Donatella | 1

593 88 148
                                    

Hai, semoga kalian betah di cerita ini! Selamat bertemu dengan Donatella🤍

Jangan lupa ramein!

Donatella semakin kencang meremas celananya begitu mendengar suara Rea—ibunya—yang semakin meninggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Donatella semakin kencang meremas celananya begitu mendengar suara Rea—ibunya—yang semakin meninggi. Bahkan ia rasa matanya kini sudah mulai memanas.

"Mau sampai kapan kamu malu-maluin mama dan papa, hah? Kenapa rasanya susah banget, sih, buat juara satu? Kamu bilang kamu enggak perlu les pelajaran lagi karena kamu udah bisa, tapi lihat ini hasilnya. Untuk kesekian kalinya, lagi-lagi kamu berada di posisi kedua."

Donatella menggigit bibir bagian dalamnya sebelum berucap dengan lirih, "Maaf, Ma. Do-Donat bakalan belajar le-lebih keras lagi."

"Dari dulu juga kamu bilang begitu, tapi sama aja, kan? Mama udah enggak percaya lagi sama kamu. Besok mama bakalan cari guru les lagi buat kamu."

Mata Donatella lantas membulat. "Ma, tap—"

"Enggak ada tapi-tapian," sela Rea lantang.

"Jad-jadwal Donat udah banyak, Ma. Senin sampai Jumat, setelah pulang sekolah Donat harus les vokal. Terus malamnya, Donat ada les Inggris. Donat udah enggak ada jadwal kosong."

Rea menatap tajam Donatella sembari berucap, "Siapa bilang udah enggak ada jadwal kosong? Satu hari ada 24 jam. Kamu sekolah dari pagi sampai jam 3 sore. Kamu mulai les vokal dari jam 4 sampai jam setengah 6. Setelah itu kamu les Inggris dari jam 8 sampai jam 9. Kamu masih punya waktu di atas jam 9."

"Tapi, kalau gitu Donat enggak punya waktu istirahat ...," ujar Donatella pelan. Ia melirik Jaddes—sang ayah—berharap bahwa ayahnya akan membantunya, tapi hasilnya nihil.

Seakan tidak terganggu dengan obrolan mereka, Jaddes masih asik menyuap lauk beserta nasi ke mulut pria tersebut.

"Bisa-bisanya kamu mikirin waktu istirahat di saat kamu masih enggak bisa jadi yang pertama?!" Suara Rea mulai meninggi.

Donatella mencubit pahanya berusaha menahan air matanya yang hendak meloloskan diri. Menurutnya, ibunya sudah keterlaluan. Bagaimana bisa seorang ibu tega merenggut waktu istirahat anaknya semata-mata untuk menjadikannya peringkat satu di sekolah?

"Donat," panggil Jaddes membuat keduanya—Donatella dan Rea—serentak menoleh ke arahnya.

Meski tidak yakin bahwa ayahnya akan menolongnya, Donatella menyahut pelan, "Iya."

"Tahun depan kamu udah kuliah. Kamu udah tahu mau ambil jurusan apa dan di mana?"

Mata Donatella lantas berbinar. Dari bulan lalu, ia sudah sangat menantikan pertanyaan ini. Sebab ia berharap dengan menjawab impiannya berarti ia akan terlepas dari tekanan yang Rea berikan—menjadi penyanyi.

DonatellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang