Pukul sembilan malam, mereka berdua berpamitan. Sang tuan rumah, Rini dan Suryo mengantarkan mereka hingga di depan mobil. Sedangkan Rajasa, pria itu tak mengantar kepergian mereka. Ical yang melarang karena tak tega melihat sang sepupu yang masih terlihat begitu kesulitan saat berjalan.
Satu buah paper bag berisi kain batik tulis Madura ada di tangan Syifa. Rini yang menghadiahi untuk Syifa dan Ical. Wanita itu juga memasukkan amplop yang bisa Syifa pastikan berisi uang di dalam paper bag itu. Syifa tak menolak, karena hal itu adalah hal yang lumrah dalam tradisi mereka. Sepasang pengantin baru akan berkunjung ke semua kerabat yang biasa disebut Pangantan Maen. Saat pulang mereka akan diberi sejumlah uang oleh sang tuan rumah. Hal yang tidak boleh ditolak karena jika menolak maka rezeki si tuan rumah akan terbawa semua oleh si pengantin baru.
Di lima menit perjalanan mereka meninggalkan rumah sang paman hanya diisi oleh keheningan. Baik Ical maupun Syifa tak ada yang berinisiatif memulai percakapan. Syifa merutuk dalam hati, salahkan saja dirinya yang begitu kaku dan tak bisa begitu mudah akrab dengan siapa saja. Ia jarang memulai suatu percakapan jika tidak ada yang mengajak berbincang lebih dulu. Bahkan kini, saat ia hanya berdua saja dengan suaminya, ia kebingungan harus melontarkan kalimat apa untuk memulai percakapan.
Syifa sebenarnya ingin menanyakan keingintahuannya tentang percapakan Ical dengan sang kakek juga dengan Rajasa. Namun rasa segan lebih mendominasi. Maka hingga mobil yang ia naiki berhenti sempurna di car port samping rumah, Syifa hanya menutup mulutnya.
"Dek, Setelah ini aku keluar dulu ya. Ada hal yang harus aku bicarakan dengan temanku." Tiba-tiba saja suara Ical terdengar. Pria itu sudah mematikan mesin mobil yang ia kendarai. Syifa seketika menolehkan kepala. Menautkan alis tanda masih tak begitu paham dengan ucapan suaminya.
"Keluar ke mana, Mas? sudah malam lo."
Ical mendesah lelah, hal yang seketika membuat Syifa tak nyaman. Ia khawatir telah membuat suaminya jengkel dengan pertanyaannya.
"Masih jam sembilan lebih. Aku enggak akan terlalu lama kok. Ayo aku antar ke kamar," ucap Ical tanpa memberikan jawaban pada istrinya. Syifa hanya mengangguk pelan, tak lagi membantah. Segera ia buka pintu mobil di sebelahnya lalu mengikuti Ical memasuki rumah lewat pintu samping.
Saat memasuki rumah, sebagian penerangan sudah dipadamkan. Hanya tersisa lampu-lampu temaram di beberapa sudut ruangan. Sepertinya semua orang sudah memasuki kamarnya masing-masing. Begitu memasuki kamar, Syifa segera berganti baju dan membersihkan diri di kamar mandi. Saat keluar kamar mandi dengan wajah lebih segar, ia sempat terkejut. Suaminya masih ada di kamar. Belum berangkat untuk bertemu dengan temannya.
"Kok masih di sini, Mas? Aku pikir sudah berangkat."
Ical bangkit dari sofa lalu mengantongi ponsel ke dalam saku celananya. Perlahan ia melangkah mendekati istrinya yang menyisir rambut di depan meja rias.
"Aku mau mastiin kamu tidur baru aku berangkat."
Syifa seketika tersenyum. Dadanya sesak oleh rasa haru yanag muncul tiba-tiba. "Tapi aku belum ngantuk."
"Setidaknya aku lihat kamu tiduran atau istirahat di kamar. Pasti saat ini kamu merasa tidak nyaman karena baru pindah ke rumah ini. Baru pertama tidur di kamar ini. Makanya aku akan pergi kalau kamu sudah tidur."
Senyum Syifa makin melebar apalagi saat suaminya sudah berdiri tepat di belakang tubuhnya. Rasa gugup seketika menyerang. Apakah pria itu akan memeluknya? Apakah pria itu akan menciumnya? Bisakah ia meminta pria itu untuk tetap tinggal karena pada kenyataannya dirinya masih belum begitu nyaman ada di rumah ini? Ia butuh teman, butuh seseorang untuk mendampinginya beradaptasi di rumah ini dan tentu saja hanya suaminya yang bisa melakukan hal itu untuknya.
"Maafin aku ya, Dek," bisik Ical tiba-tiba. Syifa memanas seketika, apalagi saat sepasang lengan memerangkapnya dari belakang. Debaran di dadanya mulai menjadi. Isi otaknya memudar, tak lagi memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya beberapa saat yang lalu. "Kamu yang sabar ya kalau ngadepin aku." Syifa tak mampu menjawab. Mulutnya kaku. Napasnya perlahan menderu apalagi saat kecupan ia rasakan di kepalanya. Dua kali, lalu turun ke pelipis dan pipinya.
Syifa lemas. Sepertinya ia nyaris pingsan namun masih ingin merasakan jejak-jejak suaminya pada bagian tubuhnya yang lain. Apa mungkin saat ini mereka akan melakukan hal itu? Melakukan hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri.
Ciuman Ical perlahan turun menuju belakang telinga lalu berakhir di leher Syifa. berlama-lama di sana hingga Syifa merasa lemas dan akhirnya pasrah bersandar pada dada bidang suaminya. Awalnya ia hanya menutup mata menikmati jejak-jejak basah suaminya, namun kini ia membuka mata. Melihat bayangan dirinya dan suaminya yang terpantul di depan cermin meja rias.
Ya Tuhan, seperti itukah dirinya. Suaminya masih berlama-lama di lehernya sedangkan dirinya memandang cermin dengan wajah .... ah entahlah, Syifa tak tahu menyebutnya apa. Ia seperti melihat adegan-adegan film dewasa yang pernah ia tonton beramai-ramai dengan teman satu indekostnya saat masih berkuliah. Ia masih tak percaya jika sosok yang ia lihat itu adalah dirinya dan suaminya. Belum selesai ia mengagumi bayangan dirinya dan sang suami yang sudah diselimuti aura panas, Syifa terkejut saat belitan di pinggangnya mengerat lalu tak lama kemudian tubuhnya dibalik ke belakang hingga menempel pada dada bidang suaminya. Detik berikutnya ia merasa disorientasi saat sebuah benda meraup bibirnya dengan penuh minat. Ya Tuhan. Ia benar-benar dibuat gila oleh suaminya.
###
Stop di sini ya wkwkkwkw.....
Bab berikutnya entah kapan. Tadi siang laptopku tiba-tiba mati 😭😭😭😭 besok masih mau dibawa ke bengkel. Gimana mau copy-copy cerita kl si lappy gak ada.Nia Andhika
05072021
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang (Tak) Sempurna
RomanceSempurna, adalah kata yang bisa melukiskan perasaan Syifa saat pria yang sejak bertahun-tahun lalu hanya mampu ia kagumi dari kejauhan saja pada akhirnya menjadi suaminya. Namun, kesempurnaan yang Syifa rasakan ternyata hanya sekejab mata. Alasan di...