29. Peristirahatan Terakhir

6.3K 322 19
                                    

Jleb

Pisau itu menancap tepat di dada kirinya. Darah segar merembes keluar, mewarnai baju yang ia kenakan. Tangannya memegang gagang pisau yang menancap di dadanya.

"Rey" panggil Rio lirih. Dia segera menangkap tubuh Reyhan yang hampir jatuh.

Reyhan menghalangi Rio saat David akan menusuknya hingga, pisau yang tadinya akan mengenai punggung Rio jadi mengenai dadanya. Reyhan telah menyelamatkan Rio dengan mengorbankan dirinya sendiri.

"Rey!" panggil Arman dan Chandra bersamaan, lalu berlari menghampiri Reyhan.

David melangkah mundur berniat untuk kabur. Tapi niatnya itu gagal karena dirinya dihadang oleh Asep dan Yuda. Kedua orang itu segera menahan David.

"Mau pergi kemana kau?"

"Rey, bertahanlah. Arman cepat panggil ambulans" titah Rio yang langsung dilaksanakan oleh Arman.

Luka di dada Reyhan terus saja mengeluarkan darah segar. Bahkan cairan berwarna merah itu sudah mengotori tangan dan pakaian yang Rio gunakan.

Tak berapa lama kemudian ambulans datang. Para tenaga medis segera membawa Reyhan ke dalam mobil ambulans. Mereka membawa ikut serta Rio ke dalamnya.

Para tenaga medis itu segera melakukan pertolongan pertama kepada Reyhan. Salah seorang diantara mereka menekan lukanya untuk mencegah pendarahan. Reyhan sampai menahan napasnya saking besarnya rasa sakit yang ia rasakan. Sedangkan, Rio masih setia menggenggam tangan Reyhan.

"Bertahanlah, Rey. Lo pasti baik-baik aja. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit" ujar Rio menguatkan.

Reyhan menggeleng pelan. Napasnya mulai sesak, luka di dadanya benar-benar menyakitkan, dan tubuhnya sangat lemas karena kehabisan banyak darah.

"Bang, gue gak ta-han. Gue mau tidur" ucap Reyhan dengan suara lirih. Kelopak matanya mulai menutup.

"Enggak Rey. Lo gak boleh tidur, lo harus tetep sadar. Buka mata lo, Rey" ujar Rio sembari menepuk pelan pipi Reyhan agar cowok itu tetap sadar. Reyhan kembali membuka matanya.

"Bang, tolong sampaikan salam gue ke Rani. Tolong ucapin selamat ulang tahun buat dia. Dan tolong bilangin kalau dia gak boleh terus-terusan nangisin kepergian gue" pinta Reyhan dengan suara lirih.

"Lebih baik lo gak usah banyak bacot dulu deh, Rey. Lo pasti baik-baik aja. Percaya sama gue!"

Reyhan tersenyum kecil, dan menggeleng pelan.

"Gue tidur ya, bang. Tolong jangan lupa sampaikan pesan gue ke Rani" setelah mengatakan itu, kelopak mata Reyhan menutup perlahan. Alat yang tadinya digunakan untuk memperagakan irama denyut jantungnya menunjukan garis lurus dan mengeluarkan suara melengking. Tangan dalam genggaman Rio berubah dingin.

"Rey" panggil Rio lirih.

"Rey bangun, Rey!" tanpa sadar, air mata Rio keluar dari manik matanya.

"REY!"

_____________________________________________

Prang

Gelas yang sedang dipegang oleh Rani tiba-tiba saja jatuh. Pecah menjadi kepingan-kepingan kecil di lantai. Rani menyentuh dadanya yang tiba-tiba saja terasa sakit. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak. Pikirkannya terus tertuju kepada Reyhan.

"Rani suara apa itu tadi?" tanya Melati di ambang pintu dapur.

Rani tersadar dari lamunannya. Penglihatan matanya jatuh ke bawah, melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Preman Bucin [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang