Selamat membaca🥺❤️
"Sendirian aja, keponakan om," celetuk Hans lalu mendudukkan dirinya di samping Donatella.
Seraya melepas earphone, Donatella tersenyum dan berucap, "Daripada di dalam overthinking, mending duduk di sini, Om."
Hans terkekeh, membenarkan ucapan sang keponakan. Berdiam diri dengan manusia-manusia seperti keluarganya hanya membuat mereka lelah serta overthinking. "Kamu dengar lagu apa?"
"Lagu buat lomba, Om. Kemarin, sih, udah fix lagunya. Tapi barusan Pak Gean kirim beberapa rekomendasi lagi, katanya suruhan mama."
"Lomba apa?"
"Biasa, Om, lomba nyanyi."
Hans menghela napas. Selalu saja begitu. Memaksakan anak melakukan hal yang sebenarnya merupakan keinginan orang tua itu sendiri. "Kenapa kamu langsung setuju? Bukannya kamu enggak pernah suka, Nat?"
"Emangnya Donat punya kesempatan buat milih, Om? Enggak punya, Om," balas Donatella tersenyum pedih.
"Maafin om, Nat. Jujur om mau banget bantu tapi seperti yang kamu tahu, mama kamu enggak bisa dilawan. Bahkan tadi aja mereka juga mojokin om soal Nava."
Donatella menepuk punggung tangan Hans. "Enggak papa, Om. Om enggak usah khawatir. Donat masih sanggup, kok. Om juga yang sabar, ya. Mungkin ini karma buruk yang harus kita bayar dari masa lalu, makanya ketemu orang-orang kayak mereka."
Bibir Hans sontak melengkung ke atas. Dia sungguh bersyukur karena Donatella masih berpikir positif setelah segala kepahitan yang harus keponakannya tersebut hadapi. Dan dia berharap semoga Tuhan akan segera memberikan sejuta kebahagiaan untuk Donatella.
Tidak ingin mengobrol lebih dalam lagi tentang Rea, Hans pun mengalihkan topik ke hubungan percintaan Donatella dan Saddam.
"Baik-baik aja, sih, Om. Cuma ya kadang Saddam posesif banget, sampai Donat kesel sendiri."
"Posesif gimana?"
"Enggak boleh ngobrol kelamaan sama cowok lain. Enggak boleh pakai barang cowok lain, walau kepepet. Banyak, deh."
Tawa Hans lantas meledak di udara. "Ya ampun, lucu banget, sih. Dia segitunya?"
"Iya, Om."
"Haha, itu artinya dia sayang banget sama kamu. Makanya sampai kayak gitu. Enggak mau kamu noleh sedikit pun ke cowok lain."
"Tapi, kan enggak gitu juga."
"Tapi, kamu sayang kan?" ledek Hans membuat semburat rona merah muncul memenuhi kedua pipi Donatella.
Hans semakin tergelak. Dia membelai puncak kepala Donatella. "Dinikmati aja waktu remaja sekarang. Yakin, deh, suatu saat kamu bakal kangen sifat posesifnya. Atau malah kamu yang geregetan karena dia enggak posesif lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Donatella
Teen FictionDonatella Yum, biasa dipanggil Donat Ini tentang Donat yang tumbuh di keluarga toxic. Sedari kecil, Donat selalu dipaksa menjadi nomor satu dalam segala hal, terutama bidang menyanyi. Donat harus mengesampingkan keinginannya semata-mata untuk membah...