T o m o d a c h i
❄️❄️❄️
"Ryou!"
Bel pintu rumahku berbunyi nyaring, diikuti teriakan seorang gadis di luar sana. Ia sudah berdiri lebih dari lima menit di depan rumah, berulang kali memencet bel di sana dan berteriak. Aku heran, kenapa ia sangat gigih menungguku untuk keluar. Lagi pula, dari mana juga orang ini tahu tempat tinggalku?
"Ryooou! Buka pintunya atau aku akan mendobraknya!"
Akh. Siapa pun yang membocorkan alamat rumah ini, aku mengutuknya agar tidak bisa menikah!
"Akiyama Ryou!"
Dia ini mau merusak telinga semua orang? Tidak puas hanya dengan berteriak menyebut namaku dan memencet bel, Andromeda mulai menggedor pintu rumah. Bahaya, kalau sampai rusak aku harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk memperbaikinya.
"Hei kau! Cepat keluar sebelum kurusak rumahmu!"
"Urusai! Kau mau ditangkap karena mengganggu ketenangan warga?" Aku terpaksa membuka pintu, memperlihatkan sebagian wajahku yang memiliki lebam tidak terlalu parah dan menyembunyikan sebagian lain di balik pintu. "Kalau urusanmu menggangguku sudah selesai, silakan pulang dan jangan pernah kembali lagi."
Namun, dengan gerakan cepat gadis ini mengambil alih pintu. Mendorongku hingga terjatuh dan bersedekap, memandangku seakan ia sangat kesal akan sesuatu. Apa Andromeda masih belum melupakan ucapanku semalam? Ah, ini artinya aku akan mendapat lebam baru bukan? Luka semalam saja belum kering, kini aku harus bersiap mendapat luka baru.
Tenang saja, aku tidak akan melawan. Karena aku tahu, memang ide penelitian itu cukup gila. Aku pun memang gila karena sudah berucap kasar pada Andromeda. Yah, rasanya pantas saja aku mendapatkan semua luka ini.
Pintu ditutup, setelah Andromeda memasukkan barang belanjaannya. Ia lalu menyeretnya masuk melewatiku yang masih terduduk kebingungan. Ada apa ini? Bukankah dia datang kemari untuk membalaskan dendam atau memarahiku?
"Sedang apa kau di situ?" tanyanya tanpa mempedulikan kebingunganku. "Kau lihat ini? Ini sangat berat," lanjutnya sambil melemparkan pandangan ke arah dua kantung plastik yang ia bawa.
"Kau tidak punya niatan membantuku membawanya ya?"
"Ha?"
Andromeda memutar bola matanya diiringi helaan napas.
"Aku mau membuat sarapan sebelum kau mati kelaparan. Jadi, bisakah kau membantuku membawakan ini semua?"
Tunggu, sejak kapan aku memintanya untuk membuatkanku makanan? Dipikir-pikir lagi, sekarang jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Apakah masih pantas makan di waktu ini disebut dengan sarapan?
Meski kurang bisa membaca siatuasi sekarang. Aku mengikuti perintah gadis itu. Sedari datang juga, ia tidak menunjukkan reaksi terkejut saat melihat luka di wajah ini. Ah, mungkin Onohara sudah bercerita padanya semalam. Ia mungkin merasa kasihan padaku dan meminta Andromeda kemari untuk memeriksa keadaan temannya yang hampir sekarat semalam.
"Kau pernah makan nasi goreng?" Andromeda sudah siap dengan apron yang ia kenakan. Satu per satu bahan masakan yang dibelinya dikeluarkan dari dalam tas.
Rumah ini memang hanya ditinggali aku dan Onohara, akan tetapi kami selalu memperhatikan kebersihan setiap ruangan. Jadi aku tidak perlu malu memperlihatkan kondisi rumahku pada orang lain.
"Buat apa saja. Aku pasti akan makan," jawabku dengan sedikit usaha. Memar di wajah cukup membuatku kesulitan untuk berbicara terlalu panjang.
Menyadari hal itu, Andromeda yang tadi tengah sibuk dengan bahan-bahan yang ia siapkan menoleh ke arah meja tempatku duduk sekarang. Ia mencuci kedua tangannya lantas mengeluarkan obat, kain kasa, kapas dan perban dari kantung plastik kedua. Kemudian duduk di hadapanku sambil membuka semua barang bawaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKISAME [SELESAI]
EspiritualUpdate setiap hari Senin dan Kamis ================================= Bukan sebuah pilihan, karena aku sudah menetapkan pada siapa kapal ini akan berlabuh. *** Meda bukan sembarang menerima beasiswa dan fasilitas cuma-cuma dari Akiyama-sensei. Belaja...