"Kadang, ada saatnya menjadi berani untuk menjaga diri."
-×-"Punya mata enggak, sih!" bentak Zweeta pada Yova yang sudah tersungkur di lantai.
Guru olahraga belum terlihat datang. Para siswa memilih untuk bersenang-senang bebas.
"Punya mata enggak!" Lagi-lagi Zweeta membentak Yova yang hanya diam memegang kepalanya dengan kedua tangan.
Seketika pengisi gor terfokus pada Zweeta akibat suara menggelegar Zweeta. Perlahan banyak siswa yang mengerumuni Yova dan Zweeta.
"Lo budeg, ya?" tanya Zweeta. Saat ini, kakinya turut beraksi untuk menendang kaki Yova.
Yova tak merespons apapun. Ia tetap memegang kedua kepalanya.
"Lo enggak lihat? Jam tangan gue lecet gara-gara lo tabrak, bego!" bentak Zweeta.
Yova tetap diam. Entah apa yang ada di pikirannya sekarang. Semua berputar di otaknya.
Zweeta berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Yova. "Kok ada, sih. Kok ada orang sebego lo!" Zweeta mendorong bahu Yova.
Tanpa ia sangka, Yova terjatuh. Posisi miring dengan tangan kiri yang memegang kepala menjadi dasar kepalanya jatuh.
"Enggak usah drama!" bentak Zweeta kembali berdiri menendang kaki Yova lagi.
Siswa-siswi di sana masih diam tak ada berani ikut campur dalam masalah mereka. Melihat Yova tergeletak tak berdaya pun mereka seakan tak acuh.
"Ada apa ini?" Suara bariton memecah ketegangan yang ada. Seketika Zweeta duduk di tanah dengan memegang kepalanya dan berpura-pura kesakitan.
Siswa yang yang mengelilingi kedua gadis itu lantas sedikit minggir untuk memberi jalan pada Pak Satrio, guru olahraga.
"Loh? Udah tahu temannya jatuh kok pada diam? Ayo cepetan ambil tandu!" pinta Pak Satrio.
"Zweeta pura-pura, Pak!" seru salah seorang siswa sembari membubarkan dirinya.
Pak Satrio lantas berjongkok untuk mengecek kondisi keduanya. "Zweeta? Pura-pura?" tanya Pak Satrio to the point.
"Ish! Iya! Saya pura-pura!" kesal Zweeta yang langsung melepas tangannya dari kepala.
Pak Satrio menggeleng kepala pelan melihat kelakuan salah satu siswinya.
Pak Satrio bergeser pada Yova yang ada di depan Zweeta. "Yova? Yov?" Pak Satrio menepuk pelan bahu Yova berharap si empu segera menyahut.
Tak lama beberapa siswa kembali dengan membawa tandu. Mengangkat tubuh Yova yang tak berdaya, membawanya ke ruang UKS.
Zweeta dan Pak Satrio kembali berdiri melihat tubuh Yova yang dibawa ke UKS. "Kamu ke ruangan saya. Jelaskan, ada apa!" pinta Pak Satrio.
Zweeta berdecak kesal dan berjalan meninggalkan Pak Satrio menuju ruangannya. Pak Satrio hanya menggeleng pelan.
"Untuk yang masih ada di sini, silakan lari tiga putaran, lalu buat permainan bola basket!" pinta Pak Satrio tegas.
Merasa mendapat perintah, semua siswa langsung bergerak melaksanakan perintah. Pak Satrio berlalu. Kembali ke ruangannya untuk menyelesaikan masalah Zweeta dan Yova.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine for Life
Teenfikce{SEBELUM BACA PASTIKAN ANDA SUDAH FOLLOW AKUN SAYA!} Siapa yang bilang dia gila? Dia tidak gila. Hanya stigma buruk yang tertuju padanya dan membuat kondisinya semakin memburuk. Gadis remaja yang hanya menginginkan hidup normal layaknya teman lainny...