Berulang kali Pak Ibnu memanggil, tapi masih belum kudengar respons dari Bintang. Mungkin karena panik dan khawatir, Pak Ibnu akhirnya masuk ke dalam kamar tanpa arahan dariku.
Aku menahan bingkai jendela agar tetap terbuka dan ikut memasuki kamar Bintang.
Aku memang bukan cenayang yang bisa tahu segala hal, tapi entah mengapa, seperti ada dorongan kuat yang akhirnya membawaku ke tempat ini. Dan kekhawatiranku terbukti, kulihat Bintang sudah tak berdaya dengan posisi telungkup, meringkuk di ujung ranjang.
Melihat keadaannya, seluruh tubuh terasa kebas, aku ikut luruh bersimpuh di samping tubuh Bintang.
Yang kulakukan pertama kali, menyentuh bagian samping leher untuk memeriksa nadinya. Aku seperti mendapatkan suntikan energi saat denyut nadinya masih terasa di ujung jari. Bintang mengalami Hipotermia. Suhu tubuhnya turun drastis.
Aku dibantu Pak Ibnu membalik tubuh Bintang perlahan. Gerakanku terhenti seketika saat kulihat beberapa luka memar di wajahnya. Entah apa yang sudah terjadi dengan Bintang sebelum ini. Yang pasti dia sedang tidak baik-baik saja.
Aku meraih apa pun yang ada di ranjang untuk menutupi tubuh Bintang, setidaknya untuk membuat tubuhnya sedikit hangat.
"Mas, Bangun!!! Mas, Mas!!! Panggilku pelan sambil menepuk pipi dan sedikit mengguncang tubuhnya. "Kamu kenapa, Mas?"
"Pak. Kita harus segera bawa Bintang ke rumah sakit, Pak Ibnu cari orang ya buat bantuin kita angkat Bintang ke mobil."
"Baik, Ning."
"Tolong lampu kamarnya dinyalakan dulu, Pak."
Pak Ibnu terlihat sedang mencari-cari saklar lampu. Hingga di detik kemudian, lampu akhirnya menyala.
Tepat saat Pak Ibnu membuka kunci pintu kamar, Tangan Bintang bergerak. Dan mata itu terbuka perlahan.
"Mas, kamu sudah sadar?"
Aku bertanya cukup histeris. Merasa lega bukan main saat mata itu benar-benar terbuka dan melihatku.
Dari matanya jelas terlihat kondisinya masih sangat lemah. Bintang menatapku dengan mata menyipit dan sayu.
"Nay," panggilnya dengan suara lirih dan lemah.
Aku mengangguk. "Iya, aku di sini, Mas. Ada Pak Ibnu juga. Kita harus ke rumah sakit, sekarang."
Bintang menggeleng.
"Tapi keadaanmu kayak gini, Mas. Luka di wajah kamu juga harus segera diobati."
"Obatku gak ada."
Dengan suara bergetar dan susah payah dia berusaha berbicara. Setelah itu matanya terpejam kembali.
"Pak tolong ambilkan tas khusus peralatan medis saya di bagasi sama kotak obat di sampingnya."
Sudah tidak ada pilihan lain selain mengobati Bintang saat ini juga. Aku meminta Pak Ibnu untuk mengambilkan peralatan medis di mobil.
"Baik, Ning."
Aku memperhatikan sekeliling kamar yang tampak sangat berantakan, mencari dispenser, rice cooker, heater atau alat-alat apa pun yang bisa memanaskan air. Beruntung kulihat dispenser di samping meja belajar. Namun, setelahnya aku cukup kewalahan mencari sapu tangan untuk mengompres. Di sela rasa putus asa mencari kain, akhirnya aku memasukkan air hangat ke dalam beberapa botol bekas dan meletakkannya di beberapa bagian tubuh Bintang.
Tak lama kemudian Pak Ibnu datang. Aku segera menyiapkan beberapa obat yang dibutuhkan Bintang.
"Jangan pulang dulu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
KUFU
RomanceJika pertemuanku dengannya adalah ketidak-sengajaan yang telah direncanakan Tuhan. Maka aku yakin, segalanya memiliki makna, meski kurasa semua ini terlalu menyakitkan. Layaknya selembar daun yang gugur, tentu Allah telah mengatur kapan dan di mana...