37

2.1K 180 116
                                    

Ternyata, sesering apapun aku
menghadapi kehilangan. Tetap saja
aku tak pandai dalam menghadapinya :)
_______________________________________________________

Saat dalam perjalanan pulang, manik Cacha tidak sengaja melihat sosok Abidzar keluar dari tempat peribadahan yang berbeda dengannya.

Cacha mengerutkan keningnya, bukankah yang ia ketahui bahwa Abidzar seagama dengannya?

Cacha menyuruh Daniel menghentikan mobil, kemudian ia segera keluar mobil menghampiri cowok itu.

"Abidzar!" teriak Cacha.

Abidzar berbalik, kemudian terkejut menatap Cacha.

'Shitt!' Batin Abidzar.

"Kamu ngapain disini?" tanya Cacha.

Abidzar terdiam beberapa saat kemudian mulai bersuara, "Cha!"

"Dengerin aku baik-baik ya!"

"Aku minta maaf sebelumnya!"

Abidzar mengambil tangan Cacha kemudian menggenggam tangan itu, "Kita sebenarnya beda keyakinan!"

deg!

"K-kenapa?!" ucap Cacha dengan nanar.

"Kamu pasti bohong kan?!" sahut Cacha menolak kenyataan.

Abidzar menggeleng lemah.

"Jadi kamu bohong selama ini supaya kita bisa sama-sama?!" Cacha tertawa sumbang

"Gitu?!" tambah Cacha yang mulai menaikkan nada bicaranya.

"Kamu jangan khawatir! kita masih bisa sama-sama Cha!

Cacha masih tertegun di tempatnya setelah mendengar penuturan dari Abidzar, sangat sulit menerima kenyataan ini. Siapapun, tolong! katakan pada Cacha bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka.

"Seandainya dari awal aku tau, mungkin aku bisa pilih buat gak pernah suka sama kamu Abii!! hikks..hikss..!"

"Maaf!"

Cacha kemudian menarik tangannya, "Kita gak akan pernah bisa ngelawan restu semesta!"

"Cha aku mohon jangan nyerah, maafin aku!" lirih Abidzar.

"Tuhan gak ngeretuin kita Bi!" ucap Cacha yang tidak bisa membendung air matanya lagi.

Sedangkan di sisi lain, Daniel dan Ryan masih berada di dalam mobil, mereka menatap kedua insan yang sedang berbicara diseberang sana.

Cacha menunjuk Abidzar, "Kamu sama aku, gak akan pernah bisa sama-sama sampai kapanpun!"

"Cha aku mohon!" ujar Abidzar yang langsung memeluk Cacha.

"Sakit banget ya bi, gini rasanya gak direstuin langsung sama Tuhan!" ucap Cacha pelan.

Cacha mundur selangkah, "Gak ada jalan lain selain pisah!" lirih Cacha.

"Gak Cha, gak! Aku gak mau! Kita masih bisa perjuangin ini sama-sama!" bantah Abidzar.

"Pernah denger dimana tasbih sama salib bisa nyatu?'"

deg!

Perkataan Cacha seolah menusuk jantungnya, Abidzar mengusap wajahnya kasar kemudian tak sengaja meneteskan air matanya. Cacha yang melihat itu langsung menunduk, sungguh ia membenci tangisan itu.

Terakhir kali Abidzar menangis saat menceritakan bagaimana orang tua serta saudaranya dibunuh, Cacha tidak sanggup melihat Abidzar menangis walaupun ia juga merasakan sakit yang sama.

"Sebercanda itu ya semesta!" Abidzar terkekeh didalam tangisannya.

"Keren ya bi, dulu aku saingan sama jalang, sekarang saingan aku tuhan!"

Jleb!

Lagi-lagi Abidzar dibuat terdiam dengan ucapan Cacha, Abidzar hanya tersenyum getir dengan dua tangan yang terkepal. Ia hanya menunduk tidak sanggup menatap wajah Cacha

Tangan Cacha terulur menghapus air mata Abidzar kemudian tersenyum, "Jangan nangis lagi! masih banyak di luar sana perempuan yang lebih dari aku! dan yang pasti seagama sama kamu!"

Abidzar langsung kembali memeluk Cacha, kemudian mengecup pelan puncak kepala cewek itu, "Sialnya cuma kamu cewek didunia yang aku suka Cha!"

Ryan yang dari jauh menatap Cacha berpelukan dengan Abidzar hanya tersenyum kecut, entah apa yang dipikirkannya sekarang. Sementara Daniel, ia malah bergumam tidak jelas. Yang didengar Ryan hanya kata "Kapan gue punya pacar ya?"

******

Di sisi lain kini Rangga tengah tersandar dikursi dengan dua botol alkohol ditangannya. Alka yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

Kenapa lagi sahabatnya ini? Kemudian saat Rangga ingin mengambil satu botol alkohol lagi, Alka langsung menahan tangan cowok itu. Ia mencengkram erat kedua bahu Rangga.

"Stop anjingg! Lo kenapa?!" maki Alka.

"Gila lo ya!" tambahnya.

"Mungkin gue emang gila!" ucap Rangga dengan setengah sadar.

"Karena gue mau Cacha cinta lagi sama gue!" ucapnya pelan mengeluarkan bendungan yang ada dipelupuk matanya.

"Gue mau Cacha balik!" lirihnya.

Kemudian Rangga menatap kedua mata Alka, "Cacha bisa kan cinta lagi sama gue?!"

Alka memalingkan wajahnya kemudian kembali menatap Rangga, "Gak! Lo sendiri yang udah ngecewain dia!"

Kemudian Rangga menghempaskan botol yang ada ditangannya ke lantai, membuat botol kaca itu pecah berkeping-keping.

"Anjingg! Gue cinta banget sama Cacha!" ucap Rangga dengan suara parau.

"Arghhh!" Rangga mengusap wajahnya dengan kasar.

"Cinta gak harus memiliki bro!"

Rangga hanya diam tak menggubris ucapan Alka, "Ini tanggal berapa?!" tanyanya tiba-tiba.

"Dua puluh satu" sahut Alka.

Tiba-tiba Rangga ingat, "Seminggu lagi ulang tahun Cacha!"

'Apa gue masih bisa jadi orang pertama yang ngucapin Cacha?!' Batin Rangga.

"Tiap tahun biasanya om Ardi bakalan ngadain acara ulang tahun Cacha!" ucap Alka membuyarkan lamunan Rangga.

Rangga hanya mengangguk, kemudian Alka menepuk pundak Rangga, "Lo udah pikirin mau ngasih kado apa?!"

Sial. Rangga belum sama sekali memikirkan kado apa nanti untuk diberikan pada Cacha. Sangat sulit memikirkan hadiah, karena Cacha bukan lah cewek yang cinta sejenis perhiasan emas maupun berlian.

Walaupun terlahir dari keluarga kaya, Cacha tidak pernah sekalipun memamerkan kekayaannya pada orang lain, Cacha merupakan tipe manusia yang cuek dengan penampilan.

Beda halnya dengan perempuan lain di luar sana, kebanyakan dari mereka suka memakai perhiasan mahal seperti, cincin, kalung, anting dan gelang.

Mungkin ia akan membelikan segerobak cokelat silverqueen? atau satu truk kue coklat? mungkin kalian belum tau jika Rangga adalah anak dari pengusaha yang terbilang sangat kaya di Indonesia.

Rangga merupakan anak pertama dari dua bersaudara, satu-satunya anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris nantinya di perusahaan William.

*******

Lanjut? apa stuck disini?😂
Jangan lupa vote dan komen yaa:)))

Alescha Radella A. (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang