Donatella Yum, biasa dipanggil Donat
Ini tentang Donat yang tumbuh di keluarga toxic. Sedari kecil, Donat selalu dipaksa menjadi nomor satu dalam segala hal, terutama bidang menyanyi. Donat harus mengesampingkan keinginannya semata-mata untuk membah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mendengar suara ringisan di dekatnya, Donatella pun menggeliat sebelum akhirnya membuka matanya. Ia mengernyit kala tak menemukan sosok Saddam di sekitarnya. Di mana Saddam? Bukankah kekasihnya berkata akan menunggunya hingga bangun?
Pandangannya jatuh pada seseorang yang tengah memunggunginya. Rupanya suara ringisan itu berasal dari sana.
"Siapa di sana?" tanya Donatella sembari mengubah posisinya menjadi duduk.
Teyo yang sedang mengobati memar di sekitar pipinya pun berbalik. "Aduh maaf, Nat. Lo pasti kebangun gara-gara suara gue, ya?"
Mata Donatella membulat. Apa yang terjadi kepada teman sekelasnya? Merasa kekuatannya sudah kembali setengah, Donatella beranjak dari kasur mendekati Teyo. Ia sontak meraih wajah Teyo untuk melihatnya secara jelas.
"Astaga, lo kenapa, Yo?"
Takut akan ada yang salah paham dengan posisi mereka, Teyo segera memisahkan diri dari Donatella. "Enggak papa, kok. Cuma memar dikit."
"Gue juga tahu itu memar. Tapi kenapa bisa?"
Alih-alih mengatakan yang sejujurnya, Teyo tersenyum dan berucap, "Tadi kena bola."
Teyo mengembalikan salep yang tadi dia gunakan ke lemari sebelum berdiri. "Mau balik ke kelas? Lagi enggak ada pelajaran, Bu Rere absen."
"Mau! Bareng, ya."
Seakan tak kapok dengan bogeman Saddam beberapa jam lalu, Teyo mengangguk dan keduanya pun melangkah beriringan menuju kelas. Sesekali, keduanya tergelak kencang sebab guyonan yang dilemparkan Donatella.
"Oh iya, jaketnya gue bawa pulang dulu, ya? Nanti habis gue cuci bersih baru gue balikin ke lo."
"Enggak usah, Nat. Gue masih ada jaket lain, kok. Itu buat lo aja, enggak papa."