Bagian Dua Puluh Satu

2.5K 610 86
                                    

Obrolan itu cukup akrab. Syifa bisa melihat jika gadis itu bisa berbaur dengan keluarga Ical. Candaan-candaan segarnya terasa menghidupkan suasana. Syifa yang semula menduga akan ada kecanggungan di antara mereka semua ternyata salah. Gadis itu begitu pintar menempatkan diri. Hal yang semakin membuat Syifa rendah diri.

Apalagi saat dilihatnya Dian yang terlihat begitu konyol saat bercanda. Hal yang tak pernah ia tahu dan ia lihat sebelumnya. Ternyata adik iparnya yang terlihat tak tersentuh dan tak ramah itu adalah sosok yang bisa berubah hangat karena ulah Pitaloka.

Ya, semua orang berubah ceria karena gadis itu. Hingga akhirnya ia melihat Dian yang sepertinya meminta bantuan Ical untuk mengambil travel bagnya tepat di depan kamar gadis itu. Ical mengiyakan lalu berjalan menuju pintu kamar. Gadis itu terlihat menyusul di belakangnya. Saat Ical sudah mengangkat travel bag itu, pria itu tak kembali melangkah. Seolah sedang menunggu gadis itu yang mendekat.

Seketika saja Syifa menajamkan mata juga pendengarannya. Suara Dian yang tergelak bersama Indra dan Tari membuatnya kesulitan mendengar apa yang Ical dan gadis itu bicarakan. Ingin Syifa menyusul suaminya, namun akan terlihat konyol saat ia melakukan hal itu. Ia akan terlihat layaknya istri pencemburu yang menyedihkan. Ia harus bertahan di sini. Mereka hanya berjarak beberapa langkah saja dari tempat Syifa duduk di ruang tamu indekost itu. Tak akan ada sesuatu yang buruk bakal terjadi. Syifa meyakini hal itu.

Dan tak lama kemudian sepertinya keberuntungan sedang berpihak pada Syifa. Ponsel Ical yang tergeletak di meja tiba-tiba saja berbunyi. Sebuah panggilan telepon terlihat di sana. Sigap Syifa meraih benda itu lalu membawanya pada Ical yang masih berbicara dengan mantan tunangannya yang sepertinya tak menyadarai kedatangannya.

Satu kalimat masuk ke telinga Syifa sebelum ia berhasil memberikan ponsel itu ke tangan suaminya. "Berat banget teryata saat akhirnya berjauhan dan melepas kamu, Pit. Rasanya aku hampir gila."

Cukup! Kini semuanya sudah jelas. Ia tak perlu lagi meminta penjelasan apapun dari suaminya setelah ini.

***
Perjalanan pulang mereka lalui dengan lancar. Syifa lebih banyak diam dan berpura-pura tidur demi bisa menenangkan hatinya. Kejadian beberapa waktu lalu saat suaminya mengucapkan kalimat sialan itu kepada mantan tunangannya benar-benar mematikan semua harapan Syifa.

Bodoh. Selama ini ia begitu bodoh dan terlena pada kebaikan yang acap kali Ical berikan kepadanya. Ia yang begitu bangga saat diperistri Ical menguap sudah. Selama ini yang orang ketahui akan menikah dengan Ical adalah gadis itu bukan dirinya. Dan yang lebih menggelikan ia sama sekali tak menyadari saat semua orang salah sangka. Rencana pernikahan Ical dan gadis itu sudah diketahui semua orang, mungkin bahkan semua orang di kota kecil ini. Hanya dirinya saja yang tak tahu karena saat itu tidak tinggal di sini.

Saat hari berganti malam, akhirnya Syifa tiba di rumah. Ia segera membersihkan diri karena gerah seharian lalu berharap cemas menunggu sang suami yang masih di kamar mandi. Ia akan menyelesaikan semuanya saat ini atau tidak sama sekali. Ia yakin jika menunda seperti sebelum-sebelumnya, yang ada hanyalah ia akan kembali memberikan toleransi pada sikap Ical yang tak pernah tegas. Sejauh ini ia sudah mengalah. Mengabaikan rasa tak nyaman meskipun Ical sering kali menenangkan hatinya.

"Kamu sudah salat?" Ical bertanya saat membuka pintu kamar mandi dan merasa keheranan ketika istrinya hanya duduk bersandar di kepala ranjang dengan tatapan yang berbeda.

"Sudah," jawab Syifa pendek.

Ical menganggukkan kepala lalu memasuki ruang penyimpanan baju mereka. Tak lama kemudian pria itu sudah keluar dengan kaus tipis yang terlihat pas di tubuh tegapnya.

"Kok masih belum tidur? Capek lo seharian enggak istirahat sama sekali. Duduk terus di dalam mobil." Pria itu berucap lalu membaringkan tubuh di sisi Syifa. Tangannya meraih remote televisi lalu menyalakan benda itu.

Jodoh Yang (Tak) SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang