"Menjadi lebih baik, tak ada salahnya, 'kan?"
-×-Angin malam mengiringi laju motornya. Gemerlap lampu jalan menjadi saksi kencangnya gas motor digas. Larut malam membuat jalanan sedikit sepi memudahkannya mengebut tanpa henti.
Napasnya memburu dengan alis yang ia adu. Banyak hal yang akan ia sampaikan dengan penuh emosi. Beberapa meter lagi, motornya akan sampai di tujuan.
Tepat di depan rumah bercat abu-abu, motornya berhenti. Menurunkan standar dan melepas helm yang lalu ia letakkan pada salah satu sisi setir.
Netranya tak menangkap seorang satpam atau sejenisnya membuat tangannya menekan tombol bel rumah tersebut. Perlu beberapa kali untuk pemilik rumah keluar, akhirnya keluar tepat dengan orang yang ingin ia temui.
"Eh Aldan, mau ngajak jalan, ya?" sambut gadis dengan rambut terurai dan baju tidur navy melekat ayu ditubuhnya.
Tepat. Dia Aldan yang ingin meluapkan emosi pada gadis yang menyambutnya, Zweeta.
Aldan menarik tangan kiri Zweeta dan menariknya sedikit keluar. "Mau lo apa, sih?" Suara Aldan terdengar sangat dengan terus menatap tajam Zweeta.
"Eh ... eh ... m-mau ap-apa sih, Aldan?" Gugup. Zweeta memundurkan beberapa langkah menghindari Aldan yang terus menghujaninya tatapan tajam.
"Siapa, Ze?" Suara bariton menyela keduanya.
Tak lama nampak tubuh kekar lelaki dengan berewok tebal membuat kesan seram. Afian, ayah Zweeta.
Dengan cekatan, Aldan memundurkan langkahnya dan mengubah mimik wajahnya menjadi lebih tenang.
"Eh, Om Afi. Em ... ada urusan bentar sama Zweeta," alibi Aldan setelah mencium punggung tangan Afian.
"Loh, kok enggak masuk aja?" tanya Afian.
Mata Zweeta terlihat berbinar dan terlintas satu hal di pikirannya. "Ayo, Al. Tunggu di dalam aja, aku mau siap-siap!"
"Oh mau keluar? Kok malam banget?" sambung Afian.
Tatapan tajam Aldan tertuju pada Zweeta. Sungguh, ingin sekali mencabik wajah Zweeta.
"E-enggak, Om. Cuman mau beresin urusan, aja," elak Aldan kewalahan.
"Loh katanya tadi ngajak jalan." Suara manja keluar dari lidah licik Zweeta.
"Enggak, Ze!" tegas Aldan yang masih terdengar tenang.
"Ya udah kalau kamu enggak mau masuk, saya masuk, ya." Afian menepuk pelan bahu kiri Aldan dan melangkah memasuki rumahnya.
"Iya Om. Makasih," sahut Aldan.
Dirasa aman, Aldan kembali mendekat pada Zweeta dengan tatapan tajam yang tak henti ia tujukan. "Maksud lo apa, sih? Lo mau apa, hah!?" bentak Aldan.
"Mau kamu." Bibir yang ia majukan dan suara yang dibuat mendayu-dayu membuat Aldan muak dan membuang muka.
"Lo kira dengan lo kayak gitu, gue bakalan tertarik dan suka sama lo?" Aldan sudah sangat emosi. Ingin hati mencabik wajah di depannya, tapi mengingat ia harus tetap mengontrol emosinya.
"Kalau kamu enggak suka sama aku, kenapa kamu dateng malem-malem, hm?" sambung Zweeta yang membuat Aldan semakin muak.
"Karena gue mau lo berhenti berbuat hal bodoh ke Yova!?" bentak Aldan yang sudah tak tahan.
"Lo udah berani main tangan sama dia!? Gue emang suka ganggu dia, tapi gue tahu batasan!? Lo sesama cewek apa enggak punya perasaan, hah!?" emosi Aldan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Novela Juvenil{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...