"Untuk saat ini, kau memang baik."
-×-"Gue tahu sekarang Aldan di mana," ucap Zweeta menghampiri Fahmi yang duduk berdua dengan Nara.
Nara sontak menoleh padanya. Tak lama Fahmi juga mengarahkan netranya pada Zweeta yang mengambil tempat di depan mereka.
"Ada apa, ya?" tanya Nara sopan.
Zweeta tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Oh iya, kenalin, Zweeta. Temen sekelasnya cewek edan."
Nara menerima uluran tangan itu dengan mengerutkan keningnya bingung. "Nara."
"Fahmi, lo beneran enggak mau tahu tentang hubungan gue sama Aldan?" tanya Zweeta mengiming-imingkan rahasianya.
"Emang ada benefit-nya buat gue?" tanya Fahmi dingin.
"Lo enggak ngerasa Aldan beda, ya belakangan ini?" sambung Zweeta dengan semangat. Berharap Fahmi mampu bekerja sama dengannya untuk melancarkan aksi.
Nara sedikit mendekat pada Fahmi dan menutup mulutnya untuk berbisik, "Kamu dulu sempet bilang kalau Aldan aneh, enggak, sih?"
"Iya, tapi masa ada hubunganya sama dia, sih?" sambung Fahmi yang juga melakukan hal sama.
"Emang apa rahasia itu?" tanya Nara yang penasaran.
Zweeta tersenyum sungging. Ini yang ia mau dari Fahmi, lebih untung lagi kalau Nara membantunya. "Asal kalian berdua bantu gue."
"Mau lo apa, sih?" tanya Fahmi.
"Gue mau lo bantu gue, untung-untung kalau Nara juga bantu," jelasnya menatap Fahmi dan Aldan bergantian.
"Bantu apa?" tanya Nara pelan.
Senyum sinis dari Zweeta tercipta. "Lo berdua emang setuju, gue bakalan jelasin."
"Tentang Aldan, 'kan?" tanya Fahmi memastikan.
Zweeta mengangguk mantap tanpa ragu. "Gimana?"
Fahmi menoleh ke arah Nara dan kembali menatao Zweeta. Mengangguk sebagai tanda setuju. "Oke. Jelasin," pinta Fahmi.
-×-
"Mau dibeliin minum?" tanya Aldan yang duduk di samping Yova. Mereka masih berada di UKS.
Yova menggeleng pelan. "Enggak usah, makasih."
"Lo tadi jatohnya gimana? Demen banget jatoh kayak bocah yang baru bisa jalan," kata Aldan yang masih menoleh ke arah Yova.
"Lo peduli atau ngejek gue, sih?" tanya Yova yang juga menoleh ke arah Aldan di sebelah kirinya.
"Ngapain gue peduli sama lo. GR banget,"cibir Aldan membuang muka.
Yova mengerutkan kening, sebal dengan balasan Aldan. "Cowok stres."
"Lo juga," balas Aldan.
Yova membuka matanya lebar, menghadap Aldan dengan tatapan tajam. "Maksud lo apa?"
Aldan membalas tatapan Yova. "Ya, lo juga."
"Juga apa, ha?" Yova menaikkan dagunya seakan menantang.
"Emang lo tadi ngatain gue apa?" tanya Aldan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Teen Fiction{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...