A k i y a m a R y o u
🍂🍂🍂
"Aku mau pulang."
Kalimat itu yang kali pertama keluar dari mulut Akiyama Ryou begitu ia sampai di depan rumah. Rasa keberatan jelas terlihat di tiap lekukan garis wajahnya yang tirus. Bola matanya bahkan enggan melihat ke arahku begitu senyum kaku kulemparkan padanya.
Inginnya bilang "sorry", tapi tidak jadi. Toh, nampaknya ia tidak akan memaafkan perbuatanku.
"Mengunjungi rumah sesekali tidak masalah kan, Ryou?" Senpai membantuku.
Sementara Onohara membuat tanda jika ia tidak ingin ikut campur lebih jauh. Pemuda itu menyingkir.
Lalu, apakah aku harus menonton saja tanpa menjelaskan?
Aku—tanpa sadar—menelan saliva yang menunpuk di mulut akibat tegang. Reaksiku mungkin berlebihan, tapi percayalah. Jika kalian berada di posisiku yang rasanya serba salah sekarang, kalian akan mengerti jika salah sedikit saja mengambil tindakan. Maka bukan hanya kesempatanku mengakrabkan keluarga ini saja yang akan hilang. Tapi hubungan baik Akiyama Ryou dan Senpai kemungkinan berakhir karena permintaanku.
Sial, ternyata di dunia ini benar-benar tidak ada yang gratis. Selain oksigen yang Tuhan ciptakan untuk manusia bernapas.
"Akiyama Ryou," panggilku, namun ia malah memalingkan wajah ke arah lain.
Kalau bukan karena balas budiku pada ayahmu, kurasa lehermu itu sudah kupatahkan sejak kita pertama kali bertemu. Manusia menyebalkan.
Aku berjalan ke arah laki-laki itu lantas memintanya untuk membuka tangan.
"Apa?"
"Buka saja dulu."
"Tidak mau."
"Kalau begitu ini akan kulemparkan!" Aku mengancamnya dengan mengangkat tinggi-tinggi kotak beludru di genggamanku. Ia yang awalnya masih kesal dan tidak tertarik, langsung terlihat panik. Atau bertambah kesal ya? Entahlah. Aku kan tidak terlalu pandai menebak isi hati seseorang.
"Masih tidak mau membuka tanganmu?" tanyaku sekali lagi.
Akhirnya, ia mengulurkan tangan putih yang memerah di ujung-ujung jarinya. "Berikan."
Tapi, bukan aku namanya kalau tidak menjailin anak orang kan?
Aku menarik lagi tangan yang sempat kugantung di udara, dan mundur beberapa langkah. Tersenyum licik.
"Kalau kau tidak mengikuti apa yang kukatakan, aku akan melemparkan kotak ini."
"Kau tidak akan berani." Suara dan wajah Akiyama Ryou terlihat lebih tenang. Ia memasukkan dua tangannya pada saku mantel yang dikenakan. "Coba saja kalau kau memang bisa."
"Oh, kau menantangku? Baiklah, siapa takut!"
Senpai dan Onohara yang melihat dari belakang punggung Akiyama Ryou melarangku dengan memberikan berbagai tanda. Bibir mereka juga komat kamit tanpa bersuara. Ah, tapi mana bisa aku mundur kalau sudah ditantang begitu?
Toh, meski kotak ini jatuh terpental. Isinya tidak akan rusak sama sekali.
Aku bersiap, mengambil ancang-ancang melemparkan ke tembok rumah seberang. Mulai menghitung mundur, dan ya! Ini dia!
KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
ДуховныеUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...