Pusilanimous
pu·sil·lan·i·mous | (pyo͞o′sə-lăn′ə-məs)
(adj.) lacking courage, cowardly
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sejauh ini, semuanya terlihat baik-baik saja. Ia belum bertemu dengan Miyazaki dan paham akan kebiasaannya yang buruk, yaitu bolos sekolah. Harinya sudah dimulai cukup baik dan ia ingin mempertahankannya seperti itu dengan menghindar dari laki-laki itu sebisa mungkin.
Ia memperhatikan papan tulis, tapi tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun. Matanya menatap was-was ke sekitarnya. Walau ia tahu ia aman saat ini, tapi tetap saja ia selalu ketakutan. Ia hanya tidak ingin harinya berjalan dengan buruk kali ini. Tadi pagi, ia sudah membuat Tsukishima kesal—walau ia tidak tahu pasti alasannya—dan ia juga sedang tidak mau berurusan dengan Miyazaki hari ini.
Yamaguchi yang tidak fokus memutuskan untuk mencoret-coret buku tulisnya. Pikirannya benar-benar negatif saat ini dan ia perlu melampiaskannya. Rasanya ia ingin sekali menyayat kulitnya atau sekadar membenturkan kepalanya ke dinding, tapi ia harus menahan dirinya. Ia menggigit bibirnya dan tangannya semakin kasar mencoret bukunya.
Yamaguchi Tadashi benar-benar lelah dengan kehidupannya. Ia lelah menjadi dirinya sendiri. Benar-benar memuakkan. Ia hanya ingin hidup normal seperti orang lainnya dengan keluarga yang lengkap dan teman-temannya, tanpa harus merasa ketakutan dengan orang lain. Apakah ia memang ditakdirkan untuk hidup dengan ketakutan seperti ini?
Bel makan siang berbunyi tepat di tengah kegiatannya. Ia langsung menghentikan kegiatannya, meletakkan pensilnya di atas meja, dan menutup bukunya. Kepalanya terasa sangat sakit sekarang. Akhir-akhir ini, ia selalu merasa sakit di tubuhnya, terutama kepalanya, tanpa alasan yang jelas. Ia ingin pulang saja ke rumah rasanya, tapi pasti tidak bisa.
Ia beranjak dari kursinya dan berjalan pelan ke meja Tsukishima di belakang dengan senyum yang dipaksakan di bibirnya. "Tsuki, kita makan siang bersama, 'kan?"
Tsukishima mengangkat kepalanya dan hendak menjawab pertanyaan Yamaguchi, tapi langsung diurungkannya begitu ia melihat seorang gadis asing yang sedang menghampiri mejanya. Yamaguchi menyadari tatapan sahabatnya itu, kemudian mengikutinya.
"Tsukishima, mau makan siang bersamaku?" tanya gadis itu dengan senyum manisnya.
"Ah, ya." Tsukishima beranjak dari kursinya dan mengangguk ke arah gadis itu. Ia melirik ke arah Yamaguchi dan berkata, "Maaf, Yamaguchi, tapi aku memiliki urusan dengan Aoi. Kau makan siang bersama Yachi dulu, ya?"
Tsukishima langsung berlalu dengan gadis yang namanya Aoi itu, tanpa menunggu jawaban Yamaguchi. Yamaguchi menatap kedua orang itu dengan kerutan di dahinya. Mereka berbicara dengan akrab dan saling bertukar senyum. Siapa gadis itu? Sahabatnya itu tidak pernah bercerita apa pun kepadanya.
"Yamaguchi, apa kau sudah makan siang?"
Ia langsung berbalik, ketika seseorang menepuk pundaknya. Yachi baru saja lewat di depan kelas Yamaguchi dan menemukan Tsukishima Kei pergi dengan seorang gadis, jadi ia memutuskan untuk mencari Yamaguchi.
"Belum, Tsuki makan siang dengan gadis itu hari ini," jawab Yamaguchi dengan lesu. Selama ini, ia selalu makan siang dengan Tsukishima. Rasanya akan sangat aneh, jika ia makan siang sendirian.
Yachi mengangguk paham dan langsung menawarkan diri, "Kalau begitu, mau makan siang bersamaku? Aku juga akan mendengarkan, jika kau mau bercerita."
Mendapat tawaran itu, Yamaguchi mengangguk. Ia tidak mau makan sendirian, karena akan sangat menyeramkan, jika ia tidak sengaja berpapasan dengan Miyazaki. Mereka berdua memutuskan untuk makan siang di atap yang jarang didatangi oleh murid-murid lainnya.
"Kau mau bercerita sesuatu kepadaku?" tanya Yachi, ketika mereka sudah mengambil tempat duduk di ujung atap. "Wajahmu itu jelek sekali sekarang, Yamaguchi."
Laki-laki berwajah manis itu hanya bisa manyun, ketika mendengar komentar temannya itu. Ia menghela napas perlahan. Pemandangan Tsukishima dengan gadis itu masih segar di ingatannya. Terasa sangat aneh, mengingat Tsukishima tidak pernah menyukai kehadiran orang lain di sekitarnya, kecuali dirinya.
"Rasanya sangat aneh melihat Tsukishima mau tersenyum kepada orang lain," ujar Yamaguchi pelan sembari memakan bekal yang ia dapat dari Yachi tadi pagi.
Yachi yang juga sedang memakan bekalnya mengangguk dan membalas ucapannya, "Aku tahu. Mereka berdua terlihat akrab tadi." Ia lalu menatap ke arah Yamaguchi lekat-lekat. "Katakan padaku, kau ini sebenarnya menyukai Tsukishima 'kan, Yamaguchi?"
Yamaguchi terkejut dengan ucapan gadis itu yang sangat terus terang. Ia seperti baru saja tertangkap basah dan wajahnya mulai memerah sehingga ia menunduk agar Hitoka Yachi tidak bisa melihat wajahnya. Ia hanya bisa mencicit pelan, "I-itu tidak.."
"Kau tidak perlu gugup seperti itu. Semua orang di klub bisa melihatnya sendiri, Yamaguchi." Hitoka Yachi tertawa melihat reaksi Yamaguchi.
"Memangnya, terlihat sangat jelas?" seru Yamaguchi yang semakin malu.
Yachi mengangguk. "Aku yakin, semua orang bisa melihatnya. Hanya kau yang bisa mengobrol akrab dengannya dan Tsukishima selalu memperdulikanmu. Kau beberapa kali memerah di dekat Tsukishima dan kukira, kalian berdua merupakan sepasang kekasih..."
Yamaguchi menggigit bibirnya dan menggeleng pelan. "Tidak, Tsukishima tidak menyukaiku. Ia hanya menganggapku sebagai seorang sahabat yang harus ia jaga. Lagipula, Tsukishima pasti tidak menyukai laki-laki. Aku sudah melihatnya sendiri."
"Apa kau yakin?" tanya Yachi. "Apa kau yakin, dia hanya menganggapmu sebagai sahabat? Kau bahkan belum mengatakan apa pun kepadanya."
Yachi benar, tapi lebih baik tidak berkata apa pun. "Tidak, tidak apa, Yachi. Biarkan saja semuanya seperti ini. Aku tidak mau perasaanku hanya akan menghancurkan hubunganku dengannya. Aku selalu merepotkannya selama ini. Bagaimana jika ia menjadi jijik dengan diriku?"
"Menurutku, tidak ada salahnya mencoba..."
Yamaguchi menggeleng dan menyahutinya, "Aku tidak bisa, Yachi."
Ia sebenarnya tidak mau membicarakan masalah ini dengan siapa pun, tapi sepertinya tidak apa bercerita kepada Hitoka Yachi. Lagipula, Hitoka Yachi adalah salah seorang yang bisa ia percayai juga, selain Tsukishima.
"Aku muak dengan diriku sendiriku, Yachi," Yamaguchi berkata dengan suara bergetar. "Aku tidak akan pernah bisa mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku tidak mau kehilangan sahabatku dan menjadi sendirian lagi."
Ia mengatur napasnya sebentar, lalu melanjutkan, "Aku tidak mau membuatnya khawatir, jadi aku selalu mencoba untuk tersenyum di depannya. Aku tidak akan apa-apa, Yachi."
"Aku tahu Tsukishima sangat berarti bagimu, Yamaguchi," balas Yachi. "Tapi, kau tidak merasa seperti kau sedang membohonginya?"
Bohong? Tentu saja, ia sudah banyak berbohong kepada Tsukishima. Ia bohong, jika ia bilang ia baik-baik saja selama ini. Sebenarnya, ia ingin sekali jujur mengenai hal ini kepada sahabatnya itu. Namun, bayarannya terlalu mahal baginya untuk berkata jujur, jadi ia selalu mengurungkan niatnya. Lagipula, memangnya ia memiliki pilihan lain?
"Aku tidak masalah untuk berbohong, jika ini bisa membuat hubunganku dengannya baik-baik saja," sahut Yamaguchi dengan tersenyum getir. "Semua pasti akan baik-baik saja."
Yachi ingin berkata-kata lagi, tapi Yamaguchi menggeleng pelan. Kata-kata terakhirnya adalah final dari topik pembicaraan ini. Yamaguchi Tadashi tidak mau membicarakan hal ini lagi. Topik pembicaraan ini hanya akan membuat kepalanya semakin sakit.
Yachi menghela napas panjang. Kalau sudah seperti ini, lebih baik ia menutup mulutnya saja. Terkadang, diam dan memperhatikan jauh lebih baik, dibandingkan bicara dan membuat masalah baru. Mereka berdua kembali menyantap makanan mereka dalam diam dan Yachi diam-diam memperhatikan temannya itu hingga bel kembali berbunyi. Di tengah langkah mereka menuju kelas, Yachi selalu mendengar laki-laki itu bergumam dengan suara pelan.
"Semua pasti akan baik-baik saja, kan?"
***
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
ORPHEUS [Tsukiyama]
FanficYamaguchi Tadashi mungkin memang dilahirkan sebagai seorang anak laki-laki pengecut. Takdir mempertemukannya dengan Tsukishima Kei di waktu yang tepat. Walau ia memiliki Tsukishima Kei di sisinya, tidak semua dalam kehidupannya selalu berjalan denga...