⚫Masalah Lain⚫

93 22 0
                                    

Keluarga ini terlihat seperti simulasi perjalanan dalam sebuah hubungan. Dari sisi kanan ada Abiel yang berdiri memandang sekitaran pantai. Geser ke kiri ada pasangan muda yang sedang menjalani sosial distanting. Siapa lagi jika bukan Abri dan Alarice yang duduk di pasir dengan jarak 1 meter. Dan diujung sisi ada pasangan lama yang bak anak muda yang tengah mengumbar kemesraan.

"Pak Lendra gak mau coba minta maaf gitu sama ibunya?" tanya

Abri menoleh, lalu kembali memandang ke depan "belum. Saya masih mau memantapkan hati, butuh kesiapan untuk mendengarkan kata kata Mama saya yang tajam. Memang singkat, padat, jelas dan halus namun mampu menghujam hati. Percayalah, itu sakit" ucap Abri dengan tenang, namun tidak dengan hatinya.

"mending bapak, kesana trus minta maaf. Dari pada bapak gundah gulana terus, gak enak kan" ujar Alarice memberi saran.

"eum... Saran bagus sayang" sahut Abri tanpa menoleh. Alarice mendengar kata 'sayang' dibuat geli saat mendengarnya. "tapi--"

"belom di coba belum tau Pak," sahut Alarice menepis rasa kesal akibat terhadap Abri yang memanggilnya 'sayang'

Abri bangkit lalu berjalan dengan ragu menghampiri kedua orang tuanya yang tengah menikmati es kepala ehh--es kelapa.

"Mama" panggil Abri pelan sambil menggaruk tengkuk belakangnya yang tiba tiba gatal. "what??" tanya Randi mengalihkan pandangan pada Abri setelah menyedot air es kelapa miliknya.

"aku... aku minta--"

"uang?" iseng Bara memotong ucapan Abri, "ish! Bukan, uang aku banyak" sahut Abri kesal.

"aku mau minta maaf soal kemarin, maafin ya Ma" ucap Abri memohon dengan tatapan penuh harap.

Randi mengangguk singkat sembari menyeruput es nya lagi, "dimaafin?" tanya Abri tak percaya. "yang penting jangan di ulangi, kalo perlu cepat nikahin biar gak nambah dosa" sahut Randi.

"YESS! Makasih Ma" sorak Abri senang. Ia mendekati Randi lalu memeluknya, tak lupa mengecup singkat pipi sang Mama. "oy! Punya Papa itu" decak Bara.

"punya aku juga wle" ledek Abri.

"udah ah, malah rebutan. Aku tinggal ni" sahut Randi.

Sibuk dengan obrolan sampai mereka melupakan Abiel yang terlibat cekcok dengan seseorang.

"gua udah maafin! Jan ganggu gua lagi, pleace!" ucap Abiel dengan kesal.
Keempat--tidak hampir setengah perhatian pengunjung pantai teralihkan pada keduanya yang tengah berdebat. Abiel berbalik hendak pergi namun di tangannya di tahan oleh lelaki tadi. "gua tau lo gak ikhlas maafin gua" ujar lelaki itu.

Lelaki itu adalah Vigo, Vigo Adresco. Bukan karena kebetulan, namun ia sengaja mengikuti Abiel sampai ke bali. "gak peduli! Intinya gua udah maafin lo, gua mohon jangan ganggu lagi. Gua bakal berterimaksih banget kalo lo gak ganggu lagi" ucap Abiel dengan wajah memerah menahan marah.

Randi menghela nafas gusar. Ada lagi masalahnya, huh_Batin Randi

"ayo Bang," ucap Randi.

Randi dan Abri menghampiri keduanya, meninggalkan Bara di meja cafe tadi. Alarice sendiri berteduh di bawah pohon kelapa. Randi menarik tangan Abiel dengan lembut, "udah Dek, ikut Abang mu neduh dulu" ucap Randi dengan lembut.

"Mama..."

"iya, sana. Bang, bawa adek mu neduh dulu" Abri mengangguk, merangkul Abiel dan membawanya ke tempat Papanya berada. "jangan kasar sama perempuan, dan tolong jauhi putri saya sementara waktu"

Vigo nampak terkejut dengan ucapan wanita dihadapannya, ia kira masih belia ternyata Mamanya Abiel. "tapi Tan--"

"saya paham, namun mengertilah. Jika kau keras kepala dan memaksanya, maka semakin keras pula Abiel menjauhi mu" ucap Randi menasehati Vigo. Vigo menghela nafas mendengarnya, Randi membalik tubuhnya membelakangi Vigo. "tunggu waktu yang tepat saat hati putri saya tenang dan tertata lagi, hati anak saya sakit karena ulah mu yang menjadikannya taruhan" Randi melirik Vigo dari ekor matanya dengan senyum miring yang tersungging saat wajah Vigo berubah pias.

"saya beri kesempatan pada mu untuk mengejar anak saya, namun saat badai yang menghantam hatinya reda. Jika saya mendengar kau menyakiti hatinya lagi, siap saja mengucapkan selamat tinggal pada dunia" Randi melangkah pergi meninggalkan Vigo yang termenung.

Vigo tak menyangka bila Mamanya Abiel akan merestuinya, namun lebih terkejut saat mendengar ancaman barusan. Ia percaya akan ancaman itu, karena ia juga menyaksikan saat Mamanya Abiel menghajar Abangnya Abiel kemarin. Kemarin ia sempat mengira bila wanita itu adalah kakak perempuan Abiel, namun saat mendengar Abiel menyebutnya Mama. Ia tercengang, ditambah melihatnya dari dekat, memandangnya dengan jelas bagaimana rupa Mamanya Abiel. Karena sedari kemarin, ia melihat wajah Mamanya Abiel samar dan hanya dari sisi samping. Mengamati seseorang dari jauh dan terlalu fokus pada objek pengamatan yang utama buat ia tidak peduli dengan sekitar dari objek utama. Maka dari itu, ia tercengang dengan visual Mamanya Abiel.

Sosok Mama yang tangguh juga keras.

Soon...

Ramein gua bilang! Awas gak rame

Bad Mama [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang