•Chapt 3 - Family Time

102 25 5
                                    

"Mungkin, hanya mereka yang mampu menjadi pendengar terbaik dan reaksi yang begitu menyenangkan."
-×-

Gadis dengan paras ayu dan tubuh kurus dan tinggi yang ideal sedang meredam emosinya dan ingin segera mendinginkan tubuhnya di bawah aliran air.

Yova, melepas tali rambutnya meringankan pusingnya. Terlihat rambut panjangnya yang begitu cantik terurai. Yova duduk di tepi kasur dan menyambar botol minum di nakasnya.

"Enggak bisa apa, ya? Mereka enggak ganggu gue sehari?" dumelnya setelah mengembalikan botol minum pada tempatnya.

"Untung ada tukang tambal tadi. Coba kalau enggak," sambungnya yang memainkan rambut panjangnya.

Yova berdiri dan berjalan menghampiri cermin. Ia melihat seluruh tubuhnya. Kulit yang putih tak mungkin 'kan menjadi alasan ia selalu dibully?

"There's nothing strange," lirihnya.

-×-

"Ih Ma, masa ban sepeda Yova dikempisin sama dua curut itu," adu Yova pada Sherin yang sedang menyiapkannya roti bakar.

"Loh? Terus kamu jalan?" tanya Sherin kaget.

"Jalan beberapa meter dari sekolah. Terus ketemu sama tukang tambal ban," jelasnya.

"Loh kamu kok belum ganti baju?" tanya Sherin yang berbalik melihat Yova duduk di kursi meja makan dengan tangannya yang membawa nampan berisi roti.

"Iya belum. Nanti aja, besok pakai baju batik, kok," elak Yova.

Sherin mengambil piring dan memindahkan roti buatannya dari nampan ke piring tersebut. Yova hanya menyaksikan tangan cekatan Sherin.

"Ada cerita apa selain ban kamu?" tanya Sherin yang meletakkan nampannya di cucian piring.

"Biasa, Ma. Dua curut sama pacarnya Fahmi belum berhenti gangguin Yova." Tubuh tinggi Yova kembali berjalan ke kursi setelah mengambil minuman dingin dari lemari es.

"Kamu sudah minum obatnya?" lanjut Sherin dengan sangat hati-hati.

"Udah. Ini masih pusing. Tadi kambuh di kelas," adunya dengan menyeruput minuman gelas di tangannya.

"Hari Sabtu besok, kamu waktunya untuk kontrol. Jangan lupa dandan yang cantik, ya!" Semangat membara dari Sherin memberi energi positif pada Yova yang kerap pesimis untuk sembuh.

"Mau dong, Yova beli baju baru," rengeknya setelah mengingat sudah banyak baju yang telah ia pakai.

"Baju kamu di lemari putih, masih banyak yang belum dipakai. Masih mau beli?" tanya Sherin begitu sabar.

"Ihh Ma. Yova pengen beli," bantahnya yang tetap pada tujuannya.

"Mau bel-" Bell rumah berbunyi memotong omongan Sherin. Tanpa mrlanjutkan kalimatnya, Sherin bergegas membukakan pintu. Sudah Yova dan Sherin pastikan kalau yang datang adalah Rajendra.

Yova hanya menunggu dengan terus meminum minumannya. Melihat roti buatan mamanya sudah matang sedari tadi, ia langsung mencicipinya.

"Heumm! Enak banget," lirih Yova setelah menggigit sedikit roti bakar tersebut.

"Halo anak Papa!" seru Rajen merentangkan tangannya menghampiri Yova dan memeluk putrinya tampa basa-basi.

"Ahhh Papa bau! Eungg, rotinya jatoh, Pa!" rengek Yova yang mendapat dekapan tanpa aba-aba. Tangannya menekan dadanya menyulitkan untuk ia bernapas.

Medicine for LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang