3: Malaise

789 104 13
                                        

Malaise

mælˈeɪz

(n.) an uncomfortable feeling that something is wrong and that you cannot change the situation

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Tsuki! Kau sudah dengar belum, kalau kita kedatangan manajer baru?"

Tsukishima yang sedang beristirahat menatap Yamaguchi dengan datar, tidak terlalu tertarik dengan topik yang diangkat oleh Yamaguchi. "Lalu, kenapa?"

Yamaguchi menggaruk belakang lehernya dengan sedikit canggung. "Ah, tidak. Aku hanya ingin memberitahumu."

Tsukishima mengangkat alisnya, tapi tidak menyahutinya. Ia tidak tertarik untuk membicarakan manajer baru, tapi jika Yamaguchi mau bicara, ia akan mendengarkan. Yamaguchi terlihat ingin bicara lagi, tapi ada keributan yang terjadi di depan pintu gym.

"Wah, ada manajer baru!" seru Hinata sembari melompat-lompat senang.

"Dia datang, Tsuki!" ucap Yamaguchi dengan semangat, lalu menarik tangan Tsukishima. "Ayo, kita berkenalan dengannya!"

Seorang gadis berambut pirang dengan dikuncir sebelah berjalan dengan malu-malu di sebelah Kiyoko Shimizu. Gadis itu berdiri dengan canggung di hadapan semua orang. Kiyoko langsung memberi isyarat kepada gadis itu agar memperkenalkan dirinya.

"Ha-halo! Na-namaku Hitoka Yachi!" ucap gadis itu dengan suara keras, tapi patah-patah. Dengan gugup, ia membungkuk di hadapan mereka. "Mo-mohon bantuannya!"

Semua orang menyambutnya dengan senang. Beberapa bahkan sudah mencoba untuk mengobrol dengan si manajer baru. Yamaguchi adalah salah satunya. Gadis itu benar-benar baik dan manis. Sepertinya, Yamaguchi bisa berteman baik dengan Hitoka Yachi.

"Tsukishima, bagaimana menurutmu mengenai Hitoka?" tanya Yamaguchi, merasa senang telah mendapat teman baru.

Tsukishima mengangkat bahunya. "Biasa saja. Memangnya kenapa?"

Yamaguchi melirik Hitoka Yachi yang sedang mengobrol dengan Hinata di ujung ruangan, sebelum menatap kembali ke arah Tsukishima. "Entahlah, Hitoka benar-benar gadis yang imut."

"Kau menyukainya, Yamaguchi?"

"Hm, entahlah. Mungkin?"

***

"Yamaguchi!"

"Halo, Yachi," sapa Yamaguchi sembari melambaikan tangan ke arah seorang gadis berambut pirang.

Yachi menghampiri mereka dan tersenyum ke arah Tsukishima. "Halo, Tsukishima."

"Hm, pagi," sapa Tsukishima dengan singkat dan padat, lalu mengambil ponselnya.

Yachi tersenyum tipis, sudah terbiasa dengan sikap Tsukishima yang dingin. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Yamaguchi dengan sedikit khawatir dan bertanya, "Bagaimana kabarmu? Apa kau sudah baik-baik saja, Yamaguchi?"

"Aku baik-baik saja, Yachi," jawab Yamaguchi sembari menggaruk tengkuk lehernya dengan canggung. "Terima kasih telah membantuku kemarin."

"Apa kau yakin? Tapi, wajahmu masih memar. Apa sudah tidak sakit?"

Yamaguchi menggeleng dan tertawa canggung. "Tidak, aku benar-benar sudah baik-baik saja. Tsuki telah mengobati lukaku kemarin."

Yachi langsung mengangguk paham dan tersenyum penuh arti kepada Yamaguchi. Yamaguchi menyadarinya dan menunduk kepalanya dengan malu. "Ah, iya. Aku hampir melupakan sesuatu." Hitoka Yachi mengulurkan sebuah kotak bekal kepada Yamaguchi dan berkata, "Ini untukmu. Kuharap, lukamu cepat sembuh."

ORPHEUS [Tsukiyama]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang