Selamat membaca...Pagi harinya suasana Mansion begitu suram. Tak ada canda tawa atau kerusuhan yang selalu mereka dengar setiap paginya.
Arka sama sekali tidak tidur, ia tetap berdiri di depan pintu adiknya sembari me manggil-manggil nama Marvin. Arka tak menggunakan cara kasar seperti mendobrak pintu, karena ia tau adiknya akan marah. Arka juga akan memberi ruang untuk adiknya yang sedang kesal.
Tanpa di ketahui semuanya, Marvin meringkuk dengan keringat mengalir deras di seluruh badannya. Tangannya mengepal memukul perutnya yang terasa terhimpit.
Bahkan ia membutuhkan banyak stamina untuk memukul perutnya sendiri. Karena bergerak pun rasanya tak kuat.
Kesadarannya menipis, Marvin merasa bernafas pun sangat berasal oleh karena itu ia menutup matanya berharap ia tertidur dan mengurangi rasa sakitnya.
Setelahnya Marvin tertidur dengan keringat yang masih membanjiri ah tidak bukan lebih tepatnya pemuda itu pingsan.
Lain halnya dengan Valdo yang masih dengan amarahnya. Ia sama sekali tak menghiraukan bungsunya, entah mengapa ia merasa marah dan kesal terhadapnya.
Di saat dimana ia dengan rasa khawatirnya, takut terjadi hal yang tak terduga atau hal yang tak di inginkan yang di alami sang bungsu, ia menahan marah melihat Marvin dengan santainya terlihat bahagia dan senang menikmati apa yang terjadi.
Rasa kesal yang tak terbendung ia rasakan. Ia memilih mengabaikan sang bungsu dari pada melakukan kekerasan fisik.
Valdo bahkan terlihat tak peduli meski melihat sulungnya yang tak berhenti memanggil nama bungsunya. Ia tetap berangkat ke perusahaan miliknya, karena ia cukup yakin jika bungsunya akan keluar karena lapar. Tanpa mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar milik Marvin puyra bungsunya.
Dan fakta itu menampar dirinya saat Marvin tak keluar dari kamarnya selama 3 hari lamanya. Ini menambah beban fikiran nya.
Valdo tak habis fikir mengapa putranya keras kepala. Ia memijit keras pelipisnya, kembali ia merasa sangat khawatir.
Pria paruh baya itu menggebrak meja kerjanya. Ia mengambil kunci mobil miliknya dan pulang ke mansion. Perasaan yang ia rasakan tak karuan dan tak menentu, ia merasakan firasat yang buruk.
Sementara di mansion Arka kelimpungan. Ia sudah menyiapkan sebuah tangga menuju arah balkon kamar milik adiknya. Pria itu sudah mencoba untuk mmendobrak pintu kamar adiknya namun hasil yang sia-sia.
Kakak dari Marvin itu tak tahan melihat adiknya yang tak keluar kamar selama 3 hari. Entah mengapa pria itu merasa bodoh akan satu hal. Ia sudah tahu jika cctv sudah di tutupi oleh adiknya tapi ia sama sekali tak berusaha untuk masuk paksa.
"Geo, sementara aku disini kau paksa buka pintu kamarnya, aku yakin dia mengganjal pintu itu dengan benda lainnya," ujar Arka.
"Baik tuan." Geo bergegas dan berlari secepat mungkin. Dan larinya, air matanya menetes tiba-tiba. Ia tak terkejut karena ini sudah terjadi sejak 2 hari lalu.
"Kalian bawakan aku pipa besi," titah Arka.
Pengawal uang bersamanya beranjak turun dan kembali dengan 3 pipa besi. Mengingat bahwa jendela balkon ini tidak gampang untuk di pecahkan.
Setelah pecah Arka segera masuk kedalam. Ia mencari keberadaan adiknya. Kamarnya tak berubah maupun berantakan ia menoleh ke arah pintu. Benar saja pintu itu sudah di ganjal oleh beberapa benda.
Ia melihat ke arah gundukan tempat tidur. "Marvin bangun anak nakal!" ujarnya sembari membuka selimut betapa terkejutnya pria itu melihat adiknya yang sangat pucat di penuhi keringat.
"YATUHAN, MARVIN!"
Tanpa banyak bicara ia mengangkat adiknya dab keluar lewat pintu. Benda yang mengganjal pintu tersebut sudah di pindahkan oleh para pengawal.
Geo yang melihat itu tuan mudanya yang di bawa oleh Arka, dengan sigap ia berlari ke luar arah bagasi dan menyiapkan mobil.
Setelah nya ia membuka pintu mobil. Arka langsung masuk mengabaikan pengawal yang juga dengan sigap bersiap untuk mengawal dan menjaga sang tuan.
"Geo..."
"Saya tahu tuan."
🐖🐖🐖🐖
"Pasien mengalami koma."
Arka maupun Geo membulatkan kedua matanya tubuh mereka menegang mendengar perkataan dokter.
Bugh!
"Apa yang kau katakan sialan," ujar Valdo dengan nada rendah miliknya. Ia baru sampai dan mendengar hal ini, omong kosong!
Sang dokter meringis sebentar namun bersikap normal, ia tetap dengan wajah seriusnya karena tidak ada yang lebih penting dari pada pasien yang sudah ia rawat.
"Apa yang kalian lakukan tuan? Pasien yang ada didalam sudah pingsan sejak 2 hari yang lalu, terjadi komplikasi terkena serangan jantung dan infeksi yang membuat pasien koma."
"Ini semakin parah karena tuan membawanya sangat telat. penyakit maag yang di derita pasien semakin parah, ia sempat henti jantung namun bersyukur ia bernafas kembali."
"Saya akan melakukan perawatan semaksimal mungkin. Tolong ajak pasien bicara sesekali namun jangan menekannya," jelas dokter tersebut kemudian pergi setelah merapikan jas dokter miliknya.
Valdo yang mendengar itu menunduk mengepalkan kedua tangannya kuat. Bukan, bukan ini yang ia inginkan. Ia hanya ingin membuat putranya jera.
Geo pergi dari sana untuk menenangkan dirinya. Ia tak ingin membunuh tuannya Valdo dan membuat tuan mudanya lebih tersakiti nantinya.
"Rio, jika kau bertemu dengan tuan muda kita. Aku mohon, tuntun dia kembali. Dan jangan terlintas di fikiranmu untuk mengajak dia pergi, aku berjanji akan menjaganya lebih baik dari sebelumnya," gumam Geo. Ia tak bisa menahan air matanya. Ia sudah terlanjur menyayangi sang tuan muda seperti adik sendiri. Meski ia tahu jika itu bukanlah hak yang sopan untuk dirinya yang hanya seorang pengawal pribadi.
Sementara Arka masuk kedalam ruangan tempat Marvin berbaring. Tak ada air mata hanya tatapan sendu yang terpatri di wajah tampan pria tersebut.
Ia duduk di di samping brankar, mengangkat tangan adiknya uang bebas dari selang infus. Ia terkekeh melihat tangan kiri adiknya tertancap 2 infus yang berbeda, ia yakin jika adiknya tau maka ia akan marah.
Menempelkan tangan sang adik ke dahinya.
"Marvin, kau tau? Kakak pasti akan di hajar okeh kakak cantikmu karena lalai menjagamu..."
"Masa kau tak kasihan jika nanti wajah tampan kakak babak belur olehnya. Kau tau sendiri kan bagaimana ganasnya kakak kebanggaab mu itu."
"Ia akan marah jika sesuatu terjadi kepada adik kesayangannya ini,"ujar Arka.
"Marvin, kau juga tau jika kakak selalu menyayangi mu. Kau juga menyayangi kakak bukan? Cepat bangun adiknya kakak."
"Marvin kau ta...
Arka tak bisa melanjutkan perkataannya. Ia tak kuasa menahan bendungan air mata yang mengalir, pria menangis dalam diam.
Selama ia hidup dan mengingat dunia dalam perjalanan hidupnya. Ia tak pernah menangis bahkan saat kematian sang ibu.
Dan hari ini, ia menangis dalam diam di sebabkan oleh pemuda yaang berbaring di hadapannya. Pemuda yang mengisi hari-harinya, seorang pemuda yang membawa kebahagiaan bagi dirinya yang suram.
Ruangan itu menjadi saksi dimana seorang pria kejam Arkasya Viktor Dorofey menangis dalam diamnya.
( ͡ಥ ͜ʖ ͡ಥ)
Arghhh anghh eh anuu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvin 2 ✔
Teen Fictionbook kedua dari Marvin, jadi yang belum baca silahkan ke book satunya ye biar nyambung. Bahasa campur aduk. keep halal sistah!🦊