Vas bunga yang dibawa pemilik teater diletakkan di salah satu meja, bersebelahan dengan foto Tuan Pesulap dan sebuah dek kartu. Mawar putih melambangkan kesucian. Tuan Pesulap bilang, ini adalah bunga kesukaannya karena melambangkan kesetiaan.
Seperti perasaannya pada sulap. Tak pernah memudar.
Setahuku, mawar putih juga melambangkan perpisahan. Dia tak pernah pergi. Dia selalu ada, menunggu. Aku tak sebodoh itu untuk bunuh diri karena berpikir ia menungguku di negeri tempat mereka yang mati berkumpul.
Pemilik teater menyuruhku membantunya membersihkan bengkel sulap ini. Debu di seluruh sudut ruangan. Beberapa kali pemilik teater tertawa melihat bekas debu di wajahku.
“Kurasa ini sudah cukup bersih, Nak.” Pemilik teater berdiri dan meregangkan pinggangnya. Ia terhitung cukup kuat untuk orang seusianya. “Dulu, ini adalah rumah sahabatku. Kami selalu berkumpul di sini. Setelah ia berpindah ke dunia sihir, aku menjaga rumah ini. Sejak awal, aku ingin memberi tempat ini pada pemuda yang berniat menggantikan The Shadow itu, dan baru tercapai setelah ia dewasa. Tapi, mengingat dia tak tinggal di tempat ini lagi, aku akan mengurusnya sampai kau bisa tinggal di sini seorang, Nak.”
“Aku?” Aku menggosok ujung hidung dengan punggung tangan. “Aku boleh tinggal di sini?”
“Belum sekarang. Karena belum bisa tinggal di sini, kau boleh bolak-balik kemari. Setiap hari pun bukan masalah. Pesulap plaza ini siap menerima de javu yang akan kembali menerpa dirinya.”“Pesulap plaza?”
“Ada banyak orang yang menginginkan ilusi untuk kabur dari masalah. Mereka memerlukan uang, pemandangan, dan banyak hal yang tak dimilikinya .... Usiaku tak lagi muda, mungkin waktuku juga tak banyak lagi. Aku hanya ingin membantu mereka. Sebagian besar dari mereka ada di plaza.”
Uang? Di plaza? Pria tua berkumis. Wajah yang familier itu .... “Anda orang yang membuatku ingin menjadi pesulap! Aku melihat Anda menggandakan uang! Kukira Anda peni—”
“Nak, sudah lama aku tak bisa menggandakan uang. Itu hanya trik.”
“Tapi, senyum, tawa, dan kekaguman mereka menunjukkan bahwa mereka tak peduli itu trik atau bukan, Tuan.” Aku berjalan ke arah komputer di meja dan menyalakannya. Waktunya memeriksa sesuatu.
Kukeluarkan X dan jurnal Tuan Pesulap dari dalam tas. Namun, saat aplikasi browsing komputer terbuka, aku tak perlu bukti apa-apa lagi. Akun yang terdaftar di aplikasi itu memiliki nama yang sama dengan username di halaman belakang X. Berarti, memang Tuan Pesulap yang mengirimkan tautan artikel.
Aku membuka artikel tentang The Shadow itu di tab baru. Apa Tuan Pesulap tahu akulah yang bertanya saat itu?
Pemilik teater menarik kursi lain dan duduk di sebelahku. Tubuhku membeku. Ia hanya membaca isi artikel, tapi aku merasa ada yang salah.
“Ia tak pernah berubah, ya. Ia menjadi satu-satunya yang menentang keinginanku untuk membuat orang tahu The Shadow mati, padahal ia pun tak ingin meninggalkan sosok dirinya yang asli. Anak itu, sejak awal, ingin The Shadow comeback walau bukan The Shadow yang asli. Rupanya begini cara dia membuat orang percaya.”
Aku memandang artikel, membacanya lagi seakan baru pertama kali melihatnya. Apa yang membuat orang percaya? Kata-kata yang mana?
Sebelah tangan pemilik teater mendekati layar komputer, telunjuknya menunjuk sebuah paragraf.
Dengan pakaian persis sama, juga topeng yang sama, siapa pun bisa terkecoh olehnya. Namun, salah satu dari penggemar yang mengetahui letak Markas Besar mengetahui wajah asli di balik topeng perak yang biasa dipakai sang pesulap terdahulu dan pasca kemunculannya kembali. Dia mengatakan bahwa wajah mereka benar-benar sama. Berbagai spekulasi bermunculan, tapi spekulasi yang memperoleh kata setuju terbanyak adalah spekulasi bahwa pesulap mereka memang bangkit dari kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
End of The Magic
FantasyAlden selalu berkhayal menjadi seorang pesulap. Leiro, kakak sekaligus penonton pertamanya, mengajukan sebuah permintaan pada Alden. Lei ingin lari dari dunia yang penuh hiruk pikuk ini. Ketika berhasil menjadi seorang pesulap dalam asuhan pesulap...