"Tidak, aku tidak akan percaya begitu saja padamu yang berubah tiba-tiba."
"Rumah lo komplek sini?" tanya Aldan sebelum Yova berdiri.
"Iya," singkat Yova.
"Jauh enggak? Emang lo bisa bawa sepeda dengan keadaan lo kayak gitu?" sindir Aldan yang sebenarnya ingin membantu, tapi terhalang oleh gengsinya.
"Udah diem deh. Pergi sono, pulang lo!" usir Yova yang memberanikan diri untuk bersuara dengan keadaan dirinya yang baru saja panic attack.
"Jelas gue bakalan pulanglah. Ya kali nungguin lo," cicit Aldan yang lalu berdiri dari duduknya setelah membantu Yova mengobati lukanya.
"Ya udah sana pergi!" pinta Yova dengan tangannya yang seakan mengusir.
"Heh, kalau gue pulang, gue pasti dikira habis ngelakuin kekerasan sama lo. Mau lo gue dipukulin?" jelas Aldan yang kembali berjongkok.
"Gue enggak peduli. Gue mau lo pergi," bantah Yova.
"Lo bisa berdiri?" tanya Aldan.
"Gue punya kaki, enggak lihat lo?" ketus Yova.
"Lihat kok. Gue punya mata," bantah Aldan yang seakan tak mau dikalahkan.
"Ya ngapain tanya, Al?" geram Yova yang sudah tak nyaman dengan keberadaan Aldan.
"Pengen aja," balas Aldan yang semakin membuat Yova geram.
"Udah pergi sono lo! Ganggu aja," usir Yova dengan sedikit mendorong bahu Aldan dengan tangan kanannya yang tak luka.
"Gue emang suka ganggu. Lo baru sadar?" Lagi-lagi Aldan melontarkan kalimat yang membuat Yova jengkel.
Yova menghembuskan napas dalamnya. Mengapa ia dipertemukan dengan makhluk aneh, ya Tuhan?
"Capek?" tanya Aldan melihat Yova gelisah.
"CAPEK ADA LO DI SINI!" teriak Yova yang mengeluarkan unek-uneknya sedari tadi.
"Capek sama ketampanan gue, 'kan?" sambungnya dengan memainkan alisnya lalu melepas helm dan membetulkan rambutnya.
"Udah Al, enggak usah dilepas. Lo pake helm aja udah bikin capek!" hina Yova.
"Biar makin capek lo," tandas Aldan.
"PULANG SANA, AL!" teriak Yova yang sudah sangat geram.
"Belum ada telepon dari sumber duit gue, jadi tenang aja," ujar Aldan memberi alasan.
"Gue enggak peduli. Pergi lo!" geram Yova yang tak digubris sama sekali oleh Aldan.
"Kaki lo masih sakit, masa iya gue tinggalin. Gue masih punya simpati meski gue suka ganggu lo," tutur Aldan yang membuat Yova terkejut.
"Tapi gue enggak butuh simpati lo," cicit Yova.
"Gini ya, Yov. Di sini banyak orang, terus luka lo keliatan banget. Kalau gue pergi gitu aja, entar dikira gue pelaku tabrak lari," jelas Aldan.
"Iy-"
"Ssttt gue belum selesai. Terus, kalau gue nekat pulang, lo kesusahan buat pulang, 'kan? Gue juga manusia yang punya kasihan, Yov. Gini-gini gue masih tahu etika, kok."
Sungguh, Yova sangat kagum dengan sisi lain dari Aldan yang menyebalkan. Namun, tetap saja, Aldan adalah Aldan si pengganggu. Dua curut bersama Fahmi yang sama saja.
"Ya udah, sih. Pergi aja," rengek Yova yang sudah lelah mengusir Aldan.
"Gue anter gimana?" tawar Aldan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Novela Juvenil{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...