"Bagaimana pun, kejahatan akan segera terbongkar."
-×-"Lo siap, 'kan?" Tangannya terlilat di dada dengan tubuh yang menyandar pada tembok di kirinya.
"Sesuai rencana?" tanya lawan bicaranya, Fahmi.
Zweeta kembali mengangguk. "Iya. Sesuai rencana."
"Lo juga siap 'kan, Nar?" Zweeta kembali bertanya pada Nara yang ada di samping Fahmi.
"Gue siap." Nara mengangguk mantab.
"Fee?" tanya Fahmi memastikan.
"Udah tenang. Gue udah siapin, gue kasih nanti setelah rencana berjalan," jelas Zweeta.
Fahmi mengangguk paham. "Oke."
-×-
"
Tanpa lo kemarin gue damai, Al." Yova terus berjalan tak menghiraukan Aldan yang terus menyerangnya dengan pertanyaan.
"Gue cuman tanya, anjir!" tegas Aldan.
"Gue kemarin masuk. Mau bukti?" Yova berhenti, berbalik menghadap Aldan yang mengekor.
"Mana?" tanya Aldan menaikkan alisnya.
"Lihat di kelas gue, 'kan ada absen," kata Yova.
Aldan menarik napas dalam. Menahan rasa kesalnya pada Yova. "Kemarin Zweeta enggak ganggu lo, 'kan?"
"Mustahil." Yova menggelengkan kepala menyalahkan kalimat Aldan.
"Lo enggak kenapa-kenapa, 'kan?" Aldan kembali bertanya dengan meneliti seluruh tubuh Yova hingga memutarinya.
"Lebay!" cibir Yova.
Aldan kembali ke tempatnya, di depan Yova. "Lo enggak tanya kenapa gue enggak masuk?" tanya Aldan penasaran.
"Apa faedahnya buat gue?" balas Yova mengerutkan kening.
"Ya lo tahu alasan gue," jawab Aldan santai.
"Enggak penting, sorry." Yova kembali melanjutkan perjalanannya.
Aldan mengekor pada Yova lalu menyamakan langlahnya. "BTW, lo makin berubah, ya? Lo makin berani, makin kuat, makin hebat, makin ...." Aldan mengagantung kalimatnya membuat Yova menoleh padanya.
"Makin?" Yova mengulang kata Aldan menanyakan kelanjutan.
"Makin cantik," puji Aldan santai.
Yova membulatkan matanya ketika Aldan mengatakan hal itu. Mengapa ada hal aneh merasukinya?
"Gue berobat terus. Rugi kalau kondisi gue enggak membaik," jelas Yova.
"Lo belum ngomong sama gue tentang penyakit lo," ujar Aldan menoleh pada Yova.
"Emang penting?" sela Yova. Entah mengapa ia begitu enggan untuk menjelaskan tentang penyakitnya pada siapapun.
"Enggak," singkat Aldan.
"Kenapa lo tanya terus?" sarkas Yova.
"Gue penasaran, Edan," akunya.
Yova membuang napas kasar. Lelah sudah ia berbincang dengan Aldan. "Enggak penting. Gue cerita juga enggak bakalan sembuh," kata Yova sedikit sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Teenfikce{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...