9: Nemesis

577 84 5
                                        

Nemesis

nem·​e·​sis | ne-mə-səs

(n.) (a cause of) punishment or defeat that is deserved and cannot be avoided

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kehilangan cinta pertama itu berat. Yamaguchi membenci rasa sakitnya. Ia seharusnya tidak melakukannya. Ia seharusnya tahu bahwa hal ini pasti akan terjadi.

Menyedihkan.

Napasnya memburu. Ia kelelahan. Ia berlari dari pusat perbelanjaan itu hingga ke rumahnya. Tidak mau menatap kenyataan itu lebih lama lagi.

Hitoka Yachi menghubunginya beberapa kali, tapi ia menolaknya. Bagaimana dengan Tsukishima? Laki-laki itu hanya mengirim beberapa pesan singkat yang Yamaguchi belum baca sama sekali.

Ia membaringkan dirinya di atas tempat tidurnya. Lagi-lagi, rasa sakit itu menghantam kepalanya. Ia mengambil hadiah yang seharusnya diberikan kepada Tsukishima dan menatap nanar benda itu.

"Sepertinya, aku tidak akan pernah bisa memberikan benda ini kepadanya..."

Kalung ini dibuat dengan harapan yang besar kepada para pasangan yang memilikinya. Kalung ini seharusnya bisa membantunya mengungkapkan perasaannya, tapi situasinya tidak mendukung sama sekali.

Perhiasan yang tepat untuk cinta sejati.

Yamaguchi pikir, mereka benar-benar akan bersama seperti janji mereka dahulu. Itu hanya akan terjadi, jika Tsukishima memang benar-benar mencintainya seperti dirinya. Atau mungkin ia salah? Ini bukan cinta sejatinya, tapi hanya perasaan ketergantungan kepada Tsukishima yang selalu melindunginya? Apakah itu maksud dari kata 'bersama' dalam janji mereka? Bukan cinta sejati, tapi hanya sebatas jalinan hubungan sahabat yang baik?

Tidak tahu. Ia sudah malas memutar otaknya untuk memikirkan hal lain. Pikirannya sudah terpaku kepada kekalahannya akan taruhannya sendiri, bahkan sebelum ia mencobanya. Yamaguchi duduk di atas kasurnya, lalu menatap beberapa foto dirinya dengan Tsukishima yang dibingkai di atas meja.

Waktu itu memang kejam. Ia tidak tahu, jika mereka akan menjadi sejauh ini. Dulu, mereka begitu dekat sampai-sampai ia pikir mereka tidak akan terpisahkan. Bahkan bunga yang mekar, pada akhirnya akan gugur juga. Mereka tidak sedekat itu lagi, jarak semakin lebar. Tinggal menunggu waktu saja hingga hubungan mereka menjadi orang asing satu sama lain.

Yamaguchi menangis. Ia merindukan Tsukishima. Ia rindu bagaimana laki-laki itu memperhatikan dan merawat dirinya. Ia rindu pelukan laki-laki itu saat ia terlelap. Ia rindu makanan buatan Tsukishima. Tsukishima adalah rumah baginya. Namun, semua perhatian Tsukishima itu tidak akan lagi menjadi miliknya, melainkan menjadi milik gadis itu.

Yamaguchi benci harus mengakui kekalahannya. Ia kesal harus melepaskan Tsukishima, hanya karena ia terlalu pengecut untuk mengatakannya. Andaikan saja, ia lebih cepat. Andaikan saja, ia lebih berani. Andaikan saja... ia punya kesempatan lagi.

Ia bangkit untuk mengambil ponselnya. Awalnya, ia hampir saja menekan nomor Tsukishima, tapi ia langsung mengurungkan niatnya. Yamaguchi terus-menerus mengingat sosok gadis yang telah memenangkan hati Tsukishima dan itu hanya semakin menyakiti dirinya. Ia butuh kehadiran orang lain, tapi bukan Tsukishima, sehingga ia memutuskan untuk mengirim pesan pada ibunya.

18.09 PM

Yamaguchi Tadashi

Ibu? Apa kau akan pulang malam ini?

Aku ingin berbicara denganmu...

Ibu

Yamaguchi?

ORPHEUS [Tsukiyama]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang