S e k a i
❄️❄️❄️
Arsa memang menyuruhku untuk bertanya pada adiknya, masalah benang kusut yang belum bisa menemui titik lurus. Ia juga menambahkan informasi jika daripada dirinya, Andromeda lebih paham akan kebingunganku. Ia tentu punya jawaban yang bisa membuat mata seseorang lebih terbuka. Fokusnya tidak hanya pada Tuhan, tapi akan mengantarkanmu untuk mempunyai keinginan berkenalan dengan Tuhan.
Entah akhirnya orang yang ia tuntun akan memilih keyakinan yang mana. Andromeda membebaskan pilihan tersebut.
"Kenapa kau yakin sekali adikmu bisa membantuku?" Aku menyesap gelas air dingin yang mengembun.
Di Jepang, orang-orang memang biasa minum air dengan es batu yang banyak meski cuaca sedang dingin. Kalian juga tidak perlu membayar air yang disediakan karena semuanya gratis. Orang-orang bisa mengisi air ke gelas sesuka hati mereka.
Laki-laki yang baru saja menghabiskan makan siangnya itu mengangkat bahu sekilas. "Entahlah. Aku juga tidak tahu. Hanya yakin saja padanya."
Kalau kau tidak tahu, kenapa bisa yakin? Semua hal di dunia ini perlu alasan agar terlihat lebih meyakinkan bukan?
Obrolan kami lima hari yang lalu membekas di ingatanku. Bahkan wajah tampan orang itu juga masih tertinggal di sudut memori otak. Sial, aku jadi bersyukur karena ia ternyata kakak Andromeda. Setidaknya, orang itu tidak akan menjadikan adiknya sendiri sebagai kekasih atau pun istri. Meski aku tidak mengerti kenapa harus bersyukur untuk itu.
Tidak seperti minggu-minggu sebelumnya. Salju turun tidak terlalu deras, angin masih bertiup namun sudah tidak sekencang biasanya. Menurut ramalam cuaca, badai sudah pergi meninggalkan Osaka hari ini. Jadi, aku memutuskan untuk bertemu dengan gadis itu. Intensitas kami bertemu akhir-akhir ini jadi semakin sering. Bukan karena kebetulan, tapi memang aku yang datang menemuinya karena suatu suatu hal. Atau dia yang datang menemuiku dengan alasan tertentu.
Ketika aku pingsan dan ditolong oleh Arsa pun, sebenarnya kakiku tanpa sadar melangkah ke daerah sekitar kafenya. Kemudian jatuh tidak sadarkan diri akibat terlalu lama kedinginan di depan tempat kerja gadis itu. Memalukan.
"Ryou!"
Suara yang belakangan ini sudah kuhafal di luar kepala, tertangkap telinga. Pandanganku mengedar ke sekitar, mencari sosok manusia dengan buntalan kain yang biasa ia kenakan lebih agar lebih hangat saat berada di luar ruangan di udara musim dingin.
"Ryou!"
Ah, akhirnya ketemu! Andromeda berjalan ke arahku dengan sangat hati-hati. Mungkin karena ia menggunakan kain lebih di dalam mantelnya, gadis itu terlihat seperti seekor pinguin ketika sedang berjalan. Wajahnya tertutup kain masker, hingga hanya nampak dua bola mata keabuannya.
"Kau terserang flu?" tanyaku begitu ia sampai.
Kepala gadis itu menggeleng susah payah. "Ini hanya untuk menangkal dingin."
Selemah itu kah dia dengan hawa dingin?
"Apakah kita akan di luar saja hari ini? Aku makhluk berdarah panas, aku tidak bisa bertahan lama di luar," protesnya yang mendapat senyum kecil dariku. Tidak tahu sejak kapan, ia yang suka protes dan marah-marah terlihat menggemaskan di mataku. Ah, setibanya di rumah aku harus mengecek kembali suhu tubuh. Siapa tahu aku demam dan membayangkan hal aneh seperti ini.
"Oke, ayo kita cari tempat untuk menghangatkan tubuh." Badanku berbalik lebih dulu, meninggalkan Andromeda di belakang.
Ia tidak bersuara lagi setelah protes tadi. Sesekali bola mataku melirik ke arah belakang, hanya untuk memastikan kalau ia masih membuntuti.
"Kemarikan tanganmu." Aku mengulurkan tangan. Bukan tanpa alasan aku melakukannya, gadis ini mulai tadi kesusahan bergerak. Ia juga amat memperhatikan langkahnya agar tidak tergelincir dan jatuh. Aku hanya coba membantunya agar kami lebih cepat sampai di restoran muslim terdekat.
Andromeda memberengut, ia terlihat tidak suka. Memangnya ada yang salah? Aku tidak punya niatan lain kecuali menolong. Lagi pula tangan kami sama-sama terbungkus sarung tangan. Aku pernah mendengar jika wanita muslim tidak diperbolehkan saling bersentuhan dengan lawan jenis. Itu salah satu peraturan untuk menghindari zina. Otou-san seolah sepakat dengan aturan tersebut. Ia mengatakan, jika islam dan peraturannya seakan menjaga kehormatan wanita. Dan mengajarkan laki-laki untuk lebih menghargai perempuan.
Namun, apakah peraturan itu juga harus diikuti kalau si perempuan sedang dalam kesusahan?
"Aku baik-baik saja." Andromeda menggeleng, dan terus berjalan melewatiku. "Segini saja aku masih bisa. Jadi aku belum butuh bantuan."
Padahal ia bisa saja mengatakan yang sejujurnya, kalau keyakinannya tidak membolehkan kami untuk bergandengan tangan. Aku membuang napas kasar.
"Lalu kau butuh pertolongan kalau sudah sekarat? Apa keyakinanmu tidak memberikan kelonggaran untuk hal seperti ini? Hei, ini sedang darurat!"
Terulang lagi. Aku membuat masalah dengannya. Mempermasalahkan keyakinan Andromeda sekali lagi. Kenapa mulut ini tidak bisa dikendalikan? Mengesalkan.
Namun, bukannya marah. Andromeda malah tertawa seakan ia tidak terluka. "Ini tidak ada hubungannya dengan keyakinanku. Tentu, aturan yang Tuhan buat punya kelonggaran. Ia juga tidak memberatkan hambanya apalagi jika memang benar-benar sedang kesusahan. Tapi ini hanya pilihanku sendiri. Orang tuaku melepasku bersekolah di luar negeri, karena mereka percaya aku bisa menjaga diri. Well, aku punya prinsip yang kuat. Atau bahasa lainnya mungkin 'keras kepala'," katanya diakhiri tawa kecil.
Aku tidak mengerti.
Ini sudah kedua kalinya aku menyinggung hal yang sensitif baginya. Dua kali memperlihatkan ketidaksukaanku pada apa yang ia yakini. Bahkan secara kasar menyiratkan jika aturan agamanya tidak menolerir segala bentuk pelanggaran meski di keadaan paling sulit.
Kenapa? Kenapa orang ini seakan tidak pernah merasa kebingungan pada jalan hidupnya? Ia juga tidak terlihat ragu pada keputusan yang dibuat. Pondasi seperti apa yang membentuk karakter Ganeeta Andromeda? Apakah semua berhubungan dengan keyakinannya juga?
"Kau bisa mendapatkan jawaban dari segala kebingungan itu pada adikku."
Kalimat terakhir yang menutup pembicaraanku dengan Arsa bergema di kepala. Apakah benar, jawaban itu bisa kutemukan?
Pandanganku yang tadinya masih tertuju pada salju di aspalan jalan Osaka, mengarah kembali pada punggung gadis yang tersenyum dan melambaikan tangan pada seorang anak di depan toko roti. Mungkin kali ini, aku bisa mendengarkan perkataan selain dari diri sendiri.
"Ryou, kalau kau masih di sana, kita akan benar-benar membeku seperti es!"
Wajahnya terlihat kesal sekarang. Lucunya.
"Andromeda," panggilku yang membuatnya terlihat terkejut. Yah, kalau diingat, baru hari ini aku kembali menyebut namanya.
Gadis itu berjalan mendekat, dengan wajah khawatir ia bertanya. "Apa ini? Kau sedang sakit?"
Aku pun berpikir kalau sedang sakit. Tapi anehnya, sakit yang kurasakan kali ini tidak seperti biasanya.
"Sepertinya kita batal pergi ke restoran itu."
Mulutnya menganga lebar. "Kau sedang mengerjaiku?"
Keterkejutannya kuhadiahi kekehan kecil. "Ada tempat yang ingin kutunjukkan padamu. Jadi apakah kau mau ikut bersamaku?"
***
Nb:
*Yosh, akhirnya update. Padahal aku ga yakin tadinya. Mungkin ini part yang pendek daripada sebelum2nya ya. Tapi semoga feelnya tetep dapet. And, eng i eng kita akan segera sampai di puncak san penyelesaian. Terima kasih yang sudah mampir dan meninggalkan jejak. Aku cinta kalian ❤️
![](https://img.wattpad.com/cover/273122731-288-k337086.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
SpiritualUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...