M i t s u k e t a
🍂🍂🍂
Ada peribahasa mengatakan jika tidak ada harimau yang memakan anaknya, tetapi kejadian seminggu lalu apakah masih sejalan dengan peribahasa itu?
Aku memang pernah mendengar, orang tua dan anak kadang tidak selalu akur dan satu jalan. Orang tua bisa saja tidak memahami apa yang anak butuh dan inginkan. Meski sudah dewasa, mereka menganggap anaknya hanya bayi kecil yang masih perlu dituntun.
Sementara anak yang mulai beranjak dewasa, kebanyakan tidak lagi suka dikontrol. Mereka ingin memilih sendiri, menjalani pilihannya, bebas dari kehendak sepihak orang tua.
Sekilas aku melihat ketidak akuran Akiyama Ryou dan sensei terletak di sana. Kurangnya komunikasi. Mio mungkin termasuk anak yang penurut, jadi mungkin ia mau mendengarkan nasihat ayahnya. Berbeda dengan Ryou yang punya sifat keras kepala, hanya orang yang benar-benar bisa menyentuh hatinya saja yang mungkin bisa membuat Ryou untuk mendengarkan sebelum menolak.
Ctak
"Wadaw!" Aku memegangi kening yang berdenyut.
"Hmm, bunyinya unik juga," kata Ryou tanpa merasa bersalah.
Aku mengerutkan alis. "Kau hobi sekali ya menyentil kening orang?"
Ia melipat kedua tangannya, menatapku dengan datar. "Kau seperti nenek-nenek kalau mengerutkan kening seperti itu."
"Hei! Bocah ini!" Aku bersiap menarik kedua pipinya, namun urung karena mengingat adab yang pernah diajarkan di pondok pesantren.
Sabar, Me. Perbuatan jahat pasti punya ganjarannya. Aku meremas gelas yang sudah kosong seperempatnya dengan sepenuh tenaga.
"Semakin hari kalian semakin akrab ya," Sayou-senpai menyedot minumannya. "Aku seperti melihat perkembangan anak-anakku yang tumbuh dewasa."
Mio tertawa kecil. Gadis ini mulai sering mengikuti kami saat aku memberitahu jika Ryou juga ikut berkumpul. Ia berusaha beradaptasi dengan lingkungan kami, yang kadang lebih sering membahas masalah tugas kuliah. Mio memang sering berdalih, keikut sertaannya bersama kami untuk membiasakan diri pada lingkungan kampus yang sebentar lagi akan gadis itu jalani. Padahal aku tahu, alasan sebenarnya ia sangat jarang pergi keluar bersama teman-teman sebayanya dan memilih ikut bersama kami.
Yah, aku tidak akan melarang. Kalau Mio lebih nyaman bermain dengan kami, tidak masalah kan? Ia bahkan mudah sekali berbaur terutama dengan Onohara.
Sifat laki-laki itu yang sedikit kekanak-kanakan, membuatnya sering terlihat seperti remaja seumuran Mio. Di luar dugaanku, mereka juga lebih cepat akrab dan nyambung.
Kedekatan keduanya kadang sering mengundang tatapan menusuk dari Ryou. Ia bahkan tidak menutupi sisi protektifnya saat Onohara berada terlalu dekat dengan adiknya.
Lucu sih, mengingat sifat Ryou yang dingin dan tidak peduli pada sekitar tapi amat memperhatikan adiknya.
Ah, jadi kangen Bang Arsa.
Notifikasi dari grup alumni masuk. Seseorang mengirimkan sebuah foto dua orang yang cukup familiar di ingatanku. Meski agak samar karena angel yang diambil kurang jelas, aku coba menyipitkan mata. Mendeteksi lebih jeli siapa dua orang yang ada di sana.
Keningku mengernyit, dan yah, lagi-lagi Ryou mengambil kesempatan menyentil dahiku.
"Hei!"
Orang itu malah pura-pura melihat ke arah lain. Dih, bikin tambah emosi saja!
Setelah kiriman foto tadi, balon-balon obrolan mulai muncul secara bergantian. Banyak pertanyaan yang deras bermunculan, dan nama orang terdekatku pun disebut-sebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
SpiritualUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...