Bab-bab berikutnya bisa diakses di KBM Nia_Andhika. Di KBM sudah sampai bab 34.
***
"Kenapa ayah dan ibu tidak menceritakan semuanya kepada Syifa?" tutup Syifa setelah ia bercerita panjang lebar tentang apa yang ia alami beberapa hari yang lalu kepada kedua orang tuanya. Siang itu Syifa memang berkunjung ke rumah orang tuanya dengan diantarkan oleh Ical. Namun suaminya tak tinggal cukup lama di sana karena harus segera kembali untuk bekerja. Ada hal lain yang harus ia lakukan, mengirim upah pekerja tembakau yang biasanya dilakukan oleh Rajasa. Pria itu memang mengambil alih beberapa pekerjaan sepupunya selama Rajasa menjalani perawatan.
Sebenarnya ayah Rajasa bisa melakukannya, namun pria itu tak jarang juga harus mengurus perawatan Rajasa. Jadi pekerjaan yang sudah tak sanggup ia lakukan akan ia berikan kepada Ical untuk sementara waktu.
Rasyid, ayah Syifa mendesah lelah. Senyum teduhnya perlahan muncul di wajah tuanya. "Itu adalah masa lalu suamimu, Nak. Hanya masa lalu. Setiap orang punya masa lalu. Untuk apa membahas hal itu. Yang terpenting adalah bagaimana hubunganmu dengan suamimu saat ini."
"Ical pria yang baik. Ayah mengenalnya sejak masih kecil karena kamu tahu sendiri ayah bekerja pada keluarganya. Kesalahan yang dia lakukan adalah salah memilih gadis yang akan diperistri."
"Tapi kenapa tanggal pernikahan kami harus sama dengan tanggal pernikahan Mas Ical dengan gadis itu?"
"Memang kenapa? Tidak ada yang patut dipertanyakan. Hanya kebetulan saja hari itu adalah hari yang baik, ayah dan seluruh keluarga sudah menyepakatinya. Misalkan kami mengajukan tanggal berbeda, mereka juga tidak masalah."
"Tapi Mas Ical tidak mencintaiku, Yah. Masih ada nama gadis itu di hatinya." Syifa masih keras kepala.
"Kamu sudah membahasnya dengan suamimu? Apa suamimu mengatakan hal itu? Mengatakan jika dia mencintai gadis itu?"
Syifa menggeleng. Ia memang belum pernah membahas hal itu. Pembahasan mereka beberapa hari lalu hanya seputar tanggal pernikahan mereka yang sama dengan yang tertulis di undangan yang Syifa temukan. Selebihnya Ical hanya meminta maaf, mengatakan ingin membangun pernikahan yang bahagia dengan Syifa, membangun masa depan mereka bersama.
"Hubungan Ical dengan gadis itu juga masih baru. Mereka baru mengenal satu sama lain, lagi pula mereka juga jarang bertemu. Lalu apa bedanya dengan kamu? Kamu justru lebih mengenalnya. Rasa cinta itu bisa tumbuh setelah menikah. Ayah selama ini melarangmu untuk berpacaran atau dekat dengan laki-laki karena ayah berkeinginan mengenalkanmu dengan pria pilihan ayah. Pria yang sudah ayah tahu bagaimana sifat juga keluarganya."
"Berarti ayah sudah berniat menjodohkanku dengan Mas Ical."
Ayah Syifa menggeleng. "Kalau hal itu tentu saja tidak, Nak. Ayah tahu diri dan tak mungkin berani melakukan hal itu. Namun saat mertuamu menemui ayah dan mengatakan niatnya untuk melamarmu ayah tak bisa menolak."
"Karena ayah berhutang budi? Karena ayah akan berbesan dengan keluarga berada seperti mereka?"
Rasyid menggeleng. "Sama sekali tidak. Semua itu karena Ical adalah pria yang baik, begitupun keluarganya. Mereka mengharap kamu mampu membahagiakan Ical. Dan karena ayah lihat kamu selalu mengaguminya." Kalimat terakhir ayah Syifa terdengar pelan namun mampu tertangkap oleh telinga Syifa.
"Yah?" Syifa memandang lekat ayahnya. Mencari jawaban atas ucapan yang baru saja ayahnya lontarkan.
"Ayah tahu kamu menyukainya." Syifa menutup mulutnya. Dipejamkan matanya demi mengusir rasa gugup juga rasa lain yang tak ia sangka. Jadi selama ini ayahnya tahu jika ia diam-diam mengagumi Ical. Diam-diam menyukai pria itu? Ya Tuhan betapa memalukannya hal itu.
"Bagaimana mungkin Ayah bisa menyimpulkan hal itu?" Syifa masih belum mau mengaku.
"Ayah mana yang tidak tahu dengan anaknya. Ibumu juga menyadari hal itu." Syifa makin merasa malu.
"Kami ini orang tuamu. Tidak ada hal yang bisa kamu sembunyikan kepada kami, Nak. Makanya, mulai sekarang jangan menghakimi suamimu dengan masa lalunya. Berbahagialah dengan pernikahan kamu. Jangan menyakiti diri sendiri. Rasa cinta bisa dipupuk pelan-pelan. Ayah dan ibu dulu juga berawal dari perjodohan. Tapi bisa kamu lihat sendiri sekarang. Kami berbahagia dengan itu semua. Saling menerima kekurangan pasangan masing-masing dan tetap bersabar adalah kuncinya. Pertengkaran atau perbedaan pendapat memang wajar. Namanya kita juga masih adaptasi. Di tahun-tahun pertama semuanya akan terasa sulit, namun jika kamu mampu melewatinya, kalian akan berbahagia selamanya."
Kalimat panjang ayahnya membuat Syifa semakin percaya, jika keputusannya untuk tidak terlalu memikirkan masa lalu Ical adalah hal yang tepat. Yang harus ia lakukan saat ini adalah membuat suaminya mencintainya. Meskipun hal itu ia yakin tak akan mudah.
***
Hari yang Syifa jalani terasa lebih mudah saat akhirnya Syifa bisa berdamai dengan masa lalu Ical meskipun tidak sepenuhnya. Rasa was-was itu ada. Masih melekat dan enggan sirna. Apalagi hingga bulan terus berganti hubungannya dengan Ical masih tak ada perkembangan yang berarti.Ical masih sebaik biasanya. Ya, memang pria itu selalu bersikap baik, bertutur lembut, juga perhatian kepadanya. Namun semua itu bagi Syifa tidaklah cukup. Pria itu hingga detik ini, dipernikahan mereka yang sudah nyaris menginjak empat bulan masih belum juga menyentuhnya.
Setiap harinya perlahan namun pasti, rasa percaya diri Syifa mulai luntur. Ia mulai membandingkan dan mencari tahu seperti apa sosok gadis yang urung menikah dengan suaminya itu.
Apakah gadis itu begitu mempesona sehingga Ical merasa enggan menyentuh dirinya yang mungkin saja secara fisik jauh di bawah gadis itu? Ataukah rasa cinta Ical kepada gadis itu masih begitu besar sehingga pria itu tak mampu mengalihkan dunianya.
Sebenarnya Syifa sudah mencoba mengorek keterangan dari orang-orang di sekitarnya, namun sepertinya semuanya seolah-olah menganggap Syifa terlalu pencemburu pada masa lalu suaminya. Mereka tidak tahu pada apa yang terjadi di balik pintu kamar Syifa. Semua orang menganggap pernikahan mereka baik-baik saja. Apa lagi Ical terlihat begitu mesra di hadapan semua orang. Entahlah apakah itu memang sifat Ical ataukah hanya kepura-puraan agar tak seorangpun tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam pernikahan mereka.
Seperti halnya saat ini. Rasa tak nyaman itu kembali muncul dan Syifa hanya mampu menyalahkan Ical sebagai penyebabnya.
"Jadi gimana, Fa. Kamu ikut Tari dan Indra ke Surabaya aja ya. Sekalian periksa." Ucapan ibu mertuanya seketika membuat Syifa merasa miris.
Dua hari lagi, Tari, istri dari Indra, kakak Rajasa akan mulai melakukan program bayi tabung di Surabaya. Laily memintanya untuk sekalian ikut program kehamilan meskipun pernikahannya baru berjalan empat bulan. Dan yang begitu menggelikan, Syifa seratus persen yakin dia tidak akan bisa hamil. Bagaimana bisa hamil jika tak sekalipun dirinya disentuh oleh Ical."Apa tidak terlalu awal, Bu. Kan pernikahan kami baru empat bulan." Itu saja tak sekalipun berhubungan badan. Sampai kiamatpun ia tak mungkin bisa hamil. Dua kalimat berikutnya hanya tinggal di dalam otak, Syifa tak berani ia lontarkan begitu saja. Ia masih cukup waras untuk tidak melakukan hal itu.
"Enggak masalah, Fa. Cuma konsultasi saja. Bukan ikut program seperti Indra dan Tari. Setidaknya kamu akan mendapatkan nutrisi yang bagus untuk persiapan kehamilan kamu kelak." Laily mengatakan kalimat itu dengan riang. Membuat Syifa meringis lalu berusaha meminta bantuan suaminya. Namun pria itu terlihat begitu santai menekuri ponselnya. Seakan tak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh ibunya.
"Mas," panggil Syifa pelan demi bisa mencari bantuan. Pria itulah yang bersalah. Dialah yang harus mengurus hal ini.
"Ya?" Ical memgalihkan pandangan dari ponsel di tangannya. "apa?"
"Gimana menurut, Mas?"
"Okelah. Enggak masalah. Kita bisa sambil jalan-jalan ke Surabaya," jawab Ical santai kembali menekuri ponselnya. Ternyata pria itu menyimak obrolan mereka. Tapi kenapa terlihat begitu tak peduli. Lagi pula kenapa Ical justru mengiyakan usulan konyol itu? Benar-benar menggelikan.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang (Tak) Sempurna
RomanceSempurna, adalah kata yang bisa melukiskan perasaan Syifa saat pria yang sejak bertahun-tahun lalu hanya mampu ia kagumi dari kejauhan saja pada akhirnya menjadi suaminya. Namun, kesempurnaan yang Syifa rasakan ternyata hanya sekejab mata. Alasan di...