LPH #34 MASA LALU, MASA SEKARANG, MASA DEPAN

724 20 5
                                    

(pov : Yandi)


"Remaja 16 tahun meninggal...."

Penggalan perkataan pak Tarmiji membuat kami berenam terdiam merenung, entah apa yang teman-teman pikirkan tetapi ucapan pak Tarmiji terasa getir buatku. 16 tahun berarti seusia denganku. Usia transisi yang sangat rentan. Kami tidak bisa disebut anak kecil lagi, namun juga belum bisa disebut orang dewasa. Sering aku mendengar, membaca ungkapan bahwa masa SMA adalah masa pencarian jati diri. Dalam hati aku tertawa getir, mencari jati diri? Darimana aku tahu bahwa aku yang saat ini adalah jati diriku yang sebenarnya ? Kalau bukan, darimana aku tahu bahwa aku telah salah menilai diriku sendiri? Siapa dan apa yang menjadi standar "normal" buat remaja seperti kami ? Agama? Norma ? Etika ? Budaya? Lingkungan? Kebenaran apa yang seharusnya kami jadikan pegangan bahkan panutan ?

Panutan paling awal tentu saja adalah orang tua, keduanya adalah "role model" yang membuat alam bawah sadar kami mengikuti keduanya. Dari sosok ibu aku belajar dan mencontoh tentang kesabaran, kasih sayang tanpa pamrih, kelembutan dan kesetiaan. Sementara dari sosok ayah aku belajar tentang artinya menjadi seorang laki-laki dalam hal kekuatan, ketegasan, pengorbanan, keuletan dan pelindung. Aku merasa bersyukur tumbuh dikelilingi orang tua yang memilliki sifat yang menurutku sesuai dengan standar atau norma yang berlaku di masyarakat.

Lalu bagaimana dengan role model yang dimiliki pak Tomo muda, Ilyas dan ratusan remaja yang bersekolah di tempat ini 30 tahun yang lalu? 16 tahun namun perilaku mereka sungguh terasa "tidak normal"? Tidak ada orang tua di dunia ini yang menginginkan anaknya menjadi orang jahat, kasarannya seorang maling pun tidak ingin anak kandungnya tumbuh menjadi seorang maling.

Degh.

...Tidak ada orang tua di dunia ini yang menginginkan anaknya menjadi orang jahat, kasarannya seorang maling pun tidak ingin anak kandungnya tumbuh menjadi seorang maling...

Pemikiranku tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar yang muncul tiba-tiba dalam benakku dan membuatku sendiri ragu dengan pemikiranku tersebut. Bagaimana jika memang ada "oknum" orang tua yang membesarkan anaknya dengan harapan yang tidak biasa atau katakanlah menyalahi aturan norma sesuai standar orang tua pada umumnya? Seorang perompak membesarkan anaknya sebagai seorang perompak agar kejayaannya di samudera bisa diteruskan oleh anaknya. Koruptor yang membesarkan anaknya sebagai koruptor agar tetap melanggengkan korupsi agar kekayaan keluarga selalu melimpah. Ketua Mafia yang membesarkan anaknya menjadi mafia agar meneruskan kedigdayaannya di dunia hitam. Bandar narkoba membesarkan anaknya sebagai pengedar narkoba untuk meneruskan bisnis keluarga.

Kenapa pemikiran salah dari para orang tua yang memiliki profesi mengerikan tersebut masih sampai sekarang? Apakah mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah orang jahat dan yang mereka lakukan itu salah ? Apa jangan-jangan mereka memiliki persepsi bahwa yang mereka lakukan adalah suatu bentuk kebenaran dan bukan sesuatu yang salah ?

Pikiranku benar-benar tidak bisa menjangkau itu semua, yang ada malah membuatku semakin seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa. Untuk saat ini aku memang tidak bisa menjawab pemikiran-pemikiran tersebut, namun aku yakin, semakin lama aku berjalan di bumi, perlahan kesadaranku semakin berkembang seiring dengan kedewasaaan yang bisa aku peroleh dengan banyak cara, meskipun tidak semuanya dengan cara yang baik melainkan cara yang penuh dengan rasa kegetiran dan kehilangan seperti ketika aku kehilangan kedua orangtuaku.


"Setelah pak Tomo mengalahkan Ilyas, itu berarti pak Tomo menjadi bajingan terkuat di antara semua murid kelas 1 pak?" Tanya Jimi dan membuatku terbangun dari pergulatan pemikiranku sendiri.

Pak Tarmiji mengangguk. "Mengalahkan Ilyas menjadi puncak pengakuan setelah seminggu penuh, dia terlibat perkelahian dengan para siswa kelas 1 yang mengaku mereka adalah yang terkuat. Tomo menggunakan momentum itu untuk mengincar kelas yang lebih tinggi yakni para bajingan terkuat dari kelas 2. Dan seperti cara yang sebelumnya Tomo lakukan, setiap hari ia terlibat perkelahian selama 1 bulan penuh dengan siswa kelas 2 namun Tomo tetap tidak terkalahkan hingga akhirnya ia berhadapan dengan siswa dari kelas 2 paling ditakuti yakni Indra. Ini yang namanya Indra."

Pak Tarmiji menunjuk ke sebuah foto yang menunjukkan seorang remaja berkacamata warna coklat, berambut klimis namun memiki luka bekas sayatan dari ujung mulut naik hingga melewati pipi sebelah kiri. "Foto ini adalah foto terakhir Indra karena setelah setelah naik ke kelas 3, Indra tidak pernah datang lagi ke sekolah. Tidak ada seorang pun yang tahu keberadaan dan alasan Indra tidak pernah muncul lagi. Banyak yang bilang menghilangnya Indra karena buntut dari kekalahannya saat berduel dengan Tomo. Sebelum mereka duel di dalam kelas 1H, katanya ada semacam perjanjian di antara keduanya bahwa siapapun yang kalah harus keluar dari sekolah untuk selamanya. Saat bapak tanya apa benar ada perjanjian seperti itu ke Tomo, dia tidak pernah menjawabnya tegas."

"Indra itu kuat pak? Maksud saya jago berantem?"

Pak Tarmiji melesakkan puntung rokoknya di asbak kemudian menyalakan rokok sebatang lagi,"Bapak tidak akan menawari kalian rokok lho ya, rokok filter ini hehe. Bapak kalau gak ngrokok, bapak tidak bisa mengingat-ingat dengan jelas peristiwa 30 tahun lalu. Untungnya bapak punya koleksi foto anak-anak sini. Tidak semua bapak punya sih, hanya siswa yang menarik perhatian bapak dalam hal kenakalannya. Oia, kalau kalian mau ngrokok disini silahkan," katanya sambil menghisap rokoknya dengan khidmat.

"Ah kenapa gak bilang dari tadi pak. Udah asem ni mulut." sahut Astra gondok. Lalu kelima temanku tanpa dikomando langsung mengeluarkan rokoknya masing-masing termasuk Zen.

"Yan, kamu gak ngrokok?" tanya pak Tarmiji karena hanya aku satu-satunya yang tidak merokok.

"Enggak pak, saya gak bisa menikmati rokok. Dulu pas SD kelas 6 pernah nyoba belajar ngrokok, baru berapa hisapan, saya sudah batuk-batuk hebat dan sesak nafas. Sejak saat itu saya tidak tertarik dengan yang namanya rokok." kataku.

Pak Tarmijo tertawa terkekeh. "Hoi kalian yang merokok, duduk sana dekat jendela biar teman kalian gak jadi perokok pasif." kelima temanku langsung menuruti perintah pak Tarmijo. Zen dan Jimi duduk di lantai dekat pintu, sementara Wira, Astra dan Abas duduk di kursi sofa yang dekat jendela. Dan kemudian pak Tarmiji bertanya, sampai dimana obrolan mereka. "Sampai seberapa kuat Indra pak." ujar Abas cepat.

"Seberapa kuat ? Indra pada saat itu menyandang gelar juara tinju amatir tingkat pelajar se-propinsi. Kalian tahu kan betapa tangguhnya orang yang punya basic boxer? Tomo nyaris kalah saat berduel dengan Indra. Tomo yang beringas tidak punya basic bela diri apapun, dimana hanya bermodal kekuatan fisik yang serba hantam dan hantam jelas kewalahan berhadapan dengan Indra. Indra dengan mudah menari-nari menghindari pukulan dan sergapan Tomo sembari mengirim 1-2 pukulan kombo yang membuat pelipis Tomo sobek dan mata bengkak. Darah mengucur deras membasahi muka Tomo. Di saat semua lawan Indra terkapar TKO ketika menerima kombinasi jab & uppercut andalan Indra, Tomo masih bisa berdiri tegak meskipun kakinya gemetar. Merasa berada di atas angin, Indra justru mengendurkan kewaspadaan.

LELAKI PEMBENCI HUJAN (RE-MAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang