Y u u k a i
🌸🌸🌸
"Kapan nih kalian bisa kumpul lagi?" Suara Gladys dari seberang membuat kami bertiga—selain Eren yang menolak ikut—saling melemparkan pandangan.
Video call dilakukan kurang lebih satu jam lalu. Kami yang baru tiga hari lalu pulang dari tempat acara, sudah rindu bersua hingga akhirnya Gladys berinisiatif untuk melakukan panggilan video dari jarak jauh. Ia pun mengajukan pertanyaan, yang sebenarnya akan sulit tercapai kalau bukan karena reuni kemarin.
Tahu sendiri kan kebiasaan rencana kumpul bersama yang berakhir dengan wacana saja? Terlebih, jarak dan asal kami cukup jauh.
"Duh, aku sudah harus balik besok sih, Dys. Tiket pesawatnya sudah dipesan sama teteh," keluh Syahlaa berwajah sedih. Diikuti Hafshah yang juga mengatakan tidak tahu bisa bertemu atau tidak karena ia sedang berada di luar pulau jawa. Tepatnya di rumah calon mertuanya untuk mengurus pernikahan dengan calon suaminya.
Aku tersenyum miris ketika disadarkan pada kenyataan. Kami yang dulunya bagai saudara sedarah seakan terikat dan tidak pernah lepas, menjadi sibuk karena urusan masing-masing setelah dewasa. Waktu berkumpul saja sangat jarang terjadi kalau bukan karena benar-benar niat ingin bertemu.
Seiring waktu, dunia yang dulunya ramai menjadi lebih sepi. Orang yang kerap kali berkumpul di sekitar, perlahan terpecah berai. Bahkan untuk tertawa santai dan lepas seperti dulu, sangatlah sulit kurasa. Tanpa disadari, kami mulai melangkah di jalan masing-masing.
Akhirnya yang awal sering bertemu, menjadi jarang bisa meluangkan waktu.
"Kapan-kapan lagi kita kumpul, Dys. Mungkin setelah wisuda atau waktu sudah punya gandengan masing-masing?" Mencoba menengahi, aku malah mendapat cebikan bibir dari gadis yang seminggu lagi harus kembali ke Turki itu.
Ia nampak ingin protes, tapi tidak disampaikan. Aku baru ingat. Kalau tidak salah, kemarin ia bertemu Guftha, apa terjadi sesuatu di antara mereka sampai membuatnya terlihat setengah kesal begini?
Syahlaa kemudian mengalihkan topik untuk mencairkan suasana. Kami banyak mengobrol, terutama gosip tentang Syahlaa yang sebelum-sebelum ini sempat menghebohkan grup angkatan. Aku sempat berapi-api di tengah obrolan karena kesal pada orang yang memfitnah temanku tanpa bukti jelas.
Hingga tidak terasa, sopir mobil taksi online yang kunaiki menyampaikan jika kami sudah tiba di lokasi sesuai aplikasi.
"Eh, Buibu. Aku harus tutup teleponnya nih."
"Loh ... Mau ke mana, Med? Ngobrolnya belum puas nih."
"Hooh, baru juga dua jam."
Buset, terus yang lama itu berapa jam? 24 jam seperti Indomaret?
Tidak menggubris rengekan mereka, aku melambaikan tangan meski tidak enak. Lantas memutuskan sambungan video secara sepihak.
Kalau tidak tega-tega banget, mereka pasti akan terus menahanku agar tidak pergi. Sayangnya, aku tidak bisa meladeni mereka sekarang. Ada janji penting yang harus kudatangi. Sudah susah payah juga aku mengancamnya agar memberitahu rahasia apa yang dia sembunyikan, mana mungkin akan kulewatkan kesempatan ini begitu saja bukan?
Aku berjalan memasuki kafe kecil di sekitar kawasan yang tidak terlalu ramai. Interiornya yang minimalis bernuansa alam menurutku cukup nyaman untuk berbincang masalah serius. Membuat pengunjungnya lebih tenang dan rileks.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
ДуховныеUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...