Bagian Dua Puluh

2.5K 566 99
                                    

"Siapa yang memberitahumu?" Pertanyaan itu justru yang terlontar dari bibir Ical. Inikah yang membuat Tari tak mau mengatakan apapun. Wanita itu sepertinya tak ingin terlibat dalam masalah ini. Bukan hanya Tari, tapi semua orang. Orang tuanya, orang tua Ical dan seluruh keluarga. Sepertinya mereka menutup mulut rapat-rapat atas hal ini.

"Tidak penting dari siapa, Mas. Aku cuma memastikan saja," balas Syifa tenang meskipun bertolak belakang dengan isi hatinya.

"Lalu setelah kamu tahu, apa yang kamu rasakan?"

"Sakit." Syifa menjawab pelan.

"Itulah yang tidak aku inginkan. Semakin kamu mencari tahu semakin sakit yang kamu dapatkan. Aku sudah bilang. Semuanya hanya masa lalu. Saat ini dan di masa depan kamu yang ada di sisiku. Apa hal itu masih belum cukup?"

Syifa menunduk. "Kamu masih mencintainya."

Helaan napas seketika terdengar. Ical merasa jengah dengan masalah ini.

"Dek. Masak kita mengulang apa yang sebelumnya sudah kita bahas? Topiknya bakal tetap sama. Kita butuh waktu untuk saling mengenal. Saat ini aku sudah berusaha. Aku berusaha menjalani hubungan ini dengan kamu. Aku berusaha melupakan dia. Aku berusaha menyayangimu, mencintaimu. Namun semua itu tidak semudah membalikkan tangan. Tidak ada yang instan dalam urusan hati. Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta. Juga bukan orang yang begitu mudah melupakan. Tapi aku cukup tahu diri dan bertanggung jawab dengan semua keputusan yang sudah aku buat."

"Tapi Mas tidak pernah menceritakan tentang gadis itu kepadaku. Siapa dia? Bahwa dia adalah ternyata teman dekat Dian, bagaimana kalian berpisah juga termasuk hubungan kalian yang juga berkaitan dengan Mas Rajasa."

Ical membelalakkan mata. Jadi Syifa sudah tahu sedemikian jauh?

"Lalu apa manfaatnya jika kamu tahu? Sekarang kamu sudah tahu kan? Apa kamu merasa lega?"

Syifa menggeleng.

"Untuk apa kamu tahu, Dek. Hal itu akan menyakitimu. Hal yang baik menurutku teryata berbeda menurutmu. Itulah yang menyebabkan kerumitan ini. Kamu masih ingat dengan pepatah rasa penasaran akan membunuhmu? Seperti itulah kamu saat ini. Mencari-cari informasi tentang masa laluku yang aku sendiri sudah tak ingin mengingatnya. Lalu kamu sakit hati karena ulahmu sendiri. Buat apa? Tidak cukupkah kita jalani apa yang ada saat ini?"

"Kamu boleh sakit hati jika jelas-jelas aku mengkhianatimu. Aku meninggalkanmu demi wanita lain. Nah ini? Hal yang konyol bukan? Kamu sakit hati pada masa lalu. Saat ini aku sudah tidak berhubungan dengannya. Jalan kami sudah berbeda. Jika dia tetap berhubungan dengan Dian, jangan salahkan hal itu. Mereka bersahabat sejak bertahun-tahun lalu bahkan sebelum aku mengenalnya. Persahabatan mereka tak ada kaitannya denganku."

Syifa terdiam. Tak berani menyela. Benar yang Ical katakan. Namun bagi Syifa, ia ingin mendengarkan semua penjelasannya dari mulut sang suami, bukan dari orang lain.

"Ayo tidur. Hari ini sudah begitu melelahkan. Beristirahatlah. Jangan penuhi pikiranmu dengan dugaan-dugaan yang hanya bisa menyakitimu." Beberapa menit kemudian Ical merebahkan tubuhnya di kasur setelah mematikan penerangan di seluruh kamar. Meninggalkan lampu tidur temaram di sisi ranjang.

Syifa hanya memandang sosok sang suami yang tidur membelakanginya. Ingin dirinya mengatakan jika semua ragu di dadanya akan sirna apabila pria itu bersikap lebih terbuka. Sikap Ical yang tertutup menyebabkan Syifa selalu menduga-duga dan berpikiran yang tidak-tidak. Apalagi setelah kejadian undangan yang ia temukan beberapa bulan lalu makin membuat hatinya dirundung pilu. Empat bulan pernikahan mereka dan mereka masih jalan di tempat. Apakah nanti di bulan ke lima, enam, tujuh dan seterusnya mereka akan tetap seperti ini? Akan sampai kapan ia sanggup bertahan. Seandainya saja ada peningkatan kedekatan dalam hubungan mereka, tentu Syifa tak akan cemas.

Jodoh Yang (Tak) SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang