kenyataannya begitu.

"Kau bisa." Kata Dino sambil menepuk lengan Bora pelan. "Buktinya kau bisa berteman dengan Hyewon sampai sekarang."

"Ya... tapi aku tetap tidak bisa meruntuhkan dindingku untuk Hyewon. Aku selalu punya batasan untuk berteman. Batasan yang tercipta dengan sendirinya. Aku bahkan tidak bisa bilang kalau diriku adalah teman yang baik."

"Kenapa?"

"Kalau Hyewon tidak sering menghubungiku, kami mungkin hanya akan menjadi asing satu sama lain. Aku tidak pintar menjaga komunikasi, Dino." Bora kembali menghela napas panjang. Ia mengadahkan kepala, menatap plafon apartemennya sambil membayangkan bagaimana seorang Hyewon yang selalu bisa menjaga hubungan pertemanan mereka dengan baik.

Bora akui, ia tidak pernah menjadi orang yang pertama untuk menghubungi Hyewon. Selalu gadis itu yang menanyai kabarnya, bertanya tentang hal random, yang selalu curhat tentang kehidupannya. Bora sendiri jarang curhat, ia tidak pernah menjadi orang yang pertama dalam menanyai kabar, jarang mengechat orang hanya untuk menanyai hal random. Sangat individualis dan tidak begitu suka bersosialisasi.

"Aku tidak tahu mengapa bisa begini." Keluh Bora kemudian.

"Ya... berarti kau harus merubah sifat itu, dong. Kau harus belajar untuk menjaga komunikasi." Kata Dino memperingatkan.

"Susah."

"Sudah mencoba?"

Bora menggelengkan kepala, membuat Dino tersenyum kecil.

"Besok... coba kau hubungi Hyewon. Tanya kabarnya, tanya kapan dia mau ke sini--hari apa dan jam berapa."

"Nanti dilihat."

"Bora..." Dino merasa gemas. Ia menyipitkan mata kepada Bora yang sudah membuang muka ke arah lain--menahan senyum melihat ekspresi Dino yang juga menggemaskan di matanya.

"Oke oke... aku cobaaa."

"Bagus!"

Bora pun diam. Ia mencoba mencerna ide Dino, membayangkan kata-kata yang harus diketiknya untuk Hyewon besok. Dan... Bora mengerutkan kening. "Kenapa kau mau tahu soal kapan Hyewon datang ke sini?" Tanya Bora sambil menyipitkan mata ke arah Dino.

"Biar aku tidak muncul di depannya tiba-tiba."

"Kenapa tidak?" Tanya Bora balik, menahan tekanan yang muncul dalam nada suaranya.

Dino mendecakkan lidah. "Bora, ingat realita!"

"Menurutku Hyewon bisa memahamiku. Ia tahu persis aku bagaimana." Kilah Bora cepat tapi Dino menggelengkan kepala. "Tidak bisa, Bora."

"Tapi aku tidak bisa berbohong."

"Dan Hyewon tidak mudah untuk mempercayai sesuatu." Balas Dino cepat sebelum Bora mengeluarkan ribuan alasan lainnya. "Kau hanya akan dianggap gila oleh Hyewon."

"Dia juga gila."

"Makanya kalian bisa berteman."

Refleks Bora memukul lengan Dino menggunakan bantal sofa. Gadis itu menggerling pada Dino yang tertawa cekikan di sisinya.

"Yaa!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yaa!"

"Benar, kan?"

Sekali lagi bantal sofa mengenai lengan Dino. Bora mendesis kesal. "Pokoknya Hyewon harus tahu!"

"Coba saja!" Tantang Dino.

"Oke! Nanti kita lihat!"

Symptom [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang