"Jangan memikat jika kau tak berniat mengikat."
~Fiersa Besari~"BUNDAAA!" teriak Aldan yang baru saja sampai di rumah.
Ia duduk di ruang keluarga dengan helm yang masih ada di tangan. Emosi yang sudah ingin ia luapkan diredamnya dengan mengambil air di meja depannya.
"Apa sih, Aldan?" tanya Rena.
"Pulang-pulang bukannya salam ke Bunda malah teriak-teriak!" omelnya mengambil helm Aldan untuk ia kembalikan ke tempatnya dan meninggalkan Aldan.
"Bunda dipanggil malah minggat," sarkas Aldan dengan menyandarkan tubuhnya di punggung sofa.
"Mandi!" teriak Rena dari arah garasi yang masih sibuk mengembalikan helm Aldan.
"Bunda juga bau, nyuruh Aldan mandi!" balas Aldan yang sangat menjengkelkan untuk didengar.
Rena memilih diam dan merampungkan kegiatannya. Setelah itu ia kembali ke tempat Aldan duduk.
Terlihat Aldan yang merbahkan tubuhnya dengan bantal tasnya. Membuat Rena yang melihatnya ingin naik pitam.
"Udah sepatu enggak dilepas, seragam udah bau, keringet di mana-mana, disuruh mandi enggak mau!" sindir Rena yang duduk di sofa lainnya.
"Bunda juga betah kok sama baunya Aldan," kelakar Aldan.
"MANA ADA!" bantah Rena melempar kacang yang baru saja ia ambil dari meja di depannya.
"Mandi, Al. Mau kayak burung dimandiin gitu?" sambung Rena.
"Bentar Al mau tanya. Dulu Bunda ngidam apa kok punya anak kayak Aldan gini?" tanyanya mengubah posisinya menjadi duduk dan sedikit mendekat dengan Rena.
Aldan teringat pertanyaan Yova tadi. Ia sendiri menjadi penasaran dengan hal itu, tidak penting memang, tapi Yova membuatnya sangat penting.
"Dih! Kenapa tanya gitu?" balas Rena yang mulutnya terus mengunyah kacang.
"Kepo aja, sih," jawab Aldan santai.
"Kayak dora!" ejek Rena.
"Oh apa dulu Bunda ngidam nonton dora, ya?" tebak Aldan dengan memicingkan matanya.
"Ngawur!" sarkas Rena.
"Terus apa?"
"Buat apa, sih tanya?" tanya Rena yang balik penasaran.
"Masa Al dikatain gini, 'Mak lo ngidam apa, sih? Mimpi apa punya anak kayak lo.' Gitu katanya," adunya dengan menirukan gaya berbicara Yova.
"Berarti kamu nakal banget sampe dikatain gitu," ejek Rena semakin membuat Aldan mengerucutkan mulutnya.
"Nakal gini juga kalau hilang Bunda telpon." Aldan membela diri.
"Ya karena nanti Bunda yang dimarahin papa kamu!" tegas Rena. Entah apa yang membuatnya tak bisa sebentar saja akur dengan anaknya. Ada saja hal yang harus dipertengkarkan.
"Eh bentar, Bun. Kalau panggilnya Bunda, harusnya sama ayah, dong?" kata Aldan yang membuat Rena pusing.
"Papa kamu yang minta," alibi Rena.
"Kalau gitu, kenapa enggak sekalian panggil mama?" bantah Aldan yang tak ada habisnya untuk menjawab.
"Bunda penginnya dipanggil 'Bunda', papa pengin dipanggil papa," jelas Rena.
"Emang dasarnya keluarga aneh, sih. Enggak salah kalau hasilnya kayak Aldan," timpal Aldan dengan menggelengkan kepalanya pelan.
"Ada kamu, sih. Anehnya nambah!" ejek Rena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Novela Juvenil{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...