06 🍁 Kazoku

79 26 6
                                    

K a z o k u

🍂🍂🍂

Aku memikirkan cara ini begitu saja. Memutuskannya tanpa melihat lebih dulu apa yang akan terjadi jika langkah yang kuambil menemukan kegagalan, masalah, atau malah keberuntungan.

Yah, aku yang biasanya mengambil keputusan dengan sangat matang. Bisa juga menjadi orang yang ceroboh dalam situasi-situasi tertentu.

"Meda Onee-san, kekunya sudah kumasukkan dalam kulkas. Ada lagi yang bisa kubantu?" Mio bertanya semangat.

Anak itu sudah bangun sebelum nada adzan subuh berdering dari ponselnya. Ia bahkan membeli bahan masakan pagi-pagi sekali ke pasar. Padahal hari ini adalah ulang tahunnya, tapi malah ia yang mempersiapkan pesta perayaan kelahirannya sendiri.

Rambutnya yang lembut, kuusap pelan diikuti ucapan terima kasih. "Harusnya kau duduk manis di sana. Tidak perlu ikut membantu."

Mio menggeleng pelan, lantas merangkulku dengan wajah gembira.

"Aku selalu menunggu tiap tahun untuk ini. Onee-san juga kemungkinan tahun besok sudah pulang kan? Aku ingin membuat kenangan terakhir sebelum onee-san pergi."

Bukankah harusnya aku yang bilang begitu?

Aku tertawa lebar lantas membalas pelukannya.

Ngomong-ngomong tentang pesta ulang tahun. Di pesta tentu harus ada hadiah untuk si yang berulang tahun kan? Aku jadi teringat pada kotak beludur yang diberikan Akiyama Ryou dua hari yang lalu. Padahal harusnya ia tidak perlu menitipkan hadiah untuk adiknya itu padaku. Karena aku mengusulkan tempat mengerjakan tugas kami di rumah Akiyama-sensei.

Akiyama-sensei tidak bisa hadir di hari ulang tahun Mio karena harus pergi keluar kota untuk mengisi seminar. Begitu melihat kembali jadwal beliau, aku jadi teringat jika hari itu bertepatan dengan ulang tahun gadis ini. Dan yah, otakku otomatis teringat pada Mio saat diskusi kelompok menentukan tempat.

Kebetulan juga kan, aku dan Akiyama Ryou berada dalam satu kelompok. Jadi aku bisa membawanya pada ulang tahun Mio yang sudah lama tidak mereka rayakan bersama.

Suara bel rumah berbunyi, disusul suara Sayou-senpai dan Onohara-san. Sesuai rencana, aku meminta keduanya untuk datang lebih dulu sebelum Akiyama Ryou.

Semalam, aku sudah memberitahukan lokasi mengerjakan tugas secara terpisah. Sengaja tidak aku share di grup karena bisa saja Akiyama Ryou tidak setuju dan memilih untuk tidak datang hari ini. Maka aku meminta tolong pada dua orang ini agar rencanaku berjalan lancar.

Jika belum bisa membuat hubungan anak itu dan ayahnya jadi lebih baik. Setidaknya, aku bisa lebih menguatkan hubungan antara kakak beradik ini.

"Arigatou, Senpai, Onohara-san. Gomen ne merepotkan kalian berdua."

"Daijoubu, Meda-san. Kami juga senang membantumu."

Kupersilakan keduanya masuk. Meski sebenarnya aku bukan pemilik rumah ini. Tapi di waktu-waktu tertentu Akiyama-sensei membuatku bertanggung jawab atas rumahnya ketika ia pergi dan tidak pulang dalam beberapa hari. Tentunya aku juga harus mengurus dan menjaga Mio.

Mungkin karena sudah terbiasa hidup mandiri di Darul Akhyar, dan memiliki seorang adik. Aku tidak terlalu keberatan saat dimintai tolong oleh beliau.

"Jadi, ada apa sampai kau meminta kami datang lebih dulu daripada Ryou?" Onohara-san-yang ternyata seangkatan denganku-menarik kursi tanpa dipersilakan. Ia langsung mencomot cemilan buah yang kubawa dari kulkas.

"Hei, jaga sikapmu. Kita sedang di rumah Akiyama-sensei," tegur Sayou-senpai yang menjitak kepala Onohara. Yang kutahu mereka berdua pernah tinggal di satu asrama. Entah bagaimana ceritanya keduanya jadi akrab.

Aku juga tahu dari Sayou-senpai jika Akiyama Ryou tinggal dengan Onohara-san. Mungkin mereka berdua saling kenal karena Sayou-senpai.

"Bagaimana kalau dia tidak suka?" Onohara nampak keberatan dengan rencana yang baru saja kusampaikan pada mereka.

"Memang terdengar sedikit beresiko," imbuh Sayou-senpai. Ia menyandarkan punggung pada sadaran kursi makan. "Kau sudah memikirkannya matang-matang? Aku tahu niatmu baik, tapi bisa saja Ryou tidak suka. Bagaimana kalau Akiyama-sensei tiba-tiba saja datang?"

Dua orang ini sudah tahu masalah antara Akiyama Ryou dan Akiyama-sensei. Aku juga bisa dengan mudah membaca raut wajah mereka yang mengatakan, tidak keberatan membantu tapi juga tidak ingin mengambil resiko. Kupikir, semua orang sama saja. Kita pasti tidak suka berada di siatuasi yang akan merugikan diri sendiri.

Aku menggeleng tegas. Mengatakan jika sensei tidak akan pulang malam ini, dan jika memang kemungkinan terburuk datang, aku berjanji tidak akan melibatkan mereka. Akan kubuat Akiyama Ryou hanya membenciku saja.

Raut wajah Senpai dan Onohara yang sempat terlihat tidak ingin membantu, akhirnya melunak. Mereka mengembuskam napas, mungkin sedikit terpaksa juga mengiyakan rencanaku membawa Akiyama Ryou kemari.

"Kami hanya perlu menuntunnya saja kan? Baiklah," Onobara menyetujuinya. "Tapi jika dia sampai di depan rumah ini dan mendadak ingin pulang, aku tidak mau mencegahnya." Ia mengajukan sebuah syarat. Yang langsung kutanggapi dengan anggukan semangat.

Tidak masalah, lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali bukan? Mungkin setelah ini aku benar-benar akan dibenci. Tapi bukan berarti tidak ada kemungkinan juga dia akan berterima kasih. Aku tahu, karena Akiyama Ryou juga pasti sangat ingin menyerahkan kota beludur itu secara langsung pada Mio.

"Arigatou Gozaimasu, Senpai, Onohara-san." Aku berdiri dari duduk saat mereka akan bersiap pergi.

Sayou-senpai menpiskan bibir, lantas mengelus kepalaku yang tertutup kain tipis. "Doakan kami ya, Meda-san."

Dengan semangat aku menjawab "Tentu". Onohara pergi untuk menjemput Akiyama Ryou di tempat ia melakukan part time. Sementara Senpai menunggu keduanya di stasiun kereta terdekat. Jika menjemput secara bersamaan pasti terasa ganjil, jadi mereka putuskan untuk menunggu di titik yang sudah ditentukan.

Setelah keduanya pergi. Mio muncul dari balik tangga lantai dua. Ia tidak mengenakan baju yang kusiapkan, ditambah lagi wajahnya terlihat murung.

"Mio, ada apa? Kau baik-baik saja?"

Ia mengulas senyum kecil yang dipaksakan. Tanpa mengucapkan sebuah kalimat, Mio memelukku.

"Arigatou, Onee-san."

Ada desiran halus saat Mio mengucapkan kata itu. Kalimatnya begitu singkat, namun bisa kurasakan ketulusan yang sangat dalam.

Situasi ini membuatku teringat pada Bang Arsa dan Roy. Berpisah berpuluh-puluh mil jauhnya. Bahkan sempat tidak bisa kembali setahun karena mutasi virus yang mengganas di berbagai negara. Bagaimana kabar kedua saudaraku itu sekarang?

Meski tidak sedarah. Kami bertiga yakin, bahwa ikatan persaudaraan kami tidak kalah kuatnya dengan mereka yang memiliki hubungan sedarah.

Ah, apakah Akiyama Ryou juga merasakan apa yang dirasakan oleh Mio tiap tahunnya?

Kuharap, keputusan yang kuambil ini sudah tepat.

***

NA:

*Maaf belum diedit guys :') Ada dl lain yang nunggu.

*Maaf karena terlalu singkat

AKISAME [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang