22. End

6.4K 898 236
                                    

Enjoying~~~


"Sayang Cade jangan berlari kau bisa terjatuh!" Kadeya mengejar anak kecil yang berlarian mengejar papanya.

"Ya ampun, bandel banget si baby," ucap Deya gemas.

Cade Oli Dorofey, putra pertama dari pasangan Arka dan Kadeya. Bocah 5 tahun yang kelewat aktif dan jahil, mirip seperti pamannya, Marvin.

"Dia bandel banget, mirip siapa sih!" gerutu Arka. Saat dirinya menjadi papa, sikap dinginnya entah hilang kemana.

"Siapa lagi kalau bukan pamannya," balas Deya sembari menoel hidung Cade gemas.

"Papa!" panggil bocah 5 tahun itu.

"Iya baby?"

"Aku merindukan paman," cicitnya. Untuk usianya yang terbilang belia. Cade sudah tidak cadel lagi, ia juga bisa berlari sangat kencang hingga membuat kedua orang tuanya kewalahan.

"Hey ini bahkan baru seminggu, dan Cade sudah merindukan paman lagi?" tutur Deya lembut. Ia mengelus rambut lebat putranya.

"Hahaha, sepertinya wajah adikku itu memang membuat orang selalu rindu padanya. Bahkan aku juga rindu loh," jawab Arka. Ia mengangkat Cade kedalam gendongannya.

"Baiklah, kita akan mengunjunginya nanti okay,"ujar Deya.

"Aye!!" jawab ayah anak itu berbarengan.

"Nah, lebih baik sekarang Cade ikut sama mama untuk bersiap. Kita akan kerumah kakek dan mengajaknya. Kakek juga bilang kalau rindu pada cucu nakalnya ini." tanpa menunggu jawaban Cade, Deya mengambil alih Cade laut membawanya ke kamar.

Arka hanya terkekeh lalu menyusul keduanya untuk bersiap.

( ͡ಥ ͜ʖ ͡ಥ)

"Kakek!!" suara Cade mengisi ruang tamu yang terbilang luas itu.

"Uttutu mana cucu nakalku," tutur Valdo sembari merentangkan kedua tangannya. Cade berlari kearah sang kakek dan memeluknya erat.

Pria yang sudah tua ekhem maksudnya yang sudah menjadi kakek tersebut hanya tersenyum melihat cucunya yang begitu begitu erat memeluknya.

Meski usianya sudah tua, namun wajahnya tetap memancarkan aura ketampanan yang kentara.

"Dad, bagaimana kabarmu?" tanya Deya sembari memberikan oleh-olehnya.

"Aku baik-baik saja.," jawab Valdo sana menerima buah tangan dari menantunya.

"Dasar!" Dengus Arka. Ayahnya semakin tua semakin tak tahu malu.

"Apa? Kau iri yah? Minta juga lah sama istrimu," sembur Valdo.

"Untuk apa aku iri? Aku bisa mendapatkan yang lebih banyak dari itu," sanggah Arka.

"Iri tetap saja iri," balas Valdo.

"Dasa-

"Berhenti! Atau kau tidur di luar nanti malam!" ancam Deya. Ia sudah lelah dengan pertengkaran yang dua orang tidak ingat umur di depannya ini.

"Bby!"

"Dad, kita akan menemui Marvin. Kau mau ikut?" tanya Deya yang akhrinya kembali ke tujuan utama.

"Benarkah? Baiklah aku akan siap-siap dulu." Valdo langsung ngacir kedalam.

"Lihat kakek juga berlari," seru Cade. "Kalau Cade yang berlari mama memarahiku, tapi kakek lari mama tidak memarahinya," sembur Cade tak terima.

"Sayang hiraukan kakekmu, dia mengalami masa kecil kurang bahagia jadi Cade mama harus mengerti hm?" ujar Deya dengan senyuman lembut.

Senyuman yang membuat bulu kuduk Arka meremang. Arka jadi bingung ia menikah dengan manusia atau makhluk halus.

Derap kaki terdengar. Valdo keluar dari Lift dengan terburu-buru. "Daddy, kau bisa berjalan kan?" Tanya Deya dengan mempertahankan senyuman lembutnya.

Lain lagi dengan respon Valdo yang langsung berjalan pelan melihat senyuman setan yang di layangkan menantunya.

"Maaf, dad hanya ingin segera ketempat Marvin. Daddy merindukan putra dad yang nakal itu," cicit Valdo. Ia menundukkan kepalanya, mirip seperti saat anak kecil yang di marahi eh ibunya.

Kadeya hanya menghela nafas pelan. "Baiklah ayo kita berangkat."

Setelahnya mereka berangkat menuju tempat Marvin. Membutuhkan waktu 20 menit untuk mereka sampai.

Pemandangan asri, dengan wangi segar dari tanaman serta rerumputan hijau di luasnya tanah terbentang.

Mereka semua berjalan dengan santai. Dan terhenti pada sebuah pohon di mana di bawahnya terdapat gundukan tanah dengan nama Marvin Arsenio Dorofey .

"Hey boy, ayah datang lo," lirik Valdo. Air mata yang sedari ia tahan lolos dengan sendirinya. Meski sudah bertahun-tahun ia di tinggalkan okeh Marvin, duka tetap ada dalam dirinya.

"Paman Cade datang untuk menemui paman!" seru Care dengan antusias.

Cade memang tidak pernah bertemu dengan Marvin. Tetapi Arka dan Kadeya selalu menceritakan tentang Marvin semua segala tentangnya.

"Marvin adik kami. Kakak datang sayang, bagaimana kabarmu disana hm?" Kadeya mengelus batu nisan Marvin.

"Lihat Cade sekarang sudah besar, dia mirip sepertimu sangat nakal," lirihnya. Kadeya mencoba menghalau air mata yang terus lolos meski sudah ia tahan.

Sementara Arka. Seperti biasa dia hanya diam dan memandangi gundukan tanah yang berisikan adiknya tersebut.

Marvin menghembuskan nafas terakhirnya pada 4 tahun lalu. Saat dimana merayakan ulang tahun 1 Cade putra mereka. Hadirnya Cade merupakan permintaan dari Marvin. Ia ingat bagaimana mana dengan kekehnya ia memintanya untuk memiliki anak.

Saat itu ia tak tahu jika permintaan tersebut merupakan permintaan terakhir adiknya. Karena setelah Cade lahir, Marvin tidak pernah lepas pada Cade bayi.

Marvin tidak pernah meminta apapun dan hanya berada disisi Cade. Sampai pada dimana saat itu, Adiknya jatuh pingsan pada saat usai pesta perayaan 1 umur Cade.

Dan saat itulah semua tahu, begitu apik Marvin menyembunyikan penyakit yang menggerogotinya. Sebuah penyakit lambung, yang telah mengambil nyawa adiknya.

Marvin tidak sembuh, adiknya telah bekerja sama dengan dokter yang menanganinya untuk terapi.

Saat mengetahuui hal tersebut Valdo maupun Arka merasa kecewa. Mereka ingin tahu pasti penjelasan dari Marvin.

Mereka menunggu dengan sabar. Namun sayang, Marvin tidak kunjung sadar hingga 3 hari kemudian Marvin di nyatakan koma.

Saat itu mereka merasa kecewa pada diri mereka sendiri. Mereka telah lalai menjaga orang yang berharga bagi mereka.

Dan pada saat dimana Marvin Bangun dari koma 3 bulannya. Mereka bersorak bahagia, namun bukan untuk kabar bahagia tetapi kabar duka.

Marvin terbangun hanya untuk mengucapkan salam perpisahan. Kata yang begitu membuat mereka menangis dengan cara memilukan.

Marvin di nyatakan meninggal pada hari itu juga.

Ada alasan tertentu Marvin tak ingin terapi. Ia juga meminta kakaknya untuk memiliki anak, karena ia yakin pada usianya yang tak lama lagi.

Ia ingin orang yang ia tinggalkan tak terlalu berlarut sedih karena kehadiran Cade disisi mereka. Katakan ia egois, namun itu sudah menjadi keputusannya.

Tanpa ia ketahui orang yang ia tinggalkan tetap menyimpan duka yang begitu dalam di hati mereka.


End...




(*╹▽╹*)

Marvin 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang