⚫Kenikmatan membawa pada Kematian⚫

116 19 0
                                    

Abiel bisa melupakan masalah yang ia alami siang tadi setelah dibuat kesal oleh Abri. Bagi Abri, buat adiknya lupa dengan masalah yang ia hadapi itu mudah. Cukup buat kesal, lalu berdamai.

"Pa, Pa, liat tuh. Mama ngobrol sama bule" ujar Abiel tiba tiba sembari menepuk paha Bara berulang kali. "mana ada, emang ada bule yang kenal sama Mama mu?" elak Bara masih fokus pada gawainya.

"ihh! Liat tuh, mana bulenya telanjang dada trus ajak Mama foto!" geram Abiel menunjuk ke arah pantai. Dimana Randi dan Abri main air tadi. Mereka tadi ikutan, namun menyingkir karena lelah. "kak Ceri juga liat kan?" tanya Abiel menoleh pada Alarice.

"iya, Om. Itu istrinya masih asik ngobrol lho. Gak mau samperin?" ujar Alarice ikut menyakinkan. Akhirnya Bara mengalihkan pandangan dengan malas, namun melotot seketika saat melihat Randi yang tertawa bersama... 5 bule yang... bertelanjang DADA!!!

Mereka nampak asik ngobrol sampai Randi pun menepuk bahu salah satu bule karena tertawa. Abiel yang memperhatikan raut wajah Papanya pun meringis, "RANDI!!" pekik Bara menahan amarah. Ya, jangan lupakan bila Bara itu cemburuan.

Randi yang tengah mengobrol dengan teman sekolahnya pun menoleh. Tak hanya dia, temannya sekolah juga sekaligus  sahabatnya yang ia dapat dari perkenalan melalui Jeko. "who is that?" tanya Liel dengan alis menaut.

"that my husband, aku kesana dulu" mereka mengangguk sekilah "atau kalian mau ikut saja?" mereka menggeleng kala melihat tatapan tajam dari Bara.

"tidak, aku tidak ingin terlibat dalam masalah" jawab Norten sambil terkekeh. "ya baiklah, dia memamng pencemburu" sahut Randi malas, ia tau maksud dari ucapan Nkrten. Salah satu dari 5 bule itu seperti Jeko, blasteran indonesia. Sedangkan 4 lainnya asli Jerman namun pandai bicara dalam bahasa indonesia. Randi menghampiri Bara yang sedari tadi berdiri di tempat ia berteduh memandangnya tajam.

Butuh waktu 5 menit untuk sampai, "siapa mereka?" tanya Bara dengan alis menaut. Penasaran bercampur marah. Randi mengambil tangan Bara lalu menariknya pelan untuk duduk kembali, "duduk dulu" ajak Randi sembari menarik Bara.

Putrinya juga pacar anaknya hanya melihat saja, sedangkan Abri entah kemana. Jarak tempat duduk Bara dan Abiel tak jauh, jadi memungkinkan anaknya untuk mendengar pembicaraan. Bukan bermaksud menguping, tapi ia penasaran saja. "dengerin dulu, mereka sahabat aku waktu SMA. Tau kan kalo aku SMA-nya di Jerman?" Bara mengangguk samar. Randi setia menggenggam tangan Bara yang enggan memandangnya. Bara bahkan tak mau menatap Randi.

"mereka kaya sahabat aku waktu kuliah, Ryu, Zemi, Arvin sama dimas. Bedanya mereka itu temen semasa SMA aku. Aku kenal mereka dari Jeko. Namanya Norten, Liel, Vilen, Xiver dan Agmun yang blasteran indo. Temen lama ketemu lagi jelas ngobrol banyak lah, masa gitu aja cemburu. Udah tua lho" ujar Randi menjelaskan secara detail di akhiri sindiran.

"tapi kan aku gak suka ya liat kamu deket ama pria lain gitu, kalo aku kenal kaya Mr. Carmel aku gak bakal cemburu" dengus Bara buat Randi menghela nafas. "aku tanya sekarang, aku sama mereka tadi ngapain?"

"ngobrol, ketawa bareng, tos bahkan kamu nepuk nepuk salah satu dari mereka pas kamu ketawa" jawab Bara bersedakep dada. "salah satu bener sembilan" sahut Randi pelan buat Bara menoleh menatapnya tajam.

Randi senyum menampilkan gigi putihnya, "okey, okey. Liat aku pelukan?" Bara menggeleng.

"yaudah kenapa cemburu kalo gitu, sebates itu doang. Aku pas liat kamu cepika cepiki sama kawan lama mu yang namanya Rindang aja b. Aja lho" sahut Randi mengusak pelan rambut Bara. "dimaafin enggak? Nanti deh, aku kenalin sama mereka" Bara mengangguk pelan lalu perlahan menyenderkan kepalanya pada bahu Randi.

Ketiga manusia yang sedari tadi memperhatikan sembari makan es krim juga minum dengan kepala agak miring pun menegakkan kepalanya, "masih kek anak abg ya, coba aja usianya bisa diliat. Auto kaget orang liat orang tua masih bisa mesra. Mana udah kepala 5 lagi" ujar Abiel memakan es krim sambil memandang heran ke arah orang tuanya, lebih tepatnya pada Bara. "tapi Tante Randi, nyikapinya gampang dan tanpa emosi trus Om Bara mau dengerin penjelasannya. Jarang jarang lho ada pasangan yang kek gitu" sahut Alarice.

Randi dan Bara menoleh mendapati ketiganya yang tengah menonton mereka bak menonton drama di bioskop. "enak nonton?"

"enak lah Ma, sekalian belajar menyikapi masalah dengan bijaksana" sahut Abri.

"wah, curang kalian. Beli es krim tapi Mama sama Papa gak di beliin" sahut Bara.

Abiel yang sudah menghabiskan es krimnya pun merogoh kantong dimana permen stick yang ia bawa kemarin lupa ia makan. Ia buka dan melihat warna permen berbeda dengan bungkusnya pun berdecak sebal.

"eum... mampus, kenikmatan membawa pada kematian" ujar Abiel berdecak sebal karena permennya penuh dengan semut hitam yang mati. "apaan sih, El?" tanya Abri menengok arah Abiel.

"nih, permennya mau gua makan malah penuh semut" sahut Abiel mengadu. "buang aja lah, dek. Nanti beli lagi" sahut Randi.

"tapi kan sayang, Ma" ujar Abiel dengan bibir melengkung ke bawah. "ck, permen modal gopek aja sayang banget lho" sahut Abri.

"eh! Walaupun cuma gopek, itu tetep duit ya. Bukan tutup botol" sahut Abiel berkacak pinggang.

"udah udah, cuma permen aja ribut. Abiel, nanti beli sama kak Ceri aja. Gak usah dengerin Abang mu yang rese ini" lerai Alarice.

"mana ada aku rese, bee" dengus Abri. Ya, meski sedikit namun tetap ada perkembangan dalam hubungan mereka.

Soon...

Bad Mama [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang