LPH #23 KEKUATAN TANGAN KANAN

916 22 12
                                    

(POV Yandi)

Setelah turun dan membayar driver go-jek yang mengantarku berangkat ke sekolah pagi ini, aku langsung melesat menuju gerbang sekolah dimana Pak Sobri sudah nyaris menutupnya. Pak Sobri melihatku berlari menuju ke arahnya. Tolong pak, jangan sampai aku bolos sekolah lagi. Enam hari sudah aku tidak masuk sekolah akibat luka yang kuderita seusai dikeroyok anak buah Leo cs. Tapi aku bingung juga karena seolah Pak Sobri menungguku untuk masuk dan ketika aku berlari melewatinya dan sukses berada di dalam halaman sekolah, aku menoleh ke arah Pak Sobri satpam sekolah.

"Makasih pak!" teriakku.

Dia tersenyum dan mengacungkan jempol kepadaku. Aku tersenyum senang. Ternyata efek berlaku sopan dengan Pak Sobri dengan mencium tangannya setiap aku masuk gerbang membuat aku jadi akrab dengan beliau.

Sudah jam 7.10. duh mana jam pertama hari pelajaran Fisika, ketemu lagi sama Bu Wahid yang killer. Suara berisik akibat pintu kelas yang kubuka terlalu keras membuat semua teman di kelas menatapku. Bu Wahid yang sedang berdiri di depan kelas menatapku tajam. Aku menghampiri Bu Wahid memasang muka melas dan menunduk.

"Maaf bu Yandi telat."

"Yasudah cepat duduk sana." jawab Bu Wahid dengan wajah masam.

Wow, Bu Wahid yang terkenal cerewet tumben sedang malas menanyai murid yang datang terlambat. Kulihat Vinia duduk sendiran, dia tersenyum melihat kedatanganku. Sudah seminggu ini aku tidak bertemu Vinia. Aku membalas senyumannya.

"Halo Vin." Bisikku saat melewati Vinia karena aku duduk di kursi dekat tembok alias kursi di sebelah kiri. Sementara Vinia duduk di kursi sebelah kanan.

"Hai yan." Balasnya juga dengan suara berbisik.

Setelah aku duduk di kursi, Bu Wahid lalu menjelaskan halaman-halaman di buku materi + soal Fisika kelas 1 yang harus kami pelajari dan selesaikan soal-soalnya. Di akhir jam pelajaran kedua, buku soal harus dikumpulkan. Bu Wahid meminta Bagas, ketua kelas agar nanti membawakan buku-buku soal yang sudah dikumpulkan, ke mejanya yang berada di lantai 2 gedung guru. Selesai menjelaskan tentang tugas yang ia berikan, Bu Wahid lalu pergi.

"Eh serius nih Bu Wahid gak ngisi pelajaran hari ini?" tanyaku ke Vinia.

"Yoi, tadi sebelum lo masuk, Bu Wahid bilang ada rapat pagi ini jadi beliau meninggalkan tugas untuk dikerjakan semua siswa."

"Rapat guru? Tumben. Rapat kok pagi benar. Tapi bagus deh. Bisa santai sampai jam setengah sembilan."

"Santai apaan kita dapat tugas ngerjain 5 halaman nih. Baru juga masuk langsung dapat tugas kek gini, mana ketinggalan pelajaran Fisika banyak lagi nih." Keluh Vinia manyun sembari berpangku tangan.

"Hehe tenang, kalau Fisika mah Zen jago. Kita tinggal nyalin kerjaan dia."

Aku lalu menengok ke belakang kea rah tempat duduk Zen dan Yosi. Eh teman yang kuharapkan bisa membantu justru nampak sedang tiduran di atas meja. Boro-boro ngerjain, lha Zen malah tiduran di atas tasnya yang ia taruh di meja. Aku lihat Zen duduk sendirian di meja belakang. Yosi yang sebangku dengan Zen gak kelihatan. Kemana dia? Apa masih belum sembuh lukanya? Perasaan dibandingan dengan Yosi, kondisiku jauh lebih parah. Kemarin sore dia juga datang ke rumah sakit padahal f4 uda janjian ketemu di rumah sakit untuk mendengarkan cerita Xavi tentang hasil pertemuan antara mamanya dengan pihak sekolah. Sepertinya Yosi masih merasa sakit hati dengan perkaatan Xavi tempo hari. Fiuh, semoga tidak ada perang dingin diantara Yosi dan Xavi.

"Ehms sepertinya sang professor sedang ngantuk berat haha," Kata Vinia yang ikut menengok ke arah meja Zen. "eh Yosi juga gak ada?" lanjutnya.

"Sepertinya mencret Yosi kambuh. Vin, kamu udah nengok Xavi?"

"Sudah. Semalam jam 9 dari bandara gue langsung ke rumah sakit."

"Jam 9 malam? Bukannya uda gak boleh besuk jam segitu?"

"Iya sih, tetapi pasien kelas eksekutif macam Xavi asal dia mau terima tamu, suster sih oke-oke aja."

"Oh jadi kamu uda tahu ya kalau Xavi itu anak orang kaya?"

"Udah. gue sering chat sama Xavi di WA. Lha kalian semua kalau gue nanya di grup gakk pernah ada yang jawab kecuali Xavi. Yadah mending gue chat pribadi dengan Xavi. Dia cerita semuanya, mulai dari dia diserang siswa tak dikenal hingga masuk rumah sakit sampai cerita tentang hasil investigasi penyerangan Xavi versi sekolah. Yan, kamu keren banget bisa selametin Xavi. Yosi dan Zen juga keren karena membela dan mencari tahu tentang pelaku meskipun akhirya kalian bertiga mesti berkelahi dengan para bajingan di sekolah ini. pokoknya kalian itu sahabat yang benar-benar luar biasa dan itu membuat Xavi benar-benar terharu. "

"Apa yang kami lakukan itu sebuah tindakan yang wajar kok kalau ada sahabat kita yang disakiti oleh orang lain. apalagi diserang dengan brutal sepeti yang dialami Xavi."

"Gak Yan, gak semua teman akan berani menempuh cara yang seperti kalian pilih."

Aku tersenyum mendengar perkataan Vinia, Vinia juga tersenyum lalu membalik-balik buku soal Fisika.

"Xavi juga cerita tentang alasan kenapa selama ini dia menutupi identitasnya sebagai siswa dengan orang tua terkaya di sekolah ini, gilaaa temen kita si sapi ternyata anak tunggal seorang Presdir Freepot haha. Eh Xavi ding, gue jadi takut nih kelepasan manggil Xavi dengan sapi di depan tante Clara." Lanjut Vinia.

"Hahaa, udah ketemu sama mama nya Xavi?"

"Udah ya waktu semalam pas gue jenguk Xavi, gue ketemu sama nyokap Xavi. Bayangan gue tentang tante Clara yang tegas dan galak kalau tampil di TV seolah hilang. Pas ketemu di rumah sakit kemarin beliau tampil santai, keibuan meskipun aura kecantikan dan ketegasan Tante Clara masih terpancar kuat, makin kagum gue sama beliau."

"Ya gue juga setuju. Dan satu lagi sangar, kamu juga tahu kan apa yang Tante Clara lakukan kepada Pak Albert dan Pak Robert? Hukuman yang mereka terima sadis banget."

"Menurut gue wajar, karena ibu manapun di dunia ini pasti tidak akan rela anaknya disakiti, apalagi disakiti dengan cara se bar-bar para pelaku lakukan."

Aku tersenyum dan mulai mengeluarkan buku soal Fisika dan ala tulis. Kemudian mulai membuka halaman yang diminta Bu Wahid untuk kami kerjakan.

"Duh mati. Lima halaman soalnya tentang hukum utama hidrostatis, hukum pascall, hukum Archimedes, hukum stokes. Ini sih mau ngawur jawabnya juga susah. Minimal kita mesti belajar dulu bab tentang fluida statistik baru bisa jawab soal-soal seperti ini." kataku sambil garuk-garuk kepala.

"Hahaha samaa. Gue juga gak bisa kalau langsung suruh ngerjain."

Kami berpandangan lalu tertawa bersamaan. Aku mengedarkan pandangan ke teman sekelasku. Ada yang masih asyik ngobrol. Ada yang malah buka laptop, ada yang main handphone. Bahkan Kevin yang kini duduk dengan Queena di kursi paling belakang di deretan ujung yang biasa ditempati Leo dan Gom, mereka nampak duduk sampai menempel kedua lengan mereka. Intim sekali sepertinya mereka berpacaran. Ah bodo amat. Gom sama Leo kemana ya? Apa Leo bersiap ikut pindah ngikut bapaknya? Sementara dua siswa paling pintar dalam kelasku, Asha dan Tinka sepertinya serius mengerjakan soal-soal.

"Yan," Vinia memanggilku.

"Ada apa?"

"Kalau kalian bertiga sampai sedemikian rupa membela Xavi, lalu kalau misalnya ada cowok
yang nyakitin hati gue, kalian juga bakalan membela gue gak?hihihi."

"Nyakitin hatimu? Pacarmu nyakitin kamu? Ya jelaslah kami pasti bantuin. Sini kasih identitas pacarmu, biar kami yang urus hahaha."

"Hahaha.pacar? gue masih jomblo keles."

"Masak penyanyi muda pendatang baru yang sedang naik daun, masih jomblo sih."

"Yeeee, gak percaya. Lagi ribet banget gue sekarang, sibuk rekaman album perdana ditambah lagi ada show off-air yang mayan padat. Dari ijin gak masuk 3 hari bisa molor jadi enam hari kayak kemarin tuh. Kalau gue terlalu sibuk, kasian tar pacar gue gak pernah dapat jatah haha."

"Hah? Jatah? Jatah apaan?"

Vinia tertawa makin keras sampai menutupi mulutnya.

"Enggak-enggak lupain. Gue belum minat punya cowok sekarang ini. yang perkataan gue tentang cowok yang nyakitin gue itu Cuma misalnya kok. Eh gue mau ke kamar kecil dulu sekalian mampir kantin buat beli snack. Lo mau nitip gak?"

"Nitip air mineral botol yang dingin aja."

"Oke. Yan?" tanya Vinia setelah berdiri.

"Lo gak nawarin diri buat ngawal gue gitu ke kamar mandi? Tar kalau ada yang nyerang gue gimana." Ujar Vinia dengan muka serius.

Hah, ngawal Vinia pergi ke kamar kecil?

"Hahha serius banget jadi orang! Kalem," lanjut Vinia

"Sial, ni uang buat beli air mineral," Kataku sambil menyerahkan uang Rp 5 ribu.

"Udah gak usah, gue yang bayarin," ujarnya lalu pergi.

Dasar Vinia, diluar sisi keartisannya, dia teman yang menyenangkan. Gak heran banyak orang yang menyukai Vinia. Entah disukai karena suara dan performanya yang keren di panggung, karena keramahannya atau karena fisiknya yang memang menarik. Secara bodi, kalau gue amati secara diam-diam dada Vinia tergolong standar tidak besar tidak kecil juga. Lekukan pinggulnya tidak terlalu lihat karena ia mengenakan seragam dan rok yang agak longgar di badan. Pokoknya ramping. Tapi diluar kestandaran bodi Vinia, dia cantik tentu saja. Udah gitu dia punya sifat tomboi dan cuek. Sifat yang membuatnya gampang akrab dengan teman cowok. akrab dengan teman cowok? sial jadi keinget kejadian tempo hari waktu aku gak sengaja ketemu dengan Dita di Mall Biru.

Ya waktu itu aku berniat menghindar tetapi karena rupanya Dita juga melihat dan memanggilku, aku tidak bisa menghindar. Sebenarnya aku sendiri juga bingung kenapa tiba-tiba aku menghindari Dita. Kalau melihat Dita jalan sendirian atau jalan dengan teman ceweknya mungkin aku tidak akan menghindar, tetapi aku bisa melihat sendiri bagaimana Dita nampak enjoy sekali jalan berdua dengan cowok sampai gandengan tangan, peluk-pelukan meskipun ya sepertinya Eko sih yang pegang-pegang tangan dan meluk-meluk pundak Dita, tapi Dita juga gak menolak sih di pegang tangan maupun di peluk pundaknya sama cowok tersebut. Aku cemburu? Entahlah.

Saat kami bertemu di mall dan ia memanggilku, mau tak mau aku pun berhenti dan menghampirinya. Dita kemudia menanyakan banyak hal mulai dari kenapa aku gak pernah balas WA -nya ? aku jalan sama siapa? Ke mall ngapain? Sampai akhirnya Dita tiba-tiba memegang pipiku yang agak bengkak di depan Eko dan bertanya aku kenapa. Aku bingung dengan reaksi Dita karena toh aku bukan pacarnya. Aku nyaris kelepasan bilang mo nonton film di XXI, tapi aku langsung bilang baru selesai nonton film dan mau pulang. Karena kalau aku bilang mau nonton film, bisa-bisa Dita mengajakku nonton film bareng dengan mereka. Kalau itu terjadi pasti aneh sekali rasanya. Dan aku juga yakin cowok yang sedang jalan dengan Dita gak suka kalau tiba-tiba aku ikut nonton film bareng.

Sekilas aku melihat tatapan Eko yang tidak bersahabat karena Dita menjelaskan ia sebagai teman masa kecilnya kepadaku. Kami bersalaman singkat, aku menyapanya ramah dengan mengenalkan nama, sementara Eko cuma diam dan membalas jabatan tanganku dengan dingin. Ini sih sudah pasti Eko tidak suka dengan kehadiranku.

Setelah bersalaman dengan Eko dalam suasana yang tidak enak, aku mohon diri. Dita sempat ingin mengucapkan sesuatu namun Eko langsung menarik tangannya dengan alasan mesti cepat beli tiket film sebelum kehabisan. Aku sih gak masalah Dita mau jalan dengan siapapun, karena memang kami Cuma temenan. Meskipun yah aku akui aku agak gak suka melihat dita jalan dengan cowok lain, haha. Kamu siapanya toh Yan. Gadis semanis Dita pasti banyak yang suka. Lagipula aku sudah bersikap tidak baik dengan Dita karena beberapa kali dia WA mengajakku jalan atau sekedar bertanya kabar, aku hanya membaca dan tidak membalas WA-nya sama sekali.

Fiuh, sama seperti Vinia yang sibuk dengan karir dan tidak berpikir untuk punya cowok saat ini. Aku juga sepertinya belum ada waktu untuk mencari pacar karena situasi gesekan antara teman-temanku dengan kelompok Leo dan Oscar yang bisa terjadi sewaktu-waktu, membuat energi dan pikiranku habis terkuras. Meskipun dalam hati pengen juga punya pacar, ya minimal dengan punya pacar aku memiliki peluang jikalau nanti aku mimpi basah lagi aku memimpikan maen enak-enak dengan pacarku.

Ting.

Terdengar notifikasi ada pesan WA masuk di ponsel yang kuletakkan di meja. Karena sedang tidak ada guru aku jadi berani naruh ponsel di atas meja. Kubuka pesan yang masuk, waw baru aja selesai di pikirin, Dita kirim WA.

LELAKI PEMBENCI HUJAN (RE-MAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang