• Chapt 17 - Nyebelin

38 15 19
                                    

"Siklus cinta tak jauh dari benci yang menjadi kasih."
-×-

Derum motor Aldan kembali menghampiri Yova terduduk di trotoar dengan sepedanya.

Yova memperhatikan Aldan yang kembali memarkirkan motor dan melepas helmnya.

"Kalau enggak karena dia, gue enggak sudi ngelakuin ini," omel Aldan menyerahkan satu kantong plastik jus untuk menganti milik Yova yang tumpah.

Yova menerimanya dengan hati yang sebenarnya masih kesal. "Ya makanya, kasih tahu biar punya sedikit sopan santun!"

"Eh, tapi lo diem-diem, ya soal tadi," pesan Aldan yang mengambil tempat di samping kanan Yova.

"Enggak penting juga kalau gue sebarin," santai Yova.

Aldan mengambil air yang tak sempat ia minum di antara mereka. "Iya juga, sih. Nih minum dulu, biar enggak ngomel mulu." Aldan menyerahkan botol air lainnya.

Dengan hati tak karuan, Yova menerimanya. "Makasih. Tapi lo tetep jadi Aldan yang nyebelin sampai kapan pun!" ejek Yova.

"Gue enggak berharap jadi yang nyenengin juga, sih," balasnya setelah menenggak air.

Ketika mengedarkan pandangannya, Aldan melihat Yova yang masih kesusahan membuka segel tutup botol.

"Kalau enggak bisa, bilang. Minta bantuan, enggak usah gengsi, Edan." Setelah meletakkan botol miliknya, Aldan menyahut botol yang ada di tangan Yova.

Membukakan segelnya lalu kembali menyerahkan pada si pemilik. "Orang sebenernya gue bisa. Lo aja enggak lihat," bela Yova yang tak mau dihina gengsi.

"Tuh 'kan gengsi."

Yova menoleh pada Aldan. "Lo kalau ngomong emang nyebelin, ngeselin, bikin emosi, enggak pernah bener. Jadi, lo diem aja, deh!"

"Widih, lengkap, ya? Apa aja tadi? Nyebelin, ngeselin, engga bener," sambung Aldan dengan menghitung kata yang tertuju padanya menggunakan jari kananya.

"Kayak bunda, sih. Bunda juga suka sebel kalau gue banyak omong," lanjutnya.

"Tuh! Itu bunda lo sendiri. Bunda lo sendiri aja bilang kayak gitu, apa enggak keterlaluannya lo itu ngeselin banget!" sarkas Yova penuh penekanan emosinya yang sudah tak dapat ditahannya.

Aldan manggut-manggut paham. "Emang enggak ada yang bilang gue anak baik, sih."

"Kalau ada, berarti dia gila!" hina Yova terlanjur kesal.

"Berarti, semua orang masih waras, ya? Opini yang bagus."

Yova menghela napas. Lelah sudah dia berbincang dengan Aldan yang tak pernah hentinya membuat dia kesal.

"Terserah lo!"

Yova menegak habis airnya lalu bangkit untuk membuang botol sisanya.

"Udah, gue pulang. Makasi," pamit Yova yang sudah siap kembali mengayuh sepedanya.

"Oh iya satu lagi." Yova belum mulai mengayuh sepedanya, dan sedikit menoleh agar dapat terfokus ke Aldan.

Medicine for LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang