"Kata orang, cinta itu dimulai dari benci. Kalau akan menjadi cinta, mengapa harus membencinya dulu?"
-×-Olahraga menjadi jadwal untuk kelas Yova sekarang. Setelah perdebatannya dengan Zweeta tadi pagi membuat kondisi hatinya tak karuan.
Seluruh siswa kelasnya sudah menggangti seragam menjadi kaos olahraga. Sama halnya dengan Yova.
Semuanya sudah meninggalkan kelas menuju gor olahraga. Zweeta berjalan paling akhir dan menatap tajam arah Yova yang masih duduk di bangkunya.
"Mau apa lagi lo?" Suara tegas menyambut keluarnya Zweeta. Membuat ia tersentak kaget.
"Eh Aldan, kenapa? Mau datengin aku, ya?" Kembali Zweeta membuat suara manja di depan Aldan dengan wajah yang ia buat imut.
Yova melihat kejadian itu dengan sangat jijik. Ternyata seperti itu Zweeta yang asli. Demikian dengan Aldan. Sangat risih dengan kelakuan menjijikkan dari Zweeta.
"Udah sana pergi lo!" usir Aldan dengan sedikit mendorong Zweeta, membuat Zweeta berjalan dengan menghentakkankakinya.
Aldan memastikan Zweeta benar-benar pergi. Setelahnya ia berjalan santai menghampiri Yova yang sudah memegang botol obat dan duduk di bangkunya.
"Halo edan!" sapa Aldan.
Yova hanya memandang Aldan tanpa mendongakkan kepalanya. Entah apa yang akan Aldan lakukan di sini.
Aldan mengambil tempat di bangku depan Yova. Duduk menghadap Yova dan diam sejenak untuk menatapnya.
Yova melempar pandang sekilas, mengerutkan keningnya heran. "Ngapain?" tanyanya.
Aldan menopang dagu dengan tangan kanannya dengan netra yang tak henti terfokus pada Yova. "Mau jenguk lo," jawabnya.
"Gue enggak sakit." Tangan Yova bergerak menutup botol obatnya dengan tas kecil yang berisi seragam.
"Itu lo bawa obat, berarti lo sakit," balas Aldan santai dengan menunjuk tangan Yova menggunakan dagunya.
"Sotoy lo!" sarkas Yova.
"Lo sebernya sakit apa, sih?" tanya Aldan yang tetap dengan posisinya.
Yova menatap Aldan tak suka. Ia sangat benci jika ada orang yang ingin tahu tentang dirinya. "Enggak penting buat lo, enggak perlu tahu."
"Emang enggak penting, tapi gue pengen tahu," sambung Aldan santai.
Yova menghembuskan napas kasar. Lelah dengan makhluk Tuhan yang ada di depannya. "Pergi, Al. Gue benci sama lo!" usir Yova dengan santai.
"Benci aja. Itu hak lo," balas Aldan.
"Ngeselin banget, sih!" gumam Yova.
Aldan tersenyum sungging. "Gue denger, Yov. 'Kan gue emang ngeselin," sahut Aldan.
"Makanya, pergi sana!" Lagi-lagi Yova berusaha untuk mengusir Aldan.
"Kasih tahu gue itu obat apa," ucap Aldan dengan menunjuk tangan Yova yang setia mengenggam obatnya.
"Obat kebal sama lo! Gue 'kan udah bilang, gue benci sama lo. Biar gue kuat, jadi gue minum nih obat!" jelas Yova asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Teen Fiction{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...