Bab ini adalah bab terakhir yang dipublish di wp, ya. Sisanya jika teman2 masih mau lanjut bisa diakses di KBM atau di Karya Karsa Nia Andhika. Untuk pembelian paket harga lebih murah, lo.
Terima kasih untuk teman2 yg sudah mampir di lapak ini baik itu yang vote, komen, silent reader atau mendukung di KK dan KBM. Semoga kebaikan kalian semua berbalas hal baik juga.
Mampir juga ke lapak Riverside dan The Pursuit of Perfection 2, yuk. Untuk lapak Riverside akan diusahakan tamat di wattpad.
Happy reading dan banyak cinta untuk kalian.
###
"Kamu kok tidak bilang kalau pulang, Fa? Kapan kamu datang?" Ida, ibu Syifa begitu terkejut saat pulang ada anak sulungnya di rumah.
"Tadi pagi, Bu. Katanya Lek Hasa, Ibu sama ayah jenguk orang melahirkan." Syifa meraih punggung tangan ibunya lalu menciumnya. Sang ayah memasuki rumah tak lama setelah memarkir sepeda motor yang baru saja ia gunakan.
"Kamu kok enggak bilang kalau pulang?" ulang Ida.
"Sengaja. Biar jadi kejutan." Syifa mengedipkan mata. Berharap ibunya tak mencium keganjilan atas kedatangannya.
"Ical mana? Kamu pulang sendiri?" Kali ini Rasyid, ayah Syifa yang bertanya.
"Tadi pagi dianterin. Udah nunggu lama, tapi karena ditelpon terus sama orang-orang di toko terpaksa dia pulang. Oh, ya. Salam dari Mas Ical, maaf tidak bisa ketemu Ayah dan Ibu langsung. Terus itu titipan dari ibu," tunjuk Syifa pada kotak berisi kue oleh-oleh dari mertuanya.
"Apa itu?" tanya ibu Syifa.
"Biasa, Bu. Kesukaannya ayah."
Ibu Syifa mendekati kotak berukuran besar yang tergeletak di meja. Dibukanya kotak itu lalu senyuman pun mewarnai wajahnya. "Mertuamu itu memang selalu baik. Ingat saja sama kebiasaan ayahmu. Ini lo, Yah, kue lumpur srikoyo."
Ayah Syifa mendekati istrinya lalu melihat isi kotak yang telah dibuka itu. "Nanti kalau pulang sampaikan terima kasih ayah."
Syifa membeku, kata pulang sekarang bukan merujuk ke rumahnya lagi tapi ke rumah suaminya. Pelan ia akhirnya berucap, "Aku mau nginep, Yah."
"Oh, ya maksud ayah kalau kamu balik. Kamu mau balik kapan? Biar ibumu bisa siapkan oleh-oleh untuk mertuamu."
Inilah pertanyaan sulit yang masih tak bisa Syifa jawab. Ia tak tahu akan sampai kapan di rumah ini. Jangan-jangan justru tak akan kembali ke rumah Ical.
"Enggak tahu, Yah. Masih pengin berlama-lama di sini. Masih kangen sama Aulia dan Adi. Sama Ibu juga." Syifa mengulas senyum mencoba menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Kini ia semakin kebingungan. Jika beberapa jam lalu ia bisa berpura-pura baik-baik saja di depan ibu mertuanya, kini apakah ia bisa lolos di depan orang tuanya sendiri. Orang tua yang telah begitu mengenalnya sejak ia dilahirkan dua puluh empat tahun silam.
"Ya sudah kalau begitu. Oh ya, kamu tadi sudah sarapan?" tanya ayah Syifa sambil memasuki kamar. Sedangkan ibu Syifa sudah berlalu menuju dapur membuat Syifa mengekori sang ayah hingga di depan pintu kamar.
"Sudah, Yah. Tadi sebelum berangkat."
"Bagus kalau begitu. Kalau kamu tidak capek bisa bantu ibumu di dapur. Fariz tadi malam datang. Ibumu mau masak untuk acara tasyakuran kedatangannya nanti malam."
Syifa melotot tak percaya. "Loh beneran, Yah, Mas Fariz datang? Kok aku enggak tahu kabar apapun? Dia tidak mengabariku."
"Tentu saja dia sungkan kalau menghubungimu, Fa. Kamu sudah bersuami. Tidak pantas jika dia berkirim pesan kepadamu." Kali ini Ibu Syifa yang berucap keras dari dapur. Membuat Syifa melangkahkan kakinya mendatangi wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang (Tak) Sempurna
RomansaSempurna, adalah kata yang bisa melukiskan perasaan Syifa saat pria yang sejak bertahun-tahun lalu hanya mampu ia kagumi dari kejauhan saja pada akhirnya menjadi suaminya. Namun, kesempurnaan yang Syifa rasakan ternyata hanya sekejab mata. Alasan di...