•Chapt 1 - Stigma Edan

185 26 40
                                    

"Jangan melihatnya sekilas. Karena tak akan kau temukan sesuatu yang spesial jika hanya sekilas!"

Surabaya, 6 Desember 2016

"Obatnya jangan lupa, ya, Sayang," ucap wanita yang menepuk pelan bahu gadis yang lebih muda darinya dengan sangat lembut.

"Iya, Ma." Gadis itu memasukkan tiga botol kecil yang berisi obat seperti yang diperintah wanita di sampingnya.

"Yova yakin akan sembuh, 'kan?" lirih Sherin. Vella Sherina, ibunda gadis yang sedari tadi diingatkan pasal obat. Wanita yang begitu sabar mengasuh anaknya dengan segala kekurangannya.

"Yakin banget. Yova bakalan sembuh, 'kan, Ma. Seperti yang Mama bilang," balasnya dengan semangat. Saat ini yang ada di matanya hanya kegembiraan dan keyakinan bahwa dirinya akan sembuh.

Yova Sherina. Gadis remaja yang menderita penyakit skizofrenia memaksanya meminum obat untuk meringankannya. Banyak orang yang menganggapnya gila. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Dengan alasan kalau Yova tak waras.

Tak ada yang bisa merasakan apa yang Yova alami. Halusinasinya yang berlebih membuat dirinya sering lepas kontrol. Lingkungannya yang tak mendukung membuat kondisinya lama untuk kembali pulih.

"Yova kuat, ya, Nak," sambung Sherin dengan mencium kepala Yova penuh kehangatan.

"Eh lagi pelukan, enggak ngajak Papa," sela Rajen yang berjalan menghampiri Yova dan Vella di ruang makan.

"Ih Papa ikut aja," gerutu Yova dengan mengerucutkan bibirnya.

Kekehan ringan dari Rajen menjadi balasannya. Kepala keluarga yang sabar dalam memimpin keluarganya, Arnav Rajendra. Lelaki itu selalu berusaha membujuk putrinya untuk berobat. Namun, Yova tetap pada pendiriannya. Hanya mengkonsumsi obat jalan.

"Papa berangkat kerja dulu, ya?" pamit Rajen setelah menyeruput teh yang telah disiapkan untuknya.

"Iya. Hati-hati, ya, Pa," sahut Vella sembari membenarkan posisi dasi Rajen.

"Papa hati-hati, ya!" sahut Yova yang langsung menyahut tangannya untuk ia cium.

"Kamu nanti sekolah juga hati-hati, ya," pesannya dengan mencium pucuk kepala Yova sayang.

-×-

Yova memakirkan sepeda hitamnya di parkiran sekolah. Ya, terlihat hanya dirinya yang mengendarai sepeda. Setelah ia mengunci sepedanya, Yova berjalan sedikit cepat untuk menuju kelasnya yang berada di lantai dua.

"Eh si edan datang." Julukan 'edan' melekat padanya setelah kejadian pasal awal masuk sekolah yang membuatnya sedikit trauma.

Yova menarik nafas dalam dan berusaha tak memperdulikan hal itu. Sudah seperti makanan setiap harinya ketika kedua telinganya mendengar cemooh itu.

"Halo Yova! Kok masih masuk, sih? Emang udah waras?" Siswa bertubuh tinggi menghadang jalannya. Sial! Masalah apalagi yang akan menimpa Yova. Ini masih pagi. Kenapa Yova harus sudah mendapatkan hal yang tak seharusnya ia dapat?

"Not for today!" seru Yova memberanikan diri. Sebenarnya, ia berani melawan semua orang ketika melempar kalimat buruk padanya ketika kondisinya sedang baik. Seperti hari ini.

"Gue belum ada temen. Jadi kayaknya nanti siang aja, ya!" seru Aldan.

"Fahmi masih di kelas sama pacarnya. Jadi, ketemu di kantin, ya, Edan!"

Medicine for LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang