"Iya, Bi. Sebentar lagi Donat turun. Donat lagi pakai sweater."
"Bukan itu yang bibi maksud, Non. Bibi mau kasih tahu kalau Den Saddam ada di bawah dan udah duduk bareng tuan-nyonya."
Donatella mengernyit. Meski demikian, ia tidak bertanya lagi dan segera mengambil bandana yang berwarna senada dengan sweaternya. Memastikan tidak ada yang tertinggal, Donatella pun melangkah keluar kamar menuju ruang makan.
"Morning, Ayang," sapa Saddam hangat membuat beribu pertanyaan muncul memenuhi kepala Donatella. Bukankah semalam Saddam tengah marah hingga tidak membalas pesannya? Lantas, mengapa Saddam kini muncul dengan wajah ceria?
"Morning." Donatella menyapa balik sembari mendudukkan diri di samping Saddam.
"Apa kabar mama papa, Saddam?"
Saddam menghabiskan makanan di mulutnya sebelum menjawab, "Baik, Tante."
"Hubungan kamu sama Sava masih renggang?"
"Mama," tegur Donatella.
Saddam mengusap punggung tangan Donatella seolah-olah tengah memberitahu kekasihnya bahwa dia tidak masalah dengan pertanyaan tersebut. Lagipula, ini bukan pertama kalinya keluarga Donatella mencampuri urusan keluarganya. "Iya, masih."
"Jangan terlalu lama menyimpan dendam seperti itu pada Sava. Bagaimanapun Sava tetap ibumu, Saddam. Dia yang bersusah payah mengandung dan membesarkanmu."
"Iya, Tan."
"Lalu, Seabury gimana?"
"Baik, Tan. Papa baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya di Italia."
Rea manggut-manggut kemudian melanjutkan menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Saddam." Kini, giliran Jaddes yang memanggil kekasih anak semata wayangnya.
"Iya, Om."
Ini yang paling Donatella benci jika Saddam ikut sarapan bersama keluarganya. Seakan tidak puas hanya mengatur dirinya, orang tuanya juga senang sekali mengatur Saddam.
"Kamu udah ada rencana kuliah di mana dan jurusan apa?"
Donatella mendengkus. Sebelum suasana di meja makan semakin tidak terkendali, Donatella berujar, "Donat ada ujian di pelajaran pertama. Jadi, tolong kita cukup makan dengan tenang. Mama sama papa enggak mau Donat telat ke sekolah, kan?"
"Makan diselingi obrolan santai enggak akan bikin kamu telat, Donat."
Donatella sontak mencibir dalam hati.
"Belum ada, Om. Mungkin nanti pas mepet baru mikir."
"Loh? Kenapa enggak mikir dari sekarang? Jangan biasain nunda-nunda gitu. Waktu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya."
Obrolan santai, katanya. Dari Hongkong, sungut Donatella dalam hati. Saking jengkelnya, Donatella sampai menggigit lahap rotinya hingga setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Donatella
Teen FictionDonatella Yum, biasa dipanggil Donat Ini tentang Donat yang tumbuh di keluarga toxic. Sedari kecil, Donat selalu dipaksa menjadi nomor satu dalam segala hal, terutama bidang menyanyi. Donat harus mengesampingkan keinginannya semata-mata untuk membah...