H i m i t s u
🍂🍂🍂
Sepuluh menit yang lalu, aku pikir telingaku ini salah mendengar. Mungkin dari saking frustasinya mencari cara untuk menemukan seseorang yang bermarga Akiyama, aku sampai salah mendengar marga laki-laki yang duduk tiga baris di depanku.
Tapi ternyata aku tidak sedang berhalusinasi.
Setelah ia memperkenalkan diri dengan sangat singkat, Sayou-senpai memperkenalkan ulang dengan cara yang lebih sopan tentunya.
Aku masih menolak pikiran, jika ia adalah kakak dari Mio dan anak sulung Akiyama-sensei.
Berbeda? Tentu orang ini sangat berbeda dengan adik dan ayahnya. Dua orang Akiyama yang kukenal adalah orang yang ramah dengan senyum hangat. Sungguh berbeda sekali dengan orang ketus di hadapanku.
Mungkin hanya marganya saja yang sama. Toh, pasti banyak keluarga di Jepang yang punya marga Akiyama kan? Pasti hanya kebetulan!
Akan tetapi, informasi tambahan yang dibisikkan Sayou-senpai di telingaku, lagi-lagi membuat mataku berdelik.
"Satu tambahan untukmu, Meda-san," bisiknya di telingaku. "Kalau kita sedang bersamanya, jangan pernah menyebut nama Akiyama-sensei."
Keningku mengernyit. "Doshite?"
Ia kembali menunduk untuk menyejajarkan mulutnya dengan telingaku. "Aku tidak tahu kenapa. Pastinya, sejak ibunya meninggal empat tahun lalu, hubungan ayah dan anak itu tidak pernah akur."
"Ha?" suaraku terpekik. Untungnya, tidak banyak pasang mata yang melihat ke arah kami. Akiyama Ryou terus berjalan ke kursi bagian depan. Bergabung dengan teman-temannya.
Usai memastikan si empunya inti pembicaraan tidak akan menoleh. Aku menarik lengan Sayou-senpai ke meja pojok, pas di dekat jendela.
"Jelaskan padaku!" aku memelankan suara. "Akiyama Ryou anak dari Akiyama-sensei?"
Sayou-senpai membuat mimik heran. "Kukira kau tahu karena kudengar, dulu kau pernah tinggal di kediaman Akiyama-sensei."
"Tidak!" Aku memijat bagian pangkal hidung. Setelahnya, aku menceritakan panjang lebar. Mulai dari bagaimana aku tinggal di sana. Dan pertemuanku dengan anak sulung sensei yang hanya pernah terjadi satu kali. Itu pun berpapasan, aku yang ingatannya memang tidak cukup bagus merekam wajah seseorang. Jadi selintas hanya merasa tidak asing, tapi entah siapa atau bertemu di mana.
"Kukira anak pintar sepertimu tidak punya kekurangan, ternyata kamu masih manusia ya." Sayou-senpai melipat kedua tangannya. Dengan mata terpejam, ia mengangguk-anggukkan kepala.
"Tapi memang benar. Sejak setahun bibi pergi, Ryou sudah keluar dari rumah itu dan tinggal sendiri."
Nampaknya gadis di depanku ini tidak hanya menjadi teman seangkatan Akiyama Ryou, kalau melihat seberapa tahu kisahnya tetang pemuda itu. Apa mungkin mereka sudah berteman sedari kecil? Aku ingin bertanya tapi kurang nyaman juga, karena kupikir itu sudah masuk ke ranah privasi.
Mungkin suatu saat. Ketika aku sudah sangat dekat dengan Sayou-senpai dan butuh informasi lebih untuk menjalankan misi dari Akiyama-sensei.
Kembali pada realita sekarang. Aku masih duduk di kursi paling pojok. Kukira senpai akan pergi menuju meja Akiyama Ryou, tapi ternyata ia tetap bertahan di kursi sebelahku.
Dari jarak yang cukup jauh ini, aku terus memperhatikan punggung laki-laki itu. Saking tajamnya tatapanku pada punggungnya, Akiyama sempat menoleh ke arah belakang. Mungkin dia sadar sedang diperhatikan seseorang. Padahal kukira ia tipe yang cuek dan tidak peka pada lingkungan sekitar.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
EspiritualUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...