Sesungguhnya manusia tidak akan pernah lepas dari ritme permainan kehidupan. Hal itu mutlak dan akan terus berlanjut sampai akhir kehidupan menyapa. Tidak ada jalan mulus bak negeri dongeng dengan sejuta keajaiban membantu menuju kehidupan yang berakhir bahagia selamanya.
Begitupun dirinya, Yein meremas kertas di pangkuannya. Ia tidak ingin membaca ini dan seharusnya ia membuang kertas ini begitu dokter memberikannya padanya tadi. Yein tidak tau lagi ingin mengatakan dan mengekspresikan diri seperti apa lagi. Rasanya semuanya hanya sia-sia. Mengeluh dan menangispun tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik.
Ia mungkin akan bisa baik-baik saja. Tapi, bagaimana dengan suaminya? Apakah pria itu akan tetap berada di sisinya setelah ini?
"Kau baik - baik saja?"
Yein terkesiap, seseorang menepuk bahunya dan duduk di sampingnya.
"Maaf jika membuatmu tidak nyaman, aku sudah memperhatikanmu sedari tadi. Tampaknya kau ada masalah?" Tanya seseorang di sampingnya, perempuan berambut pendek itu menatapnya penuh simpati.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin duduk di sini sebentar."
Orang di sampingnya menangguk tenang "danau ini memang tempat yang tepat untuk merenung dan menenangkan pikiran." Jawabnya.
"Ya.. anda benar."
"Myungeun." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
"Yein." Balasnya.
"Senang berkenalan denganmu, Yein."
"Aku juga, apa aku harus memanggilmu Nyonya atau semacamnya?"
Myungeun mengibaskan tangan "tidak perlu. Lagipula panggilan Nyonya terasa terlalu tua untukku." Bisiknya lalu tertawa kecil.
Yein balas tersenyum "Ah baiklah, Myungeun. Kau tinggal di sini juga? Aku tidak pernah melihat mu berkumpul bersama penghuni UN Village lainnya."
"Tidak. Aku tinggal di Gardenia Sky. Di sebelah komplek kalian. Aku ke sini karena anakku ingin melihat danau."
"Ah, begitukah. Yang mana anakmu?"
"Yang memakai sepeda berwarna pink." Tunjuknya pada beberapa anak yang tengah bersepeda di jalan sekitar danau.
"Lucu sekali." Ucap Yein saat melihat bocah sekitaran berusia 5 tahun dengan rambut di kuncir dua sedang bermain bersama teman temannya.
"Pasti di rumahmu tidak sunyi."
Myungeun mengangguk "Hera suka sekali membuat kegaduhan, terakhir ia mengerjai ayahnya sendiri karena terlalu lama berkerja. Anak itu butuh perhatian." Jawab Myungeun sambil tersenyum, membayangkan beberapa hari yang lalu anaknya memasukan tikus mainan pada laci kerja meja ayahnya.
Yein tersenyum menanggapi. Memperhatikan sekitaran danau yang dijadikan tempat bermain, bersantai bersama keluarga atau beberapa orang yang melakukan yoga di sudut sana.
"HERA JANGAN PERGI KE PINGGIR DANAU!" Teriak Myungeun lalu berlari, anaknya sudah hampir mencapai tepi danau jikalau sang ibu tidak cepat-cepat menahan, kemudian sang ibu terlihat memberi tau sesuatu, kemudian anak itu berlari menjauh sambil tertawa terbahak bahak khas anak kecil.
"Apa yang kau katakan padanya?" Tanya Yein begitu Myungeun kembali duduk di sampingnya.
"Aku bilang, siapapun yang menyetuh air danau itu akan berubah menjadi Siren."
"Siren?"
"Putri duyung jahat dari lagenda Yunani Kuno." Jawab Myungeun.
Yein mengangguk, merek terdiam lama sampai kemudian dering ponsel Yein membuatnya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Wedding
FanficPernikahan tidak se-simple itu. Pernikahan bukan hanya tentang dirimu sendiri atau diriku sendiri. Pernikahan tidak se-egois itu, setiap orang yang menikah pasti sudah siap untuk menyatukan dua kepala yang saling bertentangan dan membuatnya menjadi...